Kiai nyari mantu, 3 santrinya yg dianggap layak dipanggil. Pertama-tama sang kiai menanyakan nama, sekedar pembuka, karena sang kiai sebenarnya sudah tahu nama-nama santrinya.
“Namamu siapa, Cah bagus?” tanya kiai ke santri pertama.
“Anas, kiai,” jawabnya.
“Jadi hafal surat Annas?”
“Insya Allah, kiai.”
“Coba, saya pengen denger.”
Dan santri pertama bernama Anas itu pun melafalkan surat Annas dengan fasihnya, karena sdh hafal di luar kepala. Hampir tiap kali solat ia membacanya. Dengan ekspresi datar kiai mempersilakan santri pertama kembali ke gotakannya. Semua santri pasti memang hafal surat Annas. Kiai pun memanggil santri kedua.
Seperti yang pertama, sang kiai menanyakan nama.
“Nama saya Muhamad Ikhlas, kiai,” jawab santri.
“Jadi hafal surat al-ikhlas?”
“Insya Allah, kiai.”
Dan santri pun tanpa diminta langsung membaca surat ikhlas dengan fasihnya, tidak mau kalah dengan santri pertama. Sang kiai tersenyum tipis.
“Yo wis, apik,” kata kiai yang dilanjutkan dengan memanggil santri ke-3.
“Jenengmu sopo, Le?” tanya kiai dalam bahasa Jawa.
Santri terakhir ini dengan sedikit tegang menjawab, “Asmo saking bapak kulo Ali Imron, kiai. Tapi sama temen-temen biasa dipanggil Qulhu.”
???