Bangun malam dan melakukan shalat malam merupakan salah satu cara seorang hamba untuk lebih dekat (taqarrub) dengan Penciptanya. Suasana malam yang sangat sepi tanpa kebisingan menjadikan beribadah (qiyamul lail) semakin bertambah khusyuk nan khidmah.
Malam juga disebut waktu yang paling utama untuk mendekatkan diri dan bersimpuh kepada Sang Pencipta, karena di saat semua hamba sedang menikmati waktu istirahat dari segala aktifitas dan hanya sedikit orang yang mampu menanggalkan rasa kantuknya untuk bangun, mengambil air wudhu dan bersimpuh di hadapan Allah Swt.
Sayangnya, terkadang bagi beberapa orang bangun malam untuk melakukan beberapa ibadah adalah suatu hal yang sangat berat untuk dikerjakan. Meskipun telah memasang alarm dan pengingat yang berlapis agar bisa terbangun, terkadang hal itu pun masih terasa berat bahkan masih terlewatkan begitu saja.
Imam al-Ghazali dalam kitab Ikhya’ Ulumiddin menulis satu bab khusus yang menjelaskan kiat-kiat agar bisa bangun dan beribadah di malam hari (qiyamul lail) dengan ringan dan mudah tanpa diliputi kepayahan saat bangun tidur.
Menurut al-Ghazali ada delapan hal yang selayaknya harus dilakukan seseorang agar bisa bangun di malam hari untuk melaksanakan shalat malam dan ibadah lainnya. Delapan hal tersebut dibagi menjadi dua kategori, yakni empat hal yang bersifat lahiriyah atau dhohiriyah dan empat hal yang bersifat bathiniyah.
Empat hal lahiriyah yang harus dilaksanakan agar mudah bangun malam adalah:
Pertama, menghindari konsumsi makanan yang berlebih. Menurut al-Ghazali, orang yang banyak makan akan banyak pula minumnya serta akan banyak pula tidurnya. Hal ini lah yang akan menjadikan kita susah bangun di malam hari. Bahkan bagi guru tasawwuf, menghindari konsumsi makanan berlebih adalah anjuran yang selalu ditekankan kepada para muridnya agar bisa bangun malam dan tidak menyesal ketika telah meninggal nanti.
Kedua, mengurangi aktifitas di siang hari yang dapat menimbulkan kecapaian dan lelahnya tubuh serta urat syaraf. Ketika tubuh terasa lelah dan capek, maka akan dapat menambah waktu tidur.
Ketiga, tidak pernah meninggalkan qailulah (tidur sebentar) di siang hari. Karena selain sunnah, qailulah juga bisa membantu kita agar lebih mudah bangun untuk qiyamul lail sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Majjah dari Ibnu Abbas Ra.
Keempat, mengurangi perbuatan yang dapat menimbulkan dosa di siang hari. Menurut al-Ghazali yang mengutip pernyataan Hasan Bashri, bahwa dosa-dosa yang kita lakukan di siang hari sebenarnya mengikat jiwa kita agar tidak terbangun di malam hari. Selain itu, perbuatan dosa yang dilakukan pada siang hari menjadikan hati kita keras bagai batu dan membangun sekat antara diri kita dan rahmat Allah Swt.
Selain empat kita lahiriyah di atas, al-Ghazali juga memberikan kiat bathiniyah sebagai berikut:
Pertama, menjauhkan diri dari sifat iri, dengki dan hasud atas orang muslim yang lain, perbuatan jelek dari hati yang lain serta mengurangi rasa suka yang berlebihan terhadap kebendaan dan keduniawian. Sifat-sifat tersebut menjadikan kita susah dan berat untuk bangun malam. Jika kita mampu bangun malam, maka fikiran tentang dunia akan terus menggelayuti hati kita bahkan ketika bangun malam dan mengerjakan shalat malam.
Kedua, menambah rasa takut (khauf) atas azab dan siksaan Allah dalam diri kita. Hal ini merupakan salah satu kiat ampuh agar kita selalu mawas diri dan meminta ampun kepada Allah khususnya di waktu malam.
Sebagaimana diungkapkan Thawus:
إِنْ ذَكَرَ جَهَنَّمَ طَارَ نَوْمُ الْعَابِدِينَ
Artinya, “ketika seseorang mengingat (siksa) neraka jahannam, maka hilanglah rasa kantuk orang-orang yang beribadah.”
Seorang budak bernama Suhaib pernah dimarahi tuannya karena tidak pernah tidur di malam hari. Tuannya takut jika hal tersebut mengganggu pekerjaannya di siang harinya. Ternyata si Suhaib tidak bisa tidur karena teringat siksa neraka. Bahkan seorang budak lain ketika ia mengingat surga, bertambahlah kerinduannya untuk beribadah kepada Allah Swt.
Ketiga, menambah pengetahuan kita tentang keutaman-keutamaan qiyamul lail yang terdapat dalam al-Quran, hadits, ataupun atsar, sehingga bertambahlah harapan dan keinginan untuk meraih pahala dan ridha dari Allah Swt.
Keempat, memperkuat keimanan dan kecintaan kita kepada Allah Swt. Ketika rasa cinta kepada Allah telah tertanam dalam hati kita, maka kerinduan dan harapan untuk selalu bertemu dengan Allah serta mengharap ridhonya adalah suatu hal yang selalu dirindukan dan dilakukan.
Al-Ghazali sebagai seorang sufi pastilah telah memiliki berbagai pengalaman dalam menjalankan segala aktifitasnya sebagai seorang sufi. Sedangkan qiyamul lail adalah salah satu komponen yang tak bisa terpisahkan dari kehidupan seorang sufi. Hamba biasa yang jauh dari sifat dan amalan Imam al-Ghazali hanya bisa berusaha untuk selalu bisa mencontoh amalan-amalannya melalui karya-karya yang beliau tuliskan. Wallahu A’lam.