Khutbah Rasulullah di Arafah, Momentum Penting dalam Sejarah HAM

Khutbah Rasulullah di Arafah, Momentum Penting dalam Sejarah HAM

Khutbah Rasulullah di Arafah, Momentum Penting dalam Sejarah HAM
A Muslim pilgrim prays on Mount Mercy on the plains of Arafat outside the holy city of Mecca December 7, 2008. More than two million Muslims began the haj pilgrimage on Saturday, heading to a tent camp outside Mecca to follow the route Prophet Mohammad took 14 centuries ago. REUTERS/Ahmed Jadallah (SAUDI ARABIA)

Islami.co, (Haji 2024) – Satu peristiwa penting di akhir perjalanan dakwah Rasulullah Saw. adalah ketika beliau menyampaikan khutbah di Arafah yang kemudian dikenal sebagai khutbah al-wada` (khutbah perpisahan).

Peristiwa ini terjadi pada 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah/632 M. Saat itu, Rasulullah bersama sekitar 114 ribu umat Islam melaksanakan ibadah haji pertamanya, yang ternyata sekaligus menjadi haji terakhirnya.

Konsultan Ibadah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), KH Abdul Moqsith Ghazali mengatakan, materi yang disampaikan oleh Rasulullah dalam khutbah di Arafah menimbulkan kesadaran tentang nilai kemanusiaan yang luar biasa.

”Nabi bilang bahwa sesungguhnya harta kehormatan adalah suci dan tidak boleh diganggu oleh siapapun. Khutbah ini pun menimbulkan kesadaran kemanusiaan yang luar biasa,” ujar KH Moqsith, kepada Media Center Haji, Sabtu (9/6/2024).

Menurut Moqsith, khutbah Rasulullah menjadi momentum penting dalam sejarah HAM di dunia. Salah satu pesan utama yang disampaikan Nabi Muhammad adalah tentang larangan membunuh sesama manusia.

Ini, kata Moqsith, sejalan dengan pesan-pesan yang disampaikan di dalam Al-Quran. Kitab Suci menyebut bahwa barangsiapa membunuh satu jiwa maka dia sama saja membunuh seluruh jiwa.

Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta ini melanjutkan, ucapan Nabi dan Firman Allah dalam Al-Quran itu seharusnya menjadi perenungan umat manusia di tengah banyaknya konflik dan perang akhri-akhir ini.

”Apa yang disampaikan Nabi 14 abad lalu penting direnungkan kembali,” ujarnya.

Dalam khutbah itu, imbuh Moqsith, Nabi Muhammad menyampaikan seruannya denga kata ”umat manusia”, bukan hanya orang Islam.

”Kata Nabi, Tuhan kalian satu. Bapak umat manusia juga satu, yaitu adam, seluruh kita ini berasal dari adam,” terangnya.

Filosofi penting lain yang bisa diambil saat wukuf di Arafah adalah soal kesetaraan. Di sana, semua manusia, dengan berbagai derajat harus menanggalkan pangkat dunianya.

Mereka, terutama pria, diminta hanya mengenakan dua helai kain putih tak berjahit alias ihram. Ini menunjukkan bahwa ketakwaan manusia bukan diukur berdasarkan jabatan selama ia hidup, tapi soal ketakwaan.

”Identitas kita semua di Arafah itu semua sama, sebagai tamu Allah. Jabatan itu sementara. Yang abadi hanya yang akan dibawa saat manusia berjumpa dengan Allah,” tegas Moqsith.

Seperti diketahui, pada tanggal 15 Juni 2024 mendatang, atau tepatnya 9 Dzulhijjah, umat Islam yang sedang melaksanakan haji akan menunaikan wukuf atau berdiam diri di Padang Arafah.

Mereka akan melaksanakannya mulai matahari tergelincir di siang hari tanggal 9 Dzulhijjah hingga matahari terbit tanggal 10 Dzulhijjah. Selain berdiam diri dan berdoa, salah satu rangkaian wukuf adalah mendengarkan khutbah.

Baca Juga: Hilal Terlihat, Saudi Tetapkan Hari Arafah Tanggal 15 Juni 2024

Editor: M. Naufal Hisyam