Khutbah Jumat I: Keutamaan Ibadah Sosial dalam Islam
اَلْحَمدُ للهِ الَّذِى اَمَرَناَ بِاتِّبَاعِ اْلحَقِّ ِفى كُلِّ اُمُرٍ, أَشْهَدُاَنْ لاَاِلٰهَ اِلاَّالله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ شَهَادَةً عَبْدٍشَكُوْرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ اٰلِه وَصَحْبِهِ عَلىَ مَمَرِّالدُّهُوْرِ. ﴿أَمَّا بَعْدُ﴾ فَيَا عِبَادَ اللهِ. إِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Hadirin sidang Jumat Hafidzakumullah!
Ketika mengajarkan surat al-Ma’uun dan meminta para santri untuk mengulang-ulang surah tersebut, Kiai Ahmad Dahlan ditanya perihal mengapa surat itu saja yang dibaca dan diulang. Mendengar pertanyaan itu, Kiai Dahlan balik bertanya, “Apakah kalian sudah paham surat ini? Apakah kalian sudah mempraktekkannya?” Dahlan lantas meminta murid-muridnya untuk mencari orang paling miskin yang bisa ditemui di masyarakat, kemudian memandikannya dan menyuapinya.
Hadirin sidang Jumat Hafidzakumullah!
Kisah ini mengajarkan bahwa Alquran tidak hanya dibaca untuk penghias kesalehan pribadi namun juga dipraktekan dalam amal sosial. Menurut Yusuf al-Qorodhowi surat al-Ma’un ini berbicara mengenai keharusan adanya kaitan antara amal ritual dan amal sosial dalam beragama. Jika ditelisik lebih jauh, Alquran lebih banyak menekankan amal sosial daripada amal ritual.
Pertama, kalau kita kembali kepada ciri-ciri orang mukmin atau orang bertakwa, maka ditemukan di situ ibadah ritualnya satu tetapi ibadah sosialnya banyak. Misalnya “berbahagialah orang-orang yang beriman yaitu orang yang khusyuk dalam shalatnya (dimensi ritual); yang mengeluarkan zakat (dimensi sosial); orang yang berpaling dari hal-hal yang tidak bermanfaat (dimensi sosial); dan mereka yang memelihara kehormatannya kecuali kepada istrinya (dimensi sosial).” Anehnya kita sering mengukur orang takwa dari ritualnya ketimbang sosialnya.
Kedua, kalau ibadah itu ibadah ritual, dan kebetulan pekerjaan itu bersamaan dengan pekerjaan yang lain yang mengandung dimensi sosial, kita diberi pelajaran mendahulukan yang sosial. Misalnya Nabi SAW pernah melarang membaca surah yang panjang-panjang di dalam shalat berjamaah. Nabi pernah memperpanjang waktu sujudnya hanya karena di pundaknya ada cucunya di situ. Bahkan dalam sebuah riwayat, ketika nabi sedang shalat sunnah.
Ketiga, kalau ibadah ritual kita bercacat, kita dianjurkan untuk berbuat sesuatu yang bersifat sosial. Misalnya ritual puasa. Kalau kita melanggar larangan puasa, maka salah satu tebusannya adalah member makan kepada fakir miskin. Juga ritual haji, kalau terkena dam, kita harus menyembelih binatang dan dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.
Dan sebaliknya, kalau ada cacat dalam ibadah dimensi sosial, maka amal ibadah ritual tidak bisa dijadikan sebagai tebusan ibadah sosial itu. Misalnya, kalau kebetulan kita berbuat zalim terhadap tetangga, maka kezaliman itu tidak bisa dihapuskan dengan salat malam selama sekian malam.
Hadirin sidang Jumat Hafidzakumullah!
Bahkan banyak keterangan malah mengatakan bahwa orang yang shalatnya baik atau ibadah mahdhah-nya baik tetapi kemudian amalnya jelek secara sosial, maka Allah tidak menerima seluruh amalan ibadah mahdhah-nya tersebut. Seperti pernah seseorang datang kepada Rasulullah yang mengadukan ada seseorang yang puasa tiap hari dan shalat malam dengan rajin tetapi dia menyakiti tetangga dengan lidahnya. Apa kata Rasulullah SAW? “Perempuan itu di neraka,” sabdanya.
Dengan demikian, perlulah kiranya kita memahami bahwa ibadah ritual apa pun dalam Islam pasti tujuannya ialah bukan untuk menambah kas pahala individu belaka namun juga untuk bederma bakti membantu manusia dan kemanusiaan.
Hadirin sidang Jumat Hafidzakumullah!
Demikianlah, dan sekali lagi, kemuliaan pekerjaan sungguh tidak bisa dilihat dari jenisnya. Setelah memenuhi empat prinsip di atas, nilai sebuah pekerjaan akan diukur dari kualitas niat (shahihatun fi an-niyat) dan pelaksanaannya (shahihatun fi at-tahshil). Itulah pekerjaan yang bernilai ibadah dan kelak akan mengantarkan pelakunya ke pintu surga.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Jumat I: Keutamaan Ibadah Sosial dalam Islam
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه. اللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّم. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْم: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(AN)
Baca juga teks khutbah Jumat yang lain di sini.