
Khutbah Jumat ini akan membahas tentang perusakan alam yang terjadi di Raja Ampat. Simak selengkapnya di bawah ini
Teks Khutbah I: Perusakan Alam di Raja Ampat dan Tanggung Jawab Kita Sebagai Muslim
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
أما بعد، فإن أصدق الحديث كتاب الله، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار.
أيها الناس، أوصيكم ونفسي المقصره بتقوى الله، فتقوى الله فوز لنا في الدنيا والآخرة، كما قال الله تعالى في كتابه الكريم:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا)
(الأحزاب: 70-71)
Para jamaah yang dirahmati Allah,
Hari ini, kita akan membahas tentang masalah yang sangat penting, yakni perusakan alam, yang semakin memprihatinkan, terutama di daerah yang kaya akan keindahan alam seperti Raja Ampat, Papua. Raja Ampat adalah surga dunia, sebuah kawasan yang terkenal dengan kekayaan alam bawah lautnya, rumah bagi ribuan spesies laut yang hanya bisa ditemukan di sana. Namun, di balik keindahannya, Raja Ampat tengah menghadapi ancaman besar dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Perusakan alam ini bukan hanya merugikan ekosistem, tetapi juga melanggar amanah Allah SWT yang telah diberikan kepada kita sebagai khalifah di muka bumi.
Saudaraku yang berbahagia,
Alam semesta ini adalah ciptaan Allah yang tidak boleh kita sia-siakan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 164, Allah berfirman:
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ مَّاۤءٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ ١٦٤
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, serta kapal yang berlayar di laut dengan membawa apa yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air yang menghidupkan bumi setelah matinya dan menyebarkan di bumi segala jenis binatang, dan pengaturan angin dan awan yang dikendalikan di antara langit dan bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang menggunakan akal.”
(QS. Al-Baqarah: 164)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa alam semesta ini penuh dengan tanda-tanda kebesaran Allah, yang seharusnya membuat kita semakin bersyukur dan menjaga kelestariannya. Namun, saat ini banyak dari kita yang justru merusak alam, seperti yang terjadi di Raja Ampat. Pembukaan lahan, penambangan yang merusak, serta kegiatan eksploitasi sumber daya alam lainnya, semuanya dapat merusak keseimbangan alam yang telah Allah ciptakan.
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Allah tidak hanya menciptakan alam untuk kita nikmati, tetapi juga untuk kita jaga. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-A’raf ayat 31:
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِين
Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS. Al-A’raf: 31)
Ayat ini mengajarkan kita untuk menikmati alam dengan cara yang wajar dan tidak berlebihan. Perusakan alam adalah bentuk ketidakadilan terhadap ciptaan Allah. Jika kita merusak alam, kita sebenarnya sedang merusak kehidupan kita sendiri dan generasi yang akan datang.
Saudaraku yang dirahmati Allah,
Rasulullah SAW dalam haditsnya menjelaskan pentingnya menjaga alam dan tidak merusaknya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, beliau bersabda:
“Jika seorang hamba menanam pohon atau menabur benih, kemudian burung, atau manusia, atau binatang memakan dari tanaman itu, maka itu akan menjadi sedekah baginya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Raja Ampat yang kaya akan keanekaragaman hayati ini seharusnya menjadi aset yang harus kita jaga dan lindungi, bukan malah dimanfaatkan secara berlebihan. Perusakan karena tambang, tentu akan merusak ekosistem di sekitarnya, termasuk terumbu karang. Terumbu karang yang merupakan rumah bagi berbagai jenis ikan, jika rusak, akan mengancam kehidupan laut yang bergantung padanya. Selain itu, kerusakan terumbu karang juga berdampak pada keseimbangan ekosistem laut secara keseluruhan, yang bisa merugikan kehidupan manusia, yang juga bergantung pada sumber daya laut.
Beberapa penjelasan yang khatib sebutkan tadi menunjukkan bahwa menjaga alam adalah amalan yang mendapatkan pahala. Sebaliknya, merusak alam atau mengabaikan tanggung jawab kita terhadapnya adalah dosa besar. Dalam konteks Raja Ampat, tindakan eksploitasi dan perusakan alam yang terjadi di sana adalah bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab kita sebagai khalifah di bumi.
Yusuf al-Qaradhawi, dalam kitabnya yang berjudul Ri’ayatul Bi’ah fi Syari’atil Islam (2001) menyebut bahwa orang yang mengeksploitasi alam dengan semena-mena adalah orang yang melampaui batas, mendewakan dirinya, menjadikan dirinya semena-mena dan berkuasa. Al-Qaradhawi menyebutnya dengan al-‘Uluw fil Ardh, yaitu orang-orang yang tidak tahu diri. Seolah-olah dia berkuasa atas bumi dan berhak melakukan apa saja, termasuk kerusakan. Contoh nyata dari perbuatan Uluw dalam Al-Quran adalah Fir’aun, sebagaimana disebutkan dalam al-Qashash ayat 4:
اِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِى الْاَرْضِ وَجَعَلَ اَهْلَهَا شِيَعًا يَّسْتَضْعِفُ طَاۤىِٕفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ اَبْنَاۤءَهُمْ وَيَسْتَحْيٖ نِسَاۤءَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ
Sesungguhnya Firʻaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
Al-Qaradhawi bahkan menyebut bahwa orang yang berlaku Uluw ini bisa mengarah kepada ta’alluh, menganggap dirinya sebagai Tuhan. Ini juga terjadi pada Fir’aun, karena dia merasa berkuasa atas semua hal di muka bumi.
فَقَالَ اَنَا۠ رَبُّكُمُ الْاَعْلٰىۖ
Dia berkata, “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.” (Q.S an-Naziat: 24)
Na’udzubillah min dzalik, tentu kita tidak ingin menjadi ‘reinkarnasi’ Firaun di masa sekarang. Jika kita mengaku sebagai umat Nabi Muhammad, sebagai umat Islam, kita tidak hanya memiliki kewajiban untuk menjaga hubungan kita dengan Allah, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan alam yang telah Allah titipkan kepada kita. Kita juga harus berperan aktif dalam menjaga kelestarian alam. Tindakan kita tidak hanya mencerminkan keimanan kita, tetapi juga menunjukkan seberapa besar kita menghargai ciptaan Allah. Jika kita tidak bertindak sekarang, alam akan semakin rusak, dan kita akan menanggung akibatnya di dunia dan di akhirat.
Jemaah Sekalian,
Dalam Islam, kebaikan dan kebenaran harus dijadikan acuan utama, bukan perilaku yang dikerjakan oleh kelompok tertentu. Jika ada yang mengaku sebagai ulama atau bagian dari organisasi yang mengklaim sebagai pembela agama, namun tindakannya merusak alam, maka kita harus menyadari bahwa mereka sedang berbuat zalim terhadap ciptaan Allah. Perilaku yang merusak alam bukan hanya mencerminkan kebodohan, tetapi juga mencerminkan sikap yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Oleh karena itu, marilah kita selalu memilih untuk mengikuti ajaran yang benar, yang sejalan dengan menjaga alam dan keharmonisan ciptaan-Nya, karena inilah sesungguhnya ajaran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Khutbah Jumat Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَر، وَأَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه، إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَر، وَاَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلإِنْسِ وَالْبَشَرِ.اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَر.أَمَّا بَعْدُ:فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ، وَذَرُو الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَن، وَحَافِظُوْا عَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِه، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْــمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِه، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: ((إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ، يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا))
أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّات،
اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَن، وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن، عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بَلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ الله، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمِ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَر