Hammad bin Salamah mempunyai nama lengkap Abu Salma Hammad ibn Salamah ibn Dinar al-Bashri. Sebagaimana dijelaskan oleh Abu Nu’aim al-Asfahani dalam Hilyatul Auliya’ wa Thabaqat al-Asfiya’, bahwasanya Hammad adalah sosok yang tekun ibadahnya, tekun dalam melakukan kebaikan, baik itu membaca Al-Quran maupun beramal karena Allah swt.
Hammad bin Salamah juga dikenal sebagai sosok ulama ahli hadis. Dalam kehidupannya dia juga dikenal sebagai orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah, dan sedikit berkecimpung dalam kekuasaan. Salah satu keistimewaan yang dimilikinya adalah mampu menaklukkan kekuatan penguasa dengan sangat mudah. Sebagai seorang ulama yang selalu dekat dengan Allah swt, Hammad bin Salamah pernah dikejutkan dengan sebuah kejadian dari tetangganya.
Alkisah, Hammad bin Salamah memiliki seorang tetangga. Tetangganya tersebut adalah seorang ibu yang rajin beribadah. Dia hidup bersama beberapa anak perempuannya yang yatim. Pada suatu tahun, hujan turun terus menerus di daerah tempat tinggalnya. Hujan itu pun mengakibatkan atap rumah tetangga Hammad roboh. Sementara waktu itu, tetangga Hammad dan anak-anaknya sedang ada di dalam rumah. Saat kejadian, Hammad mendengar tetangganya berkata, “Wahai Engkau Yang Maha Pengasih, kasihanilah saya.” Sesaat kemudian, tiba-tiba hujan langsung berhenti.
Setelah mendengar apa yang diucapkan oleh tetangganya, Hammad pun mengambil kantong berisikan uang sepuluh dinar. Dia kemudian pergi keluar menuju ke rumah tetangganya dan mengetuk pintunya.
Mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya, si tetangga pun berkata, “Ya Allah, semoga yang mengetuk pintu itu adalah Hammad bin Salamah.”
Saat tetangga Hammad bin Salamah membukakan pintu rumahnya. Dia pun langsung berkata kepada tetangganya, “Saya Hammad bin Salamah, saya tadi mendengar engkau menyeru hujan dan berucap kepada Tuhan, ‘Wahai Engkau Yang Maha Pengasih, kasihanilah saya.’ Sejauh mana belas kasihanNya kepadamu.”
Mendengar pertanyaan Hammad, si tetangga pun menjawab, “Dia Yang Maha Pengasih meredakan hujan, memberikan kehangatan kepada anak-anak dan mengeringkan rumah.”
Sambil mengeluarkan kantong yang berisikan uang, Hammad kemudian berkata kepada tetangganya, “Ini ada uang sepuluh dinar untuk engkau pergunakan.”
Tiba-tiba, datang seorang anak perempuan menghampiri Hammad dan berkata, “Bisakah engkau diam, wahai Hammad?” engkau telah menghalang-halangi antara kami dan Tuhan kami!”
Kemudian, anak perempuan itu berkata kepada ibunya, “Wahai Ibu, kita tahu bahwa ketika kita mengeluhkan Tuhan kita, maka Dia akan mengirimkan dunia kepada kita unutuk mengusir kita dari pintu-Nya.”
Sang Ibu kemudian menempelkan pipinya ke tanah seraya berkata, “Ya Allah, demi kemuliaan dan keagunganMu, saya tidak akan mau pergi meninggalkan pintu-Mu dan akan tetap bertahan meski Engkau tetap mengusirku.”
Dan kepada Hammad, perempuan itu pun berkata, “Wahai Hammad, kembalikanlah uang itu ke tempatnya semula, karena kami telah menyampaikan kebutuhan-kebutuhan kami kepada Dia yang berkenan menerima titipan, dan tidak akan mengurangi hak orang-orang yang beramal.”
Kisah di atas memberikan pelajaran penting bahwa, sosok Hammad yang terkenal ahli ibadah dan menghabiskan hari-harinya untuk beramal baik pun masih ada yang melebihi derajatnya di hadapan Allah swt.
Lewat kisah Hammad bin Salamah, kita diberikan sebuah ketauladanan bahwa, dibalik amal baik yang banyak dilakukannya, ia tetap tidak menyombongkan amal-amal baik tersebut. Bahkan saat amal baiknya itu tidak mendapatkan penerimaan, dia pun tetap menerimanya. Bahkan, dia kagum dengan seorang perempuan ahli ibadah yang mampu menghentikan air hujan yang menolak pemberian pertolongan darinya.
Begitulah laku para ahli ibadah dan kekasih Allah swt. Mereka hanya ingin bertemu dengan Rabbnya. Hanya ingin dekat dengan Tuhannya, bahkan saat sulit pun tetap memohon bantuan kepada Tuhannya, bukan kepada manusia. Dan hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang-orang pilihan, para kekasih Allah swt. yang setiap harinya selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Hal ini sekaligus menunjukkan betapa manusia hanya bisa berdoa mengharap belas kasihan Tuhannya, apalagi saat berhadapan dengan kekuatan alam yang merupakan tajjali dari-Nya.