Kisah Dihyah bin Khalifah Al-Kalabi, Sang Pembawa Surat Rasulullah Kepada Kaisar Romawi

Kisah Dihyah bin Khalifah Al-Kalabi, Sang Pembawa Surat Rasulullah Kepada Kaisar Romawi

Ini kisah Dihyah bin Khalifah Al-Kalab, yang jarang didengar tentang pembawa surat Rasul

Kisah Dihyah bin Khalifah Al-Kalabi, Sang Pembawa Surat Rasulullah Kepada Kaisar Romawi

Saat Rasulullah Saw hidup, ada dua kerajaan besar yang saling bermusuhan, yaitu Romawi dan Persia. Perang di antara keduanya menghasilkan kemenangan yang silih berganti. Pada suatu saat Romawi yang menang, pada saat yang lain Persialah yang menaklukkan lawannya.

Pada mulanya Persia yang menang, mereka menguasai Palestina dan Mesir, menaklukkan Baitul Maqdis di Yerusalem dan berhasil merebut salib besar (the truth cross) yang disucikan orang Romawi yang beragama Kristen.

Setelah itu berganti Romawi yang menang. Mereka berhasil merebut kembali Mesir, Syam, dan Palestina.

Paus yang menjadi pemimpin umat Nasrani sedunia adalah Honorius, yang sejak awal mendengar gerakan dakwah Rasulullah Saw di Mekkah sudah dipuji-pujinya sebagai gerakan menegakkan kebenaran Tauhid dari anak-anak Nabi Ismail. Apa pun laporan yang beliau terima tentang gerakan Rasulullah Saw yang mendapat tantangan keras dari kaum musyrikin dan orang-orang Yahudi, selalu diterima dengan sanjungan dan puja-puji. Sikap, kata-kata dan tindakan Paus Honorius yang membenarkan gerakan dakwah Rasulullah Saw itu sangat mempengaruhi Kaisar Romawi saat itu, yaitu Heraklius.

Itu sebab Heraklius, kaisar Romawi saat ingin memenuhi nadzarnya dengan berziarah ke Yerusalem dengan berjalan kaki untuk mengembalikan salib besar ke tempatnya semula, dilakukan dengan diam-diam mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang Rasulullah Saw. Tindakan Heraklius mengumpulkan informasi tentang Rasulullah Saw sangat aneh, sebab keagungan dan kemuliaan Kerajaan Romawi saat itu sangat besar di dunia terutama di Syam, Mesir, Anatolia, hingga Afrika.

Nama kerajaan Romawi, seperti juga kerajaan Persia  benar-benar menggetarkan hati para penguasa kecil di daerah sekitarnya. Tidak ada sebuah kerajaan kecil pun yang mempunyai pikiran untuk menentang kehendak kekaisaran Romawi maupun Persia. Yang mereka inginkan adalah berdamai dengan kedua kekuatan besar itu. Termasuk hal itulah yang selama ini telah dilakukan oleh negeri-negeri Arab.

Yaman dan Irak berada di bawah pengaruh Persia. Sementara itu Mesir sampai ke Syam di bawah kekuasaan Romawi.

Rasulullah Saw  tidak pernah ragu sedikit pun untuk mengajak orang kepada agama yang benar, agama yang akan menyelamatkan manusia dari kesengsaraan tiada batas di akhirat nanti. Apalagi perjanjian Hudaibiyah sudah menjamin bahwa tidak akan ada peperangan dengan orang Quraisy selama 10 tahun kecuali jika perjanjian itu dilanggar oleh salah satu pihak, maka ini adalah saat yang tepat untuk menyebarkan dakwah Islam seluas mungkin tanpa takut dihambat oleh orang Quraisy.

Rasulullah Saw mengutus Dihyah bin Khalifah Al-Kalabi untuk menyampaikan surat kepada Heraklius, yang saat itu sedang berada di Baitul Maqdis. Surat Rasulullah Saw itu berbunyi,

_Bismillahirrohmanirrohim_

_Dari Muhammad bin Abdullah kepada Heraklius pemimpin Romawi.  Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk. Masuklah Islam niscaya tuan akan selamat. Masuklah Islam niscaya Allah akan melimpahkan pahala kepada tuan dua kali lipat. Namun jika tuan berpaling maka tuan akan menanggung dosa rakyat Arisiyin._

_”Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)._ Surah Ali ‘Imran (3:64)

Ketika surat itu sampai kepada Heraklius, Kaisar Romawi itu memerintahkan anak buahnya untuk mendatangkan seseorang dari bangsa Arab yang mengenal  Nabi Muhammad  Saw.

Kebetulan saat itu Abu Sufyan dan rombongan pedagang Quraisy sedang berada di Yerusalem. Abu Sufyan pun dihadapkan kepada kaisar Heraklius dalam pertemuan yang dihadiri oleh para pembesar Romawi.

“Siapa di antara kalian yang mempunyai ikatan darah yang paling dekat dengan orang yang mengaku sebagai Nabi itu?” tanya penerjemah Heraklius.

“Akulah orang yang paling dekat hubungan darahnya dengan dia,” jawab Abu Sufyan.

“Mendekatlah kemari!” pinta Heraklius.

“Bagaimana nasibnya di tengah kalian?” tanya Heraklius melalui penterjemahnya.

“Dia adalah orang terpandang di antara kami,” jawab Abu Sufyan.

Lalu Heraklius terus bertanya tentang Rasulullah Saw yang selalu dijawab Abu Sufyan dengan jujur.

Akhirnya Heraklius berkata, “Aku sudah menanyakan kepadamu, apakah kalian menuduhnya pembohong sebelum dia mengatakan apa yang dikatakannya? Engkau menjawab tidak.  Memang aku tahu, tidak mungkin dia berdusta terhadap manusia dan terhadap Allah.”

“Aku sudah menanyakan kepadamu apakah yang mengikutinya dari kalangan orang-orang yang terpandang ataukah orang-orang yang lemah? Engkau katakan, orang-orang lemahlah yang paling banyak mengikutinya. Memang begitulah pengikut para rasul,” lanjut Heraklius.

“Aku sudah menanyakan kepadamu adakah seseorang yang murtad dari agamanya karena benci terhadap agamanya itu setelah dia memasukinya? Engkau katakan tidak ada. Memang begitulah Jika iman sudah meresap ke dalam hati,” kata Heraklius.

“Aku sudah menanyakan kepadamu Apakah dia pernah berkhianat? Engkau katakan tidak pernah. Memang begitulah para rasul memang tidak pernah berkhianat.”

“Aku sudah menanyakan kepadamu apakah yang diperintahkannya’? Engkau katakan bahwa dia menyuruh kalian untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengannya, melarang kalian menyembah berhala, menyuruh kalian mendirikan shalat, bersedekah, jujur, dan menjaga kehormatan diri. Jika yang engkau katakan ini benar, maka dia akan menguasai tempat di mana kedua kakiku saat ini berpijak. Jauh-jauh sebelumnya aku sudah menyadari bahwa orang yang seperti dia akan muncul dan aku tidak menduga bahwa dia berasal dari tengah masyarakat kalian. Andaikata aku bisa bebas bertemu dengannya, aku lebih memilih bertemu dengannya. Andaikan aku berada di hadapannya, tentu akan kubasuh kedua telapak kakinya,”

Setelah itu Heraklius meminta surat Rasulullah Saw dibacakan sampai selesai. Segera saja suara gaduh  terdengar di sana-sini.