Kisah Dua Muadzin Meninggal Su’ul Khatimah

Kisah Dua Muadzin Meninggal Su’ul Khatimah

Kisah Dua Muadzin Meninggal Su’ul Khatimah

Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu memohon kepada Allah agar kita tetap dalam keadaan beriman kepada-Nya pada saat ajal tiba. Karena meskipun selama hidup kita senantiasa mengucapkan syahadat dengan melantunkan azan dan lain sebagainya, belum tentu kita membawa kalimat syahadat di akhir hidup kita.

Ismail Haqqi bin Musthafa menyebutkan sebuah kisah dalam kitabnya Ruhul Bayan, bahwa ada dua orang yang meninggal su’ul khatimah padahal selama hidupnya dia sudah menjadi muazzin selama 40 tahun, dan satu orang lagi selama 30 tahun. Kisah ini bersumber dari Abdullah bin Ahmad, dia berkisah sebagai berikut.

Ketika kami sedang thawaf di sekitar ka’bah, ada seorang lelaki yang bergelantungan pada kelambu ka’bah dan dia sambil berdoa, ‘Ya Allah wafatkan kami dalam keadaan islam,’ dia tidak menambah apapun dalam doanya selain doa tersebut.

Karena penasaran, lalu saya bertanya pada lelaki tersebut, “Kenapa kamu tidak menambah sesuatu dalam doamu?”

Dengan agak sedih hati, lelaki itu menjawab, “Andai kamu mengerti apa yang saya alami, pasti kamu tidak akan bertanya demikian.”

Saya bertanya lagi, “Emangnya apa yang pernah kamu alami?”

Lelaki tersebut kemudian menjawab sambil bercerita, “Saya punya dua saudara, yang tertua menjadi muadzin selama 40 tahun. Ketika dia sekarat, dia meminta al-Qur’an. Kami mengira dia ingin mengharap barokahnya atau mau membacanya beberapa ayat. Namun kenyataannya tidak demikian. Dia mengambil al-Qur’an dengan tangannya dan minta disaksikan pada orang yang hadir pada waktu itu, bahwa dia sudah bebas dari al-Qur’an dan dia berpindah agama dan meninggal dengan beragama Nasrani. Setelah dia dikubur, saudaraku yang kedua yang menjadi muadzin selama 30 tahun dan dia bernasib sama dengan kakak tertua, yaitu mati dalam keadaan beragama Nasrani. Semoga kami diselamatkan oleh Allah. Saya takut nasibku seperti saudara-saudarku. Dan saya berdoa agar Allah menjaga agamaku.”

Saya bertanya lagi pada laki-laki tersebut, “Dosa apa yang dilakukan kedua sudaramu itu?”

Dia menjawab, “Mereka selalu mencari dan meneliti kesalahan dan aib orang lain.”