Belajar dari Kisah Abu Umamah al-Bahili yang Terlilit Hutang

Belajar dari Kisah Abu Umamah al-Bahili yang Terlilit Hutang

Kisah gundahnya Abu Umamah al-Bahili karena terlilit hutang ini memberika kita banyak pelajaran. Apa saja?

Belajar dari Kisah Abu Umamah al-Bahili yang Terlilit Hutang

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Abu Daud dari Said al-Khudri, terdapat sebuah kisah inspiratif yang bisa kita ambil hikmah darinya. Suatu ketika, Rasulullah menjumpai seorang laki-laki dari sahabat Anshar yang sedang duduk-duduk di masjid saat orang lain sedang sibuk bekerja. Sahabat Anshar ini biasa dipanggil dengan sebutan ‘Abu Umamah al-Bahili’. Raut mukanya nampak sedang murung seolah ia dalam masalah yang sangat besar. Melihat hal itu, Rasulullah lantas bertanya,

“Wahai Abu Umamah, kenapa kamu duduk-duduk di masjid di selain waktu shalat?”

“Saya sedang gundah dan terlilit hutang ya Rasulullah!” Jawab Abu Umamah.

Kemudian Rasulullah balik bertanya, “Maukah engkau aku ajarkan sebuah doa yang apabila kamu membacanya, maka Allah akan menghilangkan gundahmu dan membayarkan hutang-hutangmu?”

Mendengar ucapan Rasulullah, Abu Umamah tampak sumringah seraya menjawab, “Tentu, ya Rasulullah,,,,”

Nabipun melanjutkan, “Bacalah doa ini di waktu pagi dan sore.”

(Allahumma innî ‘aûdzu bika minal hammi wal hazan, wa a’ûdzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’ûdzu bika minal bukhli wal jubni wa a’ûdzu bika min ghalabatid dain wa qahrir rijâl.)

“Ya Allah, saya mohon perlindungan kepadaMu dari kegundahan dan kesedihan, saya juga mohon perlindungan dari sifat lemah dan malas, bakhil dan pengecut; saya minta perlindungan kepadaMu dari hutang yang bertumpuk-tumpuk dan dari orang yang suka menghardik.”

Singkat cerita, Abu Umamah mengamalkan doa ini pada saat pagi dan sore hari. Akhirnya, ia bisa membayar hutang-hutangnya dan tidak sedih lagi. Dengan sumringah, ia berkisah,

“Saya mengamalkan doa tersebut, kemudian Allah menghilangkan kesedihanku dan membayarkan hutang-hutangku.”

***

Ada beberapa hikmah yang bisa kita pelajari dari kisah inspiratif ini. Pertama, dalam kisah ini kita bisa belajar tentang pentingnya berdoa dalam Islam. Nabi mengajarkan ummatnya untuk berdoa dalam setiap aktifitas sehari-hari. Mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, hampir semua aktifitas ada doanya, doa makan, minum, bercermin, mau kamar mandi untuk berak, mau ke masjid bahkan sampai mau berhubungan suami-istri saja ada doa yang diajarkan oleh Rasulullah.

Doa adalah harapan dan permohonan dari seorang hamba kepada Tuhannya agar diberikan kebaikan dalam segala kehidupannya. Dengan berdoa, kita menyadari bahwa manusia adalah makhluk terbatas yang membutuhkan bantuan Tuhan dalam berbagai hal.

Dalam konteks hadis ini, Rasulullah mengajarkan kita agar terhindar dari sifat-sifat atau hal buruk yang disebutkan dalam hadis, di antaranya adalah bertumpuk-tumpuknya hutang.

Kedua, dalam hadis ini, Rasulullah mengajarkan kepada kita tentang pentingnya berusaha dan bekerja. Hal ini ditunjukkan dengan pertanyaan Rasulullah kepada Abu Umamah, kenapa dia duduk-duduk di masjid di selain waktu shalat dan di saat orang lain sedang sibuk berusaha.

Dalam Islam, orang yang bekerja sangat diapresiasi setinggi-tingginya jika pekerjaan tersebut diniati dengan benar. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabarani, Nabi pernah bersabda, “Barangsiapa bekerja untuk kedua orang tuanya, maka ia berada di jalan Allah, barangsiapa yang bekerja untuk anaknya yang masih kecil maka ia berada di jalan Allah, barang siapa yang bekerja untuk dirinya sendiri agar ia tidak minta-minta, maka ia juga berada di jalan Allah.”

Ketiga, dari hadis ini, kita juga bisa belajar tentang konsep tawakal yang ideal dalam Islam. bahwa konsep tawakal dalam Islam yang benar bukan hanya pasrah berpangku tangan kepada Allah, tetapi konsep tawakal dalam Islam adalah berusaha sekuat tenaga kemudian baru menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.

Abu Umamah yang sedang dilanda masalah terkesan berpangku tangan saja tanpa ada usaha sehingga ia duduk-duduk di masjid dengan hatinya yang galau. Maka,Rasulullah hadir dan menyuruhnya untuk bangkit bekerja dan tidak bermalas-malasan.

Keempat, kehadiran Rasulullah di kalangan sahabat selalu menjadi pengurai masalah dengan bijak. Persoalan-persoalan yang terjadi selalu dicarikan penyelesaiannya dengan kepala dingin, sehingga orang yang bermasalah menjadi bangkit dari keterpurukan serta optimis kembali.

Begitulah akhlak Rasulullah Saw yang selalu menjadi sahabat yang baik bagi sahabat-sahabatnya yang sedang mendapatkan masalah. Jika kita ingin mengikuti sunnah Rasul Saw, maka kehadiran kita dalam masyarakat seharusnya menjadi pemecah persoalan bukan malah sebaliknya.

Wallahu a’lam bish-Shawâb.