Ibnu Hajar sejak umur 4 tahun menjadi yatim piatu, ibunya meninggal sejak ia masih balita. Setelah kedua orang tuanya meninggal dunia, ia diasuh oleh Zakiyudin Abu Bakar Al-Kharubi, yaitu saudara tertuanya yang telah diwasiatkan oleh sang ayah untuk menanggung biaya dan menjaga adik-adiknya.
Memasuki usia sekolah, Ibnu Hajar sudah mulai menghafal Al-qur’an dan mempelajari beberapa ilmu Islam seperti Ilmu Fikih, Ushul Fikih, Sastra Arab, tak ketinggalan juga ia belajar Hadits dan ilmu Hadits, Guru yang mengajarinya pun lebih dari 640 orang.
Dalam kecintaannya mencari Ilmu selama ia masih hidup, sehingga mengantarkannya menjadi syaikh yang alim, sempurna dan mulia. Ibnu Hajar juga seorang ahli hadits yang banyak memberikan manfaat juga mempunyai sifat amanah. Ia juga mempunyai sifat yang sabar, dermawan, bijaksana, dan suka bergaul dengan siapa saja, akhirnya pada tahun 827 Hijriyah ia diangkat untuk menjadi Hakim di Mesir.
Ketika menjadi hakim, Ibnu Hajar selalu berangkat ke tempat kerjanya dengan naik kereta yang ditarik dengan kuda-kuda dalam sebuah arak-arakan. Suatu ketika ia bertemu dengan orang Yahudi Mesir yang menjual minyak dan memakai pakaian yang lusuh juga kotor. Melihat arak-arakan itu, orang Yahudi tersebut menghadangnya.
“Wahai Ibnu Hajar, sesungguhnya Nabi kalian telah berkata, bahwa dunia itu penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang-orang Kafir, namun mengapa engkau sebagai orang beriman dan hakim besar di Mesir, berada dalam arak-arakan mewah juga dalam kenikmatan. Sedangkan aku yang kafir dalam penderitaan dan kesengsaraan seperti ini”, kata orang Yahudi itu kesal.
Maka Ibnu Hajar menjawab,”Dengan keadaanku yang penuh dengan kemewahan dan kenikmatan di dunia ini, bila dibandingkan dengan kenikmatan surga adalah seperti sebuah penjara. Sedang penderitaan yang kau alami di dunia ini jika dibandingkan dengan azab neraka itu adalah seperti sebuah surga”.
Maka tanpa berfikir panjang, orang Yahudi itu pun langsung mengucapkan syahadat dan masuk Islam. []