Hari jumat adalah hari yang paling mulia dalam ajaran agama Islam. Hari ini adalah hari yang penuh dengan keberkahan. Banyak hadis yang menjelaskan keutamaan-keutamaan hari ini. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:
“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit saat itu adalah hari Jum’at. Pada hari ini Adam diciptakan, hari dimana ia dimasukkan ke dalam surga dan hari dimana ia dikeluarkan dari surga. Dan hari kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.” (HR. Muslim)
Abu Hurairah mengatakan, Nabi Muhammad Saw bersabda, Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seorang Muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Swt., niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau Saw memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari)
Sebuah kisah yang disebutkan dalam Mawaizh Ushfuriyah karya Muhammad bin Abu Bakar di bawah ini setidaknya bisa menjadi pelajaran betapa mulianya hari ini Jum’at ini.
Alkisah, seorang pemuda non-muslim hendak masuk islam. Ia besama anak dan istrinya berkunjung kepada Malik bin Dinar yang saat itu berada di Bashrah, untuk meminta penjelasan tentang Islam. Setelah mendengar semua penjelasan Malik bin Dinar, mereka masuk Islam dengan disaksikan para jamaah pengajian Malik bin Dinar.
Pemuda itu beserta keluarganya lantas berpamitan kepada Malik. Malik memberinya uang saku, namun pemuda itu menolak dengan alasan tidak mau menjual agama dengan dunia. Pemuda itu lantas berjalan terus hingga sampai ke sebuah bekas perkampungan. Di sana ia melihat ada rumah yang layak ditempatinya bersama anggota keluarganya. Mereka akhirnya tinggal di sana.
Keesokan harinya, saat itu hari rabu, istrinya menyuruh pemuda itu untuk pergi ke pasar dengan harapan mencari pekerjaan dan upahnya bisa dibuat untuk membeli makanan. Namun, setelah di beberapa waktu yang lama di pasar, ia tak mendapat pekerjaan apa-apa.
“Kalau seperti ini terus, agaknya lebih baik aku bekerja kepada Allah saja,” kata pemuda itu dalam hati. Ia lantas pergi ke masjid. Di sana, ia mengerjakan shalat dengan harapan mendapat upah dari-Nya.
Namun, ia tak mendapat apa-apa sampai ia pulang ke rumahnya. Istrinya bertanya tentang bahan makanan sebagai hasil kerja si suami. Namun, pemuda itu menjawab, “Aku telah bekerja seharian kepada Sang Raja, namun hari ini Dia belum memberiku upah. Mudah-mudahan besok upah itu diberikan.”
Akhirnya, malam itu, pemuda itu bersama keluarga tidur dalam keadaan menahan lapar.
Pagi harinya, ia pergi lagi ke pasar. Namun masih bernasib sama dengan hari sebelumnya (tidak mendapat pekerjaan apa-apa). Ia juga melakukan hal yang sama dengan yang ia lakukan sebelumnya, yakni shalat di masjid dengan harapan mendapat upah dari Allah. Ia pun tetap saja pulang dengan tangan kosong. Malam itu, satu keluarga tidur dalam keadaan sangat lapar.
Esok paginya, pemuda itu melakukan aktifitas yang sama dengan hari sebelumnya. Pergi ke pasar mencari pekerjaan agar bisa menghidupi keluarganya. Namun, tetap tak ada orang yang memberinya pekerjaan. Ia pun pergi ke masjid (lagi), shalat dan berdoa,
“Ya Allah, Engkau telah memuliakanku dengan mahkota Islam. Maka dengan kemuliaan Islam dan hari jum’at ini, aku memohon kepada-Mu, agar Engkau berkenan menghilangkan segala keresahan yang ada hatiku ini karena memikirkan nafkah untuk keluargaku. Aku memohon kepada-Mu agar Engkau memberiku rezeki dari jalan yang terduga. Sungguh aku malu kepada istri dan anakku. Aku khawatir mereka akan berubah pendirian karena keadaan yang seperti ini setelah mereka masuk Islam.”
Siang itu, ketika pemuda itu sedang mengikuti shalat Jum’at di masjid dan keluarganya sedang menahan rasa lapar yang sangat menyiksa, seorang lelaki tampan bertamu ke rumahnya. Kepada istrinya, tamu itu berkata hendak memberikan sebuah nampan emas bertutupkan sapu tangan bersulam emas pula.
“Ambillah ini. Ini adalah upah kerja suamimu selama dua hari ini. Katakan kepadanya, kalau ia ingin mendapat gaji yang lebih besar lagi, maka hendaknya ia bekerja lebih rajin lagi, terutama di hari jum’at ini. Pekerjaan kecil di hari ini akan bernilai besar menurut sang raja tempatnya bekerja,” kata tamu itu.
Setelah tamunya pulang, sang istri membuka nampan itu. Dan betapa kagetnya ia, ternyata nampan itu berisi seribu dinar. Ia lantas membawa beberapa dinar ke tukang tukar uang (money changer). Melihat dinar yang dibawa istri pemuda itu, si money changer pun heran. Setiap uang yang ditimbangnya, beratnya menjadi dua kali lipat dari biasanya.
Ia lantas bertanya kepada si perempuan tadi darimana muasal uang itu. Setelah mendengar penuturan istri pemuda itu, si money changer yang non-muslim pun masuk Islam. Tak hanya itu, si money changer pun memberikan uang seribu dinar kepada istri pemuda itu. “Pakailah uang ini, kalau habis, kabari saja aku!” kata si money changer.
Sementara itu, sang suami merasa sangat bersedih karena tak medapatkan apa-apa untuk dibawa pulang. Ia lantas mengisi sapu tangannya dengan debu dan ia akan mengatakan kepada istriya bahwa itu adalah tepung.
Sampai di rumah, pemuda itu menyembunyikan bungkusan debu itu di balik pintu. Namun, ia merasa ada yang aneh. Di rumahnya, sudah ada meja kursi yang indah. Juga, ada aroma masakan yang lezat dari dapur.
Istrinya menceritakan segala hal yang terjadi kepada sang suami. Sang suami pun bersujud syukur kepada Allah ‘azza wa jalla. Sang istri menanyakan apa isi sapu tangan yang ada di balik pintu itu.
“Sudah, tak usah kau tanyakan lagi,” kata pemuda itu.
Merasa penasaran, sang istri pun membuka sapu tangannya, dan debu yang ada di dalamnya pun ternyata sudah berubah tidak lagi menjadi debu. Bi idznillah. Menyaksikan keajaiban itu, sang pemuda pun bersujud lagi kepada Allah. Sejak saat itu, ia semakin rajin bekerja kepada Allah sampai ajal menjemputnya.
BACA JUGA Kisah Menteri Rauh bin Zinba’ yang Menangis di Bulan Puasa Atau Kisah-kisah Menarik Lainnya di Sini