Kyai Usman sejak menjadi santri sudah terkenal sikap ta’dhimnya kepada gurunya Kyai Romly. Saking tawadhu’ dan ta’dhimnya, setiap Kai Usman sowan ke Kyai Romly di jombang, Kyai Usman jalan kaki dari rumahnya yang ada di Surabaya menuju Jombang.
Cerita lainya, pernah di suatu pagi, ketika Kyai Usman tiba di rumah Kyai Romly, Kyai Usman menunggu di teras luar pintu. Sedangkan Kyai Romly tidak tahu kalau Kyai Usman telah menunggu di luar. Ketika Kyai Romly keluar untuk pergi ke Tebuireng menghadiri sebuah acara. Kyai Romly akhirnya bertemu dengan Kyai Usman, sayangnya Kyai Romli langsung berpesan kepada Kyai Usman, “sek yo man, aku tak nang tebuireng diluk, awakmu entenono nang kene” (tunngu dulu ya Man, saya mau pergi ke Tebuireng sebentar, kamu tunggu di sini saja). “inggih Kyai” (iya Kyai). Jawab Kyai Usman.
Ternyata waktu di Tebuireng, Kyai Romly lupa kalau dirumah ada Kyai Usman yang sedang menunggu. Sampai akhirnya Kyai Romly pulang menjelang magrib. Sesampai dirumah, Kyai Romly kaget. Ternyata Kyai Usman masih di tempatnya dengan posisi yang tidak berubah. Kyai Usman menunggu dengan sabar kedatangan Kyai Romly.
“Ya Allah, awakmu ket mau ngenteni nang kene?” (Ya Allah, kamu dari tadi menunggu di sini?). “Inggih Yai” (iya kyai), jawab Yai Usman.
“Ya Allah tak dungakno mulyo uripmu Usman, mulyo uripmu.” (Ya Allah saya doakan hidupmu mulia Man).
Pada akhirnya kesabaran dan keikhlasan Kyai Usman sebagai murid dibalas dengan keridhoan Kyai Romly sebagai guru, keridhoan yang paling diharapkan seorang murid untuk keberkahan ilmunya
Diceritakan oleh H. Mustain Dzul Azmi dari Ayahanda (H. Dimyathi Romly)