Tempat Ibadah Babilonia saat itu sedang kosong melompong. Orang-orang Babilonia saat itu sedang menghindar dari penyakit yang diderita Ibrahim. Sayangnya, Ibrahim saat itu hanya pura-pura sakit. Ia juga pura-pura menderita penyakit yang menular, sehingga para kaumnya menjauhinya.
Kekosongan kota Babilonia menjadi kesempatan bagi Ibrahim untuk melancarkan aksinya. Ia masuk ke tempat peribadatan yang sedang ditinggalkan para kaumnya.
Tempat peribadatan itu dipenugi banyak berhala, dari yang kecil, sedang sampai besar bahkan super besar. Ibrahim melihat begitu banyak makananan yang ada di sekeliling berhala itu. Makanan itu seolah sia-sia.
Ia bertanya kepada para berhala itu.
“Makanan siapa ini?”
“Siapa yang hendak memakannya?”
Pertanyaan-pertanyaan itu bertubi-tubi ia tanyakan. Namun tak ada seorang pun yang menjawab.
Ia kembali bertanya, namun dengan nada yang sedikit keras.
“Siapa yang hendak memakan semua makanan ini?”
Pertanyaan Ibrahim dengan nada yang keras itu pun tidak ada yang menjawabnya.
Ibrahim pun melancarkan aksinya. Ia mengeluarkan kapaknya dan menghancurkan seluruh berhala yang ada.
Setelah puas menghancurkan seluruh berhala, Ibrahim kemudian mengalungkan kapak yang ia gunakan untuk menghancurkan berhala-berhala ke leher berhala yang paling besar.
Nampaknya, ia telah menyiapkan semuanya dengan matang. Ia telah siap jika nanti pembesar kaumnya akan memenjarakannya.
Hal yang dikhawatirkan Ibrahim pun terjadi. Para pembesar kaumnya mengetahui ulah Ibrahim terhadap berhala-berhala itu. Ia menyiapkan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang sudah diperkirakan. Ia siap berdebat dengan pembesar kaum penyembah berhala itu.
Ibrahim didatangi dan digelandang menuju pengadilan. Ia mulai dicecar dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dirinya. Namun mudah saja bagi dirinya untuk membantah.
“Ibrahim, apakah engkau yang menghancurkan Tuhan-Tuhan kami?”
“Saya tidak melakukan apa-apa? Coba lah kalian lihat berhala yang besar itu. Berhala besar itulah yang menghancurkan berhala-berhala kecil.”
“Wahai Ibrahim, berhala-berhala itu tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin ia menghancurkan berhala-berhala yang lain sedangkan ia pun tak bisa bergerak.”
Jawaban kaumnya itu menjadi bumerang baginya. Mudah saja bagi Ibrahim untuk membalikkan perkataan mereka.
“Lalu mengapa kau menyembah patung yang tidak bisa berbuat apa-apa?”
Pertanyaan Ibrahim yang satu ini membuat mulut mereka tercekat. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa kecuali membenarkan perkataan Ibrahim. Namun mereka tetap saja tertutup oleh hawa nafsu. Mereka tetap tidak mau beriman kepada Allah walaupun Tuhan mereka telah ‘dibantai’ dengan argumen-argumen Ibrahim yang tak terbantahkan.