Kisah Ibrahim al-Harawi yang Tidak Makan dan Minum Selama 80 Hari

Kisah Ibrahim al-Harawi yang Tidak Makan dan Minum Selama 80 Hari

Ibrahim al-Harawi mengatakan, “Barangsiapa doanya tidak ingin terhalang oleh langit, hendaknya dia menjaga dirinya dari lima hal ini..”

Kisah Ibrahim al-Harawi yang Tidak Makan dan Minum Selama 80 Hari

Ibrahim al-Harawi atau yang dikenal dengan nama Bustanbih, merupakan salah satu di antara orang-orang yang selalu bertawakkal kepada Allah Swt, dan mempunyai maqam atau tingkatan tajrid. Makam tajrid sendiri secara singkat bisa dimaknai bahwasanya Allah Swt memudahkan rezeki seseorang tanpa harus bekerja. Dan hatinya tetap tenang ketika tidak ada rezeki yang datang, tetap bergantung kepada Allah Swt dan terus tekun beribadah kepada-Nya.

Jika seseorang berada di maqam  tajrid, tetapi kok malah ingin berada di maqam yang lainnya, maka hal tersebut adalah sebuah kemerosotan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Atha’illah as-Sakandary dalam kitabnya al-Hikam, “Keinginanmu bertajrid padahal Allah menempatkanmu pada makam kasb adalah bisikan nafsu yang halus. Sedangkan keinginanmu untuk kasb, padahal Allah menempatkan pada maqam tajrid adalah kemerosotan dari cita-cita yang tinggi.

Abu Nu’aim al-Asfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, menyebutkan bahwa Ibrahim al-Harawi merupakan orang yang pernah membersamai Ibrahim bin Adham dan sahabat dari Abu Yazid. Beliau adalah orang yang sangat dimuliakan oleh penduduk Hirrah, akan tetapi beliau tidak nyaman dengan pemuliaan yang dilakukan oleh penduduk Hirrah. Sehingga ketika beliau melaksanakan haji, beliau pernah berdo’a, “Ya Allah. Putuskanlah rezekiku dari harta penduduk Hirrah, dan buatlah mereka meninggalkanku.

Dan suatu ketika, Ibrahim al-Harawi tinggal di daerah pedalaman. Beliau tidak makan, tidak minum dan tidak menginginkan apapun, sebagaimana diceritakan oleh Ibrahim bin Syaiban. Bahwasanya Ibrahim al-Harawi pernah berkata, “Jiwaku merintangiku untuk mendapatkan kedudukan bersama Allah, sehingga aku merasa tidak ada seorangpun di sampingku yang mengajakku berbicara.

Mendengar ucapan tersebut, Ibrahim bin Syaiban sontak berkata, “Wahai Ibrahim, kamu melihat Allah dalam batinmu, lalu aku memandangi-Nya.

Mendengar ucapan tersebut, Ibrahim al-Harawi kembali berkata, “Memang seperti itu. Tahukah kamu berapa hari aku di sini tidak makan, tidak minum dan tidak ingin apapun?

Wallahu a’lam.”, jawab Ibrahim bin Syaiban. Lalu Ibrahim al-Harawi menjelaskan dan berkata kepadanya, “Delapan puluh hari. Aku malu kepada Allah jika engkau mengagumi. Seandainya aku bersumpah kepada Allah untuk mengubah pohon menjadi emas, maka Dia akan menjadikannya emas. Sehingga keberkahan penglihatan-Nya adalah peringatan bagiku, dan membuatku kembali kepada keadaanku yang pertama.

Dalam sebuah wasiatnya, Ibrahim al-Harawi juga pernah mengatakan, “Barangsiapa doanya tidak ingin terhalang oleh langit, hendaknya dia menjaga dirinya dari lima hal. Yang pertama, hendaknya dia menguasai makannya, tidak makan kecuali apa yang diwajibkan darinya. Kedua, hendaknya menguasai pakaiannya. Yaitu tidak mengenakan pakaian, kecuali apa yang diwajibkan darinya. Ketiga, adalah menguasai tidurnya, di mana tidak melakukan tidur kecuali apa yang diwajibkan darinya. Keempat, hendaknya menguasai bicaranya, dengan tidak berbicara kecuali apa yang diwajibkan baginya. Dan yang kelima adalah hendaknya rendah diri, dengan menjaga keinginannya dan menjaga seluruh anggotanya.”

Oleh karena itulah, Ibrahim al-Harawi tinggal di pedalaman dan tidak makan selama puluhan hari. Keadaannya yang berada di maqam tajrid, membuatnya tenang beribadah kepada Allah Swt. Sebab baginya, jalan menuju surga itu ada tiga. Pertama, hati yang merasa tenang dengan janji-janji Allah Swt. Kedua, ridha dengan ketentuan Allah Swt. Dan ketiga, ikhlas beramal dengan amalan-amalan sunnah.

Sehingga, terbukanya hati dengan menjadikan Allah Swt sebagai tempat berdzikir dan bermunajat membuat orang mampu mendapatkan kemulian dari-Nya. Dan bagi penduduk Hirrah, Ibrahim al-Harawi adalah orang yang selalu berinfak setiap hari dan malam, dengan dirham yang dipunyainya.

Begitulah para kekasih Allah Swt, mempunyai berbagai keistimewaan yang kadang tidak bisa di nalar sama sekali. Tetapi, apa daya seorang manusia jika Tuhannya sudah berkehendak. Oleh karena itulah, teruslah berbuat baik dan selalu berdo’a, supaya Allah Swt memberikan karunia dan  rahmatnya kepada kita semua.