Alkisah, suatu ketika Abul Qasim al-Jili menjenguk lbrahim bin lshaq al-Harbi yang sedang mengidap suatu penyakit parah yang nyaris membuatnya meninggal dunia.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya Shifat ash-Shafwah, kepada Abul Qasim, Ibrahim al-Harbi berkata, “Wahai Abul Qasim, aku menghadapi sebuah perkara besar dengan putriku.” Ibrahim kemudian memanggil putrinya, sambil berkata , “Berdirilah! Temuilah pamanmu!”
Putri lbrahim al-Harbi kemudian keluar. Sembari melepas kerudung yang menutup wajahnya, lbrahim kembali berkata kepada putrinya, “lni adalah pamanmu. Bicaralah dengannya!”
Putri lbrahim kemudian berkata, “Wahai paman, kami menghadapi sebuah masalah besar, tidak di dunia dan tidak pula di akhirat. Sepanjang bulan dan waktu, kami tidak memiliki makanan selain sedikit makanan basah dan garam. Kadang kami makan dengan lauk berupa garam. Kemarin Khalifah Al-Mu’tadhid memberikan uang 1000 dinar; namun ayah tidak mau mengambilnya. Ada orang lain yang juga memberinya uang, namun ayah tidak mau menyentuhnya sama sekali, padahal ia sedang sakit parah.”
Mendengar perkataan putrinya, lbrahim pun menoleh ke arahnya dan tersenyum. Kepada putrinya tersebut, dia kemudian berkata, “Wahai putriku, kamu takut miskin?”
“ lya!” Jawab Putri Ibrahim al-Harbi
Mendengar jawaban anak perempuannya tersebut, Ibrahim pun berkata, “Lihatlah ruangan pojok itu!”
Putri lbrahim kemudian melihat ruangan pojok yang dimaksud oleh ayahnya, dan ternyata di sana ada banyak buku.
Ibrahim al-Harbi lalu berkata kepada putrinya, “Di sana terdapat 12.000 jilid buku. Aku menulisnya dengan tanganku sendiri. Jika aku meninggal, jual lah sebuah buku setiap harinya untuk ditukar dengan uang satu dirham. Barangsiapa memiliki 12.000 dirham, berarti dia bukanlah orang miskin.”
Kekayaan seseorang bukan hanya dihitung dan dilihat dari hartanya saja, namun juga dari ilmu dan pengetahuan, serta akhlak yang dimilikinya. Namun, banyak manusia yang takut miskin karena tidak mendapatkan warisan berupa harta. Padahal, sebaik-baik warisan adalah ilmu pengetahuan yang dibarengi dengan pengamalan dan disebarluaskan, agar bermanfaat untuk umat manusia. Dan salah satu cara agar ilmu itu bermanfaat adalah dengan mengajarkannya dan mengabadikannya melalui sebuah karya.
Allah swt. juga menjanjikan akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, bukan orang-orang yang berharta. Sebab, ilmu akan menjaga pemiliknya, sedangkan pemilik harta akan menjaga hartanya. Ilmu adalah penguasa atas harta, sedangkan harta tidak berkuasa atas ilmu.
Oleh sebab itu, kekayaan ilmu lebih mulia daripada kekayaan harta. Karena kekayaan harta berada di luar hakikat manusia, seandainya harta itu musnah dalam satu malam, jadilah manusia orang yang miskin seketika. Sedangkan kekayaan ilmu tidak dikhawatirkan kefakirannya, bahkan ia akan terus bertambah selamanya, karena pada hakikatnya ia adalah kekayaan yang paling tinggi. Dan untuk mencapai kekayaan yang paling tinggi, tentu harus digapai dengan berbagai cobaan yang harus dilalui.