Kiai Ali Mustafa, Gus Dur, dan Mustafa al-A’zami

Kiai Ali Mustafa, Gus Dur, dan Mustafa al-A’zami

Kiai Ali Mustafa, Gus Dur, dan Mustafa al-A’zami

Almarhum Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub adalah salah satu ahli hadis yang dimiliki oleh Indonesia. Namun siapa sangka, ketertarikan Kiai Ali dengan hadis pertama kali diperkenalkan oleh Gus Dur, guru Kiai Ali ketika masih menimba ilmu di Tebuireng Jombang.

Kiai Ali memiliki hubungan erat dengan K.H. Abdurrahman Wahid dan Muhammad Mustafa al-A’zami, (seorang guru besar ilmu hadis Universitas King Sa’ud, Riyad, Arab Saudi adalah salah satu ulama pengkaji hadis dalam pergulatan pemikiran kontemporer yang banyak mengkritisi pemikiran tentang hadis orientalis). Bahkan dari Gus Dur lah Kiai Ali mengenal M.M. Azami saat masih menjadi mahasiswa IKAHA (sekarang UNHASY). Pada saat itu Gus Dur memberikan seminar di Tebuireng dengan judul makalah Sumbangan MM Azami dalam Penyelidikan Hadis.

Kedekatan Kiai Ali dengan M.M. Azami menjadikan beliau sebagai salah satu murid yang paling dekat. Bahkan Kiai Ali diberikan hak oleh M.M Azami untuk menerjemahkan karyanya yang berjudul “Hadis dan Sejarah Kodifikasinya”. Kedekatan Kiai Ali dengan M.M. Azami kemudian beliau ceritakan kepada Gus Dur ketika bersilaturrahim ke PBNU. Sehingga Gus Dur bersyukur dan bangga dengan Kiai Ali.

Saat masih belajar di pesantren Kiai Ali pernah memiliki cita-cita ingin merantau ke Papua. Bagi beliau merantau di daerah yang minim pendidikan agama seperti di Papua adalah merupakan tindakan yang sangat membantu perkembangan dakwah Islam. Bahkan beliau sering menuturkan kepada para mahasantri Darus-Sunnah bahwa dulu beliau sempat bermimpi memiliki gubug kecil di pelosok Papua yang ingin beliau jadikan tempat untuk mengajar ngaji di sana.

Namun cita-cita beliau ini urung terlaksana setelah diminta oleh tiga guru beliau agar tetap tinggal di Jakarta. Salah satu guru beliau tersebut adalah Gus Dur. Saat bertemu Gus Dur dan mengutarakan keinginannya Gus Dur memberikan arahan agar tetap di Jakarta. Karena berdakwah tidak harus di tempat terpencil. Di kota besar seperti Jakarta justru memiliki lahan dakwah yang lebih luas. Karena permasalahan di Jakarta begitu kompleks.

Dan akhirnya, beliau aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi. Di antaranya Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta untuk mata kuliah hadis dan ilmu hadis. Di samping sebagai dosen tetap IIQ Jakarta, beliau juga mengajar di Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) Jakarta, Pengajian tinggi Islam masjid istiqlal Jakarta.

Dalam perjalanan karir dosennya, beliau juga pernah mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sekarang telah menjadi UIN. Aktifitas mengajar di perguruan tinggi tersebut tak lepas dari keahlian beliau yaitu hadis dan ilmu hadis. Sehingga pada puncaknya beliau mendirikan Pesantren luhur Darus Sunnah pada tahun 1997, yang sekarang terkenal dengan Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, tempat beliau mengabdi hingga akhir hayat.

Walaupun Kiai Ali tidak bisa tinggal di Papua, keinginannya untuk mengabdi di sana tetap terlaksana meskipun tidak secara langsung. Kiai Ali tetap bisa mengabdi untuk Papua dengan mengirimkan para dai kesana. Bahkan secara rutin hingga sekarang, melalui Yayasan Wakaf Darus-Sunnah ia mengirimkan para mahasantrinya untuk mendakwahkan Islam di sana. Al-fatihah untuk Gus Dur dan Kiai Ali…