Kiai Ali Mustafa Yaqub: Kiai Moderat dan Produktif Menulis

Kiai Ali Mustafa Yaqub: Kiai Moderat dan Produktif Menulis

Kiai Ali Mustafa Yaqub: Kiai Moderat dan Produktif Menulis

Tepat pada tanggal 28 April 2016 kemarin, Indonesia kembali kehilangan sosok ulama’ yang tegas dan moderat. Seorang imam besar masjid Istiqlal Jakarta dan juga sekaligus pengasuh Darus Sunnah International Institute for Hadith Sciences. Beliau adalah Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA.

Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA merupakan sosok kelahiran desa Kemiri, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah pada tanggal 2 Maret tahun 1952. Ayah beliau bernama Yaqub dan Ibu beliau bernama Zulaikha. Beliau memiliki tujuh saudara, dari tujuh bersaudara tersebut, satu dari kakaknya yang bernama Ahmad Dahlan Nuri Yaqub mengikuti jejak ayahnya sama seperti beliau, dan sekarang kakaknya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Darus Salam di Batang, Jawa Tengah.

Setelah belajar di SD dan SMP di desa tempat kelahirannya, beliau sebenarnya ingin melanjutkan ke pendidikan umum. Namun ayah beliau memasukkan beliau ke pesantren. Tepatnya di pesantren Seblak, Jombang, sampai tingkat Tsanawiyah. Yakni mulai tahun 1966 hingga 1969. Kemudian pada tahun 1969 hingga 1972 beliau melanjutkan nyantri-nya  di pesantren Tebuireng Jombang yang lokasinya tidak seberapa jauh dari pondok Seblak. Bahkan beliau sempat menimba ilmu di program studi syari’ah Universitas Hasyim Asy’ari
Jombang dan selesai pada tahun 1975.

Di Tebuireng, beliau menghafalkan beberapa kitab seperti Alfiyah Ibnu Malik, al-Baiqûniyyah, al-Waraqât, dan lain-lain. Beliau belajar di bawah asuhan para kiyai senior antara lain: KH. Idris Kamali, KH. Adhlan Ali, KH. Shobari, dan KH. Syamsuri Badawi.

Beliau kemudian melanjutkan S1 di pertengahan tahun 1976 atas beasiswa penuh dari pemerintah Arab Saudi, beliau kemudian masuk di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Imam Muhammad bin Sa’ud, Riyad, Saudi Arabia, hingga tamat dengan ijazah Licance (Lc) tahun 1980. Setelah lulus S1 beliau kemudian melanjutkan studi lagi di Universitas King Sa’ud Departemen Studi Islam jurusan Tafsir Hadis sampai tamat dengan ijazah master tahun 1985. Beliau melanjutkan jenjang doktoralnya pada tahun 2006 di universitas Nizamia Hyderabad India di bawah bimbingan M. Hasan Hitou, seorang Guru Besar Fiqih Islam dan Usul Fiqh universitas Kuwait serta Direktur lembaga studi Islam International di Frankfurt Jerman. Pada pertengahan tahun 2007. Bahkan Kiai Ali merupakan salah satu orang yang mendapatkan gelar profesor sebelum lulus ujian disertasinya

 

Imam Besar yang Produktif Menulis

Sejak menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal pada tahun 2005, beliau semakin semangat untuk mengembangkan keilmuan hadis di Indonesia. Beliau sangat aktif menulis. bahkan bisa dikatakan bahwa beliau  adalah ulama’  yang sangat produktif dalam berkarya. Beberapa karyanya diantaranya; Imam Bukhari Dan Metodologi Kritik Dalam Ilmu Hadis (1991); Kritik Hadis (1995); Peran Ilmu Hadis Dalam Pembinaan Hukum Islam (1999); MM A’zamî Pembela Eksistensi Hadis (2002); Hadis-Hadis Bermasalah (2003); dan Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan (2003).

Dalam bidang Fiqih meliputi: Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat Dan Kosmetika Dalam Perspektif al-Qur’an Dan Hadis (2009); Nikah Beda Agama Dalam Perspektif al-Qur’an Dan Hadis (2005); dan Imam Perempuan (2006).

Dalam bidang Dakwah meliputi: Nasihat Nabi Kepada Pembaca Dan Penghafal al-Qur’an (1990); Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi (1997); Kerukunan Umat Dalam Perspektif al-Qur’an Dan Hadis (2000); Pengajian Ramadhan Kiai Duladi (2003); Toleransi Antar Umat Beragama (2008); Ada Bawal Kok Pilih Tiram (2008); dan 24 Menit Bersama Obama (2010).

Selain itu ada beberapa beberapa buku beliau yang berisi kumpulan tulisan dari berbagai materi bahasan seperti al-Qur’ân, Tafsir, Hadis, Sirah Nabi saw, Dakwah, Aqidah, Tarbiyah, Fiqih, Tanya Jawab Keagamaan, dan lain-lain. Tulisan-tulisan tersebut pernah dimuat di berbagai media massa, baik surat kabar maupun majalah yang terbit di Jakarta. Tulisan-tulisan itu sebagian ada yang berasal dari makalah-makalah yang disampaikan beliau dalam berbagai seminar, simposium, lokakarya, temu ilmiah, dan ada juga yang berasal dari Tanya jawab yang diasuh oleh beliau di majalah. Buku-buku tersebut meliputi: Islam Masa Kini (2001); Fatwa-Fatwa Masa Kini (2002); Haji Pengabdi Setan (2006); Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (2007); Provokator Haji (2009); Islam Between War and Peace (2009) (buku  ini merupakan buku yang dihadiahkan kepada Obama saat berkunjung ke Istiqlal); dan Islam di Amerika (2009).

Karya-karya beliau tersebut ditulis dengan tiga bahasa; Arab, Inggris dan Indonesia. Bahkan sebelum beliau wafat, beliau masih sempat menulis beberapa buku. Diantaranya adalah Islam is not Only for Muslim. Buku ini beliau tulis dengan bahasa Inggris. Selain itu beliau juga pernah menulis buku yang berjudul “Titik-Temu NU-Wahabi” yang juga beliau terjemahkan dengan bahasa arab dengan judul: “al-Wahabiyah wa Nahdlatul Ulama: Ittifaqun fi al-Ushul la Ikhtilaf”.

Produktifitas beliau dalam menulis juga beliau tularkan kepada para santrinya. Beliau sering memberikan motivasi kepada para santri dengan adagium khas beliau: “Wa la tamutunna illa wa antum katibun”. Bagi beliau dakwah yang dilakukan melalui tulisan lebih banyak manfaatnya dari pada dakwah yang hanya dilakukan melalui lisan. Menurut beliau sebuah tulisan akan tetap kekal walaupun penulisnya sudah meninggal dunia (al-khattu yabqa zamanan fil ardhi wal katibul khatti tahta al-ardhi madfunun).

Moderasi Dakwah dan Toleransi

Salah satu hal yang khas dari Kiai Ali adalah dakwah yang dilakukan dengan damai dan moderat. Beliau sangat tidak suka dengan kelompok yang melakukan dakwah dengan cara-cara anarkis. Bagi beliau Amar makruf nahi mungkar tidak bisa dilakukan dengan mendatangkan kemungkaran baru.

Bagi beliau, dakwah juga tidak harus dengan menghapuskan tradisi. Salah satu pendapat beliau adalah mengenai doa birrumuz. Doa birrumuz ini adalah sebagaimana yang pernah dilakukan oleh nabi seperti saat sholat istisqa’ nabi membalik selendangnya. Bagi Kiai Ali, hal ini juga sama dengan tradisi masyarakat Indonesia yang meletakkan pohon kelapa di atap rumah dan hal-hal semacamnya. Menurut beliau, hal ini adalah bukan syirik. Melainkan doa birrumuz (doa dengan simbol) dan hal ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Banyak sekali hal-hal yang sering beliau ajarkan kepada para santrinya. Salah satunya adalah kebersihan. Bahkan saat menemukan sampah di halaman pesantren, beliau tidak malu untuk mengambil sampah tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Bagi beliau kebersihan adalah ciri khas seorang mukmin. Dan masih banyak lagi hal-hal yang bisa kita jadikan teladan dari beliau.

Kepergian beliau menghadap ilahi adalah merupakan sebuah bencana bagi umat manusia. Karena Allah mengambil ilmunya dengan cara mengambil ulama’. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan kepada seluruh santrinya untuk meneruskan perjuangan beliau. Dan Allah menempatkan beliau bersama Rasul yang sangat beliau cintai.

Kun khadiman li rasulillah. Ucapan itu yang sering beliau sampaikan kepada para santrinya. Bahkan beliau pernah berkata, jika Rasulullah masih hidup, beliau ingin menjadi khadim Rasulullah. Semoga keinginan beliau ini Allah kabulkan. Amin.