Kisah: Gemar Menjaga Lingkungan, Allah Menyuruh Awan Untuk Menyirami Kebun Si Fulan

Kisah: Gemar Menjaga Lingkungan, Allah Menyuruh Awan Untuk Menyirami Kebun Si Fulan

Kisah: Gemar Menjaga Lingkungan, Allah Menyuruh Awan Untuk Menyirami Kebun Si Fulan

Karena kebiasaannya bersedekah dan menjaga lingkungan, seorang petani mendapat kemuliaan dari Allah Swt. Allah memerintahkan awan untuk menyirami kebun yang ia tanam.

Alkisah, ada seorang laki-laki yang berada di sebuah tempat yang sunyi. Laki-laki tersebut tiba-tiba mendengar suara ghaib. Ternyata suara itu datang dari sebuah awan yang lewat di atas kepalanya. Dari awan tersebut dia mendengar sebuah perintah agar awan itu menyiram kebun si fulan. Mendengar suara tersebut, si laki-laki pun tergelitik untuk mendengarkan dan menyimaknya. Akhirnya, ia pun penasaran dan ingin mengetahui tentang si fulan yang disebut oleh suara ghaib dari awan tersebut.

Laki-laki itu mengamati ke mana arah awan itu pergi. Setelah diamati, tiba-tiba awan tersebut berhenti dan menurunkan air hujan di sebuah pekarangan tanah berbatu. Laki-laki tersebut melihat air hujan yang turun ke bumi. Air hujan yang turun tersebut, kemudian membentuk aliran air yang mengalir ke suatu tempat. Karena penasaran dengan kejadian luar biasa itu, sang laki-laki kemudian menelusuri air hujan yang sudah mengalir hingga akhirnya ia sampai di sebuah kebun.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim Kitab Az-Zuhd Wa Ar-Raqq, Bab Sedekah Kepada Orang-Orang Miskin. Hadis dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Saw pernah berkata; “ketika seorang laki-laki berada di tempat yang sunyi, ia mendengar suara awan, “siramilah kebun Fulan”. Tiba-tiba awan tersebut menurunkan air hujan yang mengalir dan mengarah ke arah sebuah kebun.

Ketika sampai di sebuah kebun, sang laki-laki tersebut bertemu dengan sosok fulan yang sedang berdiri di kebun itu, dan mengalirkan air dengan cangkul yang dibawanya ke semua penjuru kebun. Si laki-laki kemudian bertanya kepada laki-laki yang sedang berada di kebun tersebut, “wahai hamba Allah, siapa namamu?” Dia kemudian menjawab, “Fulan”. Mendengar jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan, laki-laki tersebut kaget ternyata namanya sama dengan nama yang didengarnya dari awan yang menurunkan air hujan.

Sang pemilik kebun lalu balik bertanya, “Wahai hamba Allah, kenapa engkau bertanya tentang namaku.” Si laki-laki menjawab, “Sesungguhnya aku baru saja mendengar suara di awan yang mana airnya adalah yang sampai di sini.

Kira-kira bunyi suaranya seperti ini, “Siramilah kebun Fulan, yaitu namamu. Apa yang kau lakukan kepadanya?” Sang pemilik kebun lalu menjawab, “Karena kamu berkata seperti itu, maka aku melihat hasil kebunku. Sepertiganya aku sedekahkan kepada para fakir miskin, sepertinya lagi aku makan bersama keluargaku, dan sepertiganya lagi aku kembalikan kepada kebun ini yang mempunyai haknya. Yaitu dengan merawatnya dari hasil yang sudah aku peroleh ini.”

Ternyata sebab membagi hasil kebunnya dengan adil, petani tersebut mendapat kemuliaan dari Allah Swt. Hingga awan pun diperintahkan untuk menyirami kebunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Allah Swt menjaga orang-orang saleh yang adil dan suka bersedekah, serta menjaga lingkungan dengan tidak mengeksploitasinya secara berlebihan.

Selain itu, Allah Swt juga menyukai hamba-hamba-Nya yang berimbang dalam mengelola sumber daya alam, dengan tidak mengeksploitasinya secara berlebihan sampai rusak, tanpa melakukan perawatan untuk memulihkannya. Sebagaimana yang dilakukan oleh pemilik kebun dalam kisah di atas, yang memberikan sepertiga hasil panennya untuk merawat kembali kebunnya supaya tetap subur dan tidak rusak.

Hikmah lainnya adalah bahwasanya, definisi saleh itu bukan hanya sebatas ritual ibadah saja. Tetapi juga terdapat saleh secara sosial, yaitu berbubungan dengan makhluk cipataan Allah Swt yang lain dengan baik. Salah satunya adalah adil dalam menjaga lingkungan dan alam semesta, tidak berlebihan dalam mengeksploitasinya apalagi sampai merusaknya. Sebab alam beserta isinya atau dalam hal ini lingkungan hidup, merupakan tempat tinggal manusia. Jika alam dan lingkungan rusak, tentu kehidupan umat manusia menjadi tidak stabil.

Karena dalam hidup, saleh dalam ritual ibadah saja tidak cukup. Apalagi beribadah hingga meninggalkan bekerja untuk menafkahi keluarga. Tetapi juga perlu saleh secara sosial, salah satunya adalah dengan bekerja untuk menafkahi keluarganya, berbuat adil terhadap lingkungan sekitarnya. Baik itu lingkungan yang dihuni oleh manusia, maupun tumbuhan dan hewan.

Adapun hal yang paling penting untuk diingat, bahwasanya alam semesta ini adalah milik Allah Swt. Allah Swt adalah Tuhannya, Penciptanya, dan Pengaturnya. Manusia hanya ditugaskan sebagai khalifah atau pemimpin yang mengelola dan menjaganya supaya tidak rusak. Bukan malah merusaknya.

Wallahu a’lam bisshawab. [rf]