Pada masa kehidupan Abu Nawas, ada sebuah kasus pelik. Seorang bayi yang diakui oleh dua orang perempuan yang ingin mengaku sebagai ibu dari sang bayi tersebut. Kedua perempuan tersebut sama-sama ingin memiliki anak. Namun hakim yang pada waktu itu menangani kasus tersebut kesulitan untuk mengambil keputusan. Perempuan manakah yang menjadi ibu asli dari bayi tersebut.
Karena kasus tersebut berlarut-larut dan tidak kunjung selesai, sang raja, dalam hal ini Harun al-Rasyid, dimintai bantuan oleh sang hakim. Harun al-Rasyid akhirnya mau membantu sang hakim, dengan memberikan taktik salah satunya adalah taktik rayuan. Menurutnya sang raja, dengan menggunakan cara-cara yang halus, satu di antara dua wanita tersebut ada yang akan mengalah.
Namun cara yang dilakukan sang raja, justru membuat kedua perempuan tersebut makin mati-matian untuk saling mengaku sebagai ibu dari bayi tersebut. Hingga akhirnya sang raja putus asa. Beliau kemudian memanggil Abu Nawas untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Abu Nawas pun bersedia, dan menggantikan posisi sang hakim untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tetapi, dia tidak langsung memutuskan perkara tersebut pada waktu itu juga. Dia memilih menundanya pada hari berikutnya.
Pada hari berikutnya, sidang pengadilan dilanjutkan untuk memutuskan siapa ibu sebenarnya dari bayi tersebut. Pada sidang tersebut, Abu Nawas memanggil seorang Algojo yang membawa pedang di tangannya. Kemudian dia memerintahkan supaya sang bayi diletakkan di atas meja.
Kedua perempuan tersebut saling memandang, karena melihat kelakuan Abu Nawas. Mereka berdua kemudian berucap, “Apa yang akan kau lakukan terhadap bayi tersebut?” Abu Nawas kemudian menjawab, “Sebelum saya mengambil tindakan. Apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan sang bayi kepada yang berhak memilikinya?” Kedua perempuan tersebut menjawab, “Tidak, bayi itu adalah anakku”. Ternyata kedua perempuan tersebut masih saling ngotot dan tidak mau mengalah.
Melihat kedua perempuan tersebut yang masih saling ngotot, Abu Nawas kemudian mengeluarkan ancaman, “Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi tersebut dan tidak ada yang mau mengalah. Maka saya terpaksa membelah sang bayi menjadi dua sama rata.”
Melihat ancaman dari Abu Nawas, perempuan pertama girang bukan kepalang. Sedangkan perempuan kedua menjerit histeris dan berkata, “Jangan, tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi tersebut seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu.” Topeng kedua perempuan tersebut akhirnya terbuka. Abu Nawas langsung mengambil dan menyerahkan sang bayi kepada perempuan kedua. Dan meminta supaya perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya tersebut.
Begitulah sosok seorang perempuan yang bernama ibu, ia mempunyai ikatan batin yang sangat kuat dengan anaknya. Melihat anaknya sakit saja ia tidak tega dan begitu khawatir, apalagi menyaksikan anaknya disembelih di depan matanya langsung. Ibu adalah sosok yang selalu menjadi tempat keluh kesah bagi anak-anaknya. Seperti matahari, kasih sayangnya tidak pernah lekang oleh waktu. [rf]
Baca juga kisah-kisah Hikmah lainnya di tautan ini