Kisah Filsuf dan Nahkoda yang Meramalkan Nasib Manusia di Kitab Jalaludin Rumi

Kisah Filsuf dan Nahkoda yang Meramalkan Nasib Manusia di Kitab Jalaludin Rumi

Jalaludin Rumi menaiki sebuah perahu, begini kisahnya

Kisah Filsuf dan Nahkoda yang Meramalkan Nasib Manusia di Kitab Jalaludin Rumi

Ali adalah seorang filsuf yang beranggapan tahu segalanya. Ia memang orang yang mempunyai pengetahuan luas tentang filsafat, ilmu pengetahuan, sains, dan seni. Setiap waktu, Ali selalu menunjukkan kepandaiannya itu.

Sahabat Ali, Sam, merasa risih dengan kesombongan Ali. Namun, setiap beradu argumentasi, mulut Sam selalu terkunci, tak bisa mematahkan argumentasi Ali.

Suatu kali, Sam mengajak Ali untuk berlayar. Maksud Sam adalah agar Ali bisa melihat cara hidup lain dan beragam kesulitan yang belum pernah ia temui. Ali pun menerima ajakan itu.

Selama di laut, Ali berceloteh tentang filsafat, sains, dan seni. Kepada nahkoda kapal dia berseloroh: “apakah engkau tahu filsafat? ”

Nahkoda kapal menjawab :”tidak ”

Ali kembali bertanya :”apakah engkau tahu tentang atom, Proton, atau neutron? ”

Nahkoda kapal menjawab :”tidak ”

Seolah ingin menunjukkan kepandaiannya, Ali kembali bertanya :”apakah engkau tahu teori evolusi, Marxisme atau materialisme? ”

Dengan nada agak kesal, nahkoda kapal kembali menjawab :”tidak ”

Ali pun berkomentar :”sungguh sayang, umurmu habis tanpa mempunyai pengetahuan tentang hal ini ”
Sang nahkoda diam dan fokus pada pekerjaannnya. Ali pun berceloteh tentang pemerintahan yang baik, tentang politik, tentang hukum-hukum fisika dan seterusnya dan sebagainya.
Kapal pun terus melaju diiringi suara Ali yang sangat pandai itu. Ali adalah profesor yang tahu segala hal.

Malam berikutnya, dalam perjalanan pulang, nahkoda kapal merasa was was. Cuaca terlihat tidak bersahabat, awan gelap tampak mengepung di lautan. Benar saja, sesaat kemudian, hujan disertai badai menghantam perahu itu. Pun, perahu oleng kesana-kemari.

Air laut banyak yang masuk ke kapal. Nahkoda kapal berseru agar seluruh awak kapal segera meninggalkan kapal dan pindah ke perahu pelampung yang sudah diturunkan. Namun, perahu pelampung itu tidak mencukupi.

Sang nahkoda dan awak kapal pun bersiap turun ke laut untuk berenang. Sebelum turun, sang nahkoda teringat pada Ali dan ia memerintahkan anak buahnya untuk mencari Ali.

Ali tampak berjalan terhuyung-huyung, tangannya memegang cabin. Nahkoda kapal berteriak :”hai Ali, ayo cepat kita harus segera melompat sebelum kapal ini tenggelam..!! ”

Dengan nada cemas dan takut, Ali menjawab :”aku tidak bisa berenang..!! ”

Nahkoda kapal pun berkata :”sungguh sayang, umurmu terbuang sia-sia karena tidak tahu ilmu berenang “.

Ali pun, akhirnya, dipandu oleh dua awak kapal agar tetap mengambang di lautan. Akhirnya, seluruh penumpang dan awak kapal diselamatkan oleh kapal lain setelah badai reda.

Setelah kejadian itu, Ali bersahabat dengan nahkoda kapal. Dan, suatu hari, Ali memberi hadiah sebuah lukisan yang indah, berupa kapal yang dihantam ombak. Di bawah lukisan itu tertulis sebuah caption :

“hanya benda-benda kosong yang terapung di permukaan air. Kosongkan dirimu dari sifat-sifat kemanusiaan dan engkau akan mengapung di lautan penciptaan “

*Disadur dari Masnawi Jalaluddin Rumi