Ketika amarah kafir quraisy tak terbendung lagi, Nabi SAW meminta sebagian sahabatnya untuk hijrah ke negeri Habasyah. Ini adalah negeri aman dan damai, meskipun dipimpin oleh Raja non-muslim. Nabi meminta sahabat hijrah lantaran beliau tidak sanggup melihat siksaan dan ancaman yang dilancarkan orang kafir Mekah. Terlebih lagi, paman beliau Abu Thalib tampaknya tidak mampu menahan kemarahan kaumnya itu.
Rasul berkata kepada sahabatnya:
لو خرجتم إلى أرض الحبشة، فإن بها ملكا لا يظلم أحد وهي أرض صدق حتى يجعل الله لكم فرجا مما أنتم فيه
“Kalau kalian pergi ke Habasyah, di sana ada seorang raja yang tidak zalim. Habasyah negeri yang tepat, sampai Allah SWT memberikan jalan keluar bagi kalian dari kondisi yang kalian hadapi saat ini.” (Al-Bidayah wa al-Nihayah karya Ibnu Katsir)
Berdasarkan catatan Ibnu Katsir dalam Bidayah wa al-Nihayah, Utsman bin ‘Affan dan istrinya Ruqayyah termasuk orang yang pertama hijrah ke Habasyah. Berikutnya disusul oleh Rombongan Ja’far bin Abu Thalib dan beberapa sahabat lainnya. Sesampai di sana para sahabat merasa nyaman. Tidak ada yang menganggu ketenangan mereka.
Akhirnya kepergian mereka ke Habasyah tercium oleh Kafir Mekah. Mereka pun mengutus ‘Amr bin ‘Ash dan ‘Umarah bin Walid untuk menemui Raja Najasyi. Mereka membawa hadiah dan meminta Raja Najasyi mengusir kaum muslimin dari negeri tersebut.
Sesampai di Habasyah, kedua orang utusan ini langsung menemui Sang Raja dan bersujud kepadanya. Mereka berucap:
“Sesungguhnya sekelompok orang dari negeri kami menetap di daerahmu. Mereka tidak menyukai kami dan agama kami.”
“Di mana mereka sekarang?
“Di negeri tuan” Jawab keduanya
“Kalau begitu, bawalah mereka menghadap pada saya” Pinta Raja Najasyi.
Pengawal kerajaan pun mencari para sahabat dan meminta mereka menghadap Sang Raja. Mendengar undangan tersebut, Ja’far bin Abi Thalib berkata kepada para sahabat, “Serahkan kepada saya, biar saya yang menjadi juru bicara kalian.” Sahabat lain pun menyetujuinya.
Setiba di istana, Ja’far mengucapkan salam dan tidak sujud kepada Raja, sebagaimana yang dilakukan utusan kafir Mekah. Orang-orang kerajaan pun, begitu juga dua utusan tadi, berseteru:
“Mengapa kalian tidak sujud”
“Sesungguhnya Kami tidak bersujud kecuali kepada Allah SWT” Jawab Ja’far mantap.
“Maksudnya?
“Sesungguhnya Allah mengutus seorang Rasul kepada kami. Rasul tersebut memerintahkan kepada kami untuk tidak sujud melainkan hanya kepada Allah dan memerintahkan kepada kami untuk shalat dan membayar zakat.”
“Wahai Raja, mereka berbeda dengan anda terkait ‘Isa bin Maryam” Ungkap ‘Amr bin ‘Ash.
“Apa yang kalian tahu tentang ‘Isa dan ibunya.” Tanya Raja penasaran.
“Baiklah, kami mengatakan sebagaimana dikatakan Allah SWT, ‘Isa adalah manusia (yang diciptakan Allah dengan) kalimat dan ruh dari Allah yang dititipkan kepada Maryam, seorang gadis perawan yang tidak disentuh oleh lelaki manapun”
Mendegar jawaban Ja’far ini, Raja Najasyi mengangkat tangkai kayu dan beseru, “Wahai orang-orang Habasyah! Wahai para pendeta! Demi Allah, mereka tidak menambahkan sedikitpun tentang Nabi ‘Isa walau sepanjang tangkai kayu ini.”
“Selamat untukmu dan orang-orang yang datang bersamamu. Saya bersaksi pada dia (Muhammad) adalah utusan Allah. Ia adalah rasul yang dikisahkan dalam Injil dan dikhabarkan oleh Nabi ‘Isa. Tinggallah kalian di sini sampai kapanpun. Andaikan saya bukan seorang raja, saya akan datang menemuinya dan membawa kedua sandalnya.” Ucap Raja.
Beliaupun akhirnya, menolak hadiah yang dibawa utusan kafir Quraisy. Semasa hidupnya, Raja Najasyi belum pernah bertemu Nabi Muhammad SAW. Tapi pada saat beliau meninggal, Nabi memohon ampun untuknya dan meminta kaum muslimin untuk melaksanakan shalat Ghaib.