Khutbah Jumat ini menerangkan bahwa hak asasi manusia tidak bertentangan dengan hukum Islam, bahkan selaras dengan substansi dan nilai-nilai Islam.
Khutbah Pertama
الحمد لله الذي شرف الإنسان بحمل الأمانة، ونهاه وزجره عن الكذب والخيانة، وحرم عليه الغدر والبغي وعدوانه والذي كرّم الإنسان بالتوحيد والإيمان، وعلمه البيان، ومَيّزه بالعقل على سائر المخلوقات، فجعله يعيش بهدف سامٍ، وجَعَله مُفكِّراً، يَسمو بِفكره، قال الله -سبحانه-: وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً) [الإسراء:70].
أحمده تعالى على أن أوجب على العباد، أداء الحق إلى المستحق، ورغبهم في الإحسان إلى جميع الخلق . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده، لا شريك له الذي جعل جزاء الإحسان الإحسان، وأخبر أنه لا تكسب كل نفس إلا عليها، وأن سعيها لها، ولا تزر وازرة وزر أخرى كما في محكم القرآن.
وأشهد أن محمداً صلى الله عليه وسلم، عبد الله ورسوله المبعوث بأكمل تشريع على الإطلاق، وبعث ليتم مكارم الأخلاق، وأرسله الله تعالى رحمة للعالمين إلى يوم التلاق.
اللهم صل وسلم علي سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه الذين جاهدوا في الله حق جهاده، لإخراج العباد من عبادة العباد إلى عبادة الله خالق العباد، ومن جور الأديان إلى عدل الإسلام، ومن ضيق الدنيا إلى سعة الدنيا والآخرة، فكانوا أعدل الناس، وأنفع الناس للناس، وأرحم الناس بالناس، وخير أمة أخرجت للناس.
أما بعد فيا أيها الناس اعبدوا الله مخلصين، واتقوه محسنين، وتذكروا أن الله تبارك وتعالى قد اصطفى لكم الدين، وكلفكم وشرفكم به قبل العالمين، وأغناكم به عن زبالة الأذهان ونحاتة الأفكار والذي تكفل للعباد بتنظيم معاشهم، بما يسعدهم في دنياهم ومعادهم، كما حدد أعمارهم وآجالهم، ﴿ أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ ﴾
Maasyiral Muslimin Hafizakumullah
Islam adalah agama kemanusiaan, namun di saat yang sama ia juga agama ketuhanan. Al-Islam huwa ad-adin baina al-Ilahiyah wa al-Insaniyyah. Disebut sebagai agama ilahiyyah, karena ia diwahyukan oleh Allah yang maha Rahman dan Rahim melalui para Nabi dan Rasul. Disebut sebagai agama Insaniyah, karena ia sepenuhnya hadir untuk menebarkan “kerahmatan” kepada seluruh semesta-ciptaan Allah tampa kecuali, benda hidup, benda mati, jin, manusia, yang beriman, yang tidak beriman dan seluruh mahluk Allah yang kita ketahui dan tidak kitahui. Agama dihadirkan untuk sepenuhnya menjamin kemaslahatan umat manusia. Bukan sebaliknya, manusia untuk menjaga atau melindungi agama. Tidaklah aku utus engkau wahai Muhammad saw, kecuali sebagai rahmat bagi semesta.
Kemaslahatan dan kebahagiaan manusia di dunia saat ini dan di akhirat saat nanti menjadi ruh, spirit dan tujuan utama kehadiran Islam. Ulama besar abad ke 7, Ibnu al-Qayyim menyatakan:
فَإِن الشَّرِيعَة مبناها وأساسها على الحكم ومصالح الْعباد، فِي المعاش والمعاد، وَهِي عدل كلهَا، وَرَحْمَة كلهَا، ومصالح كلهَا، وَحِكْمَة كلهَا، فَكل مَسْأَلَة خرجت عَن الْعدْل إِلَى الْجور، وَعَن الرَّحْمَة إِلَى ضدها، وَعَن الْمصلحَة إِلَى الْمفْسدَة، وَعَن الْحِكْمَة إِلَى الْعَبَث فليستْ من الشَّرِيعَة، وإنْ أُدخلتْ فِيهَا بالتأويل، فالشريعة عدل الله بَين عباده، وَرَحمته بَين خلقه، وظله فِي أرضه وحكمته الدَّالَّة عَلَيْهِ وعَلى صدق رَسُوله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم أتم دلَالَة وَأصْدقهَا
Pondasi dan basis syari’ah adalah kebijaksanaan dan kemaslahatan hamba Tuhan di kehidupan saat ini dan di hari saat kembali nanti. Syari’ah adalah keadilan itu sendiri, kerahmatan, kemaslahatan dan kebijaksanaan. Setiap persoalan yang keluar dari keadilan menuju kedaliman, dari kasih menuju bengis, dari kemaslahatan menuju kerusakan, dari kebijaksanaan menuju kesia-siaan, maka bukanlah dari bagia syari’ah, sekalipun diatasnamakan Syari’ah. Syari’ah adalah keadilan Allah di bumi, kasih sayangnya, naungannya, dan kebijaksanaannya.
Teks yang dikutip oleh banyak ulama ini menununjukan dengan tegas bahwa spririt dan ruh syari’ah adalah kebijaksanaan, keadilan, kerahmatan, dan kemaslahatan. Untuk mewujudkan spirit dan Syari’ah itu, Islam menjamin dan melindungi seluruh kebutuhan umat manusia.
Kebutuhan manusia sebagaimana dirumuskan oleh para ulama tidak terlepas dari enam kebutuhan dasar, yaitu hak dan kebebasan beragama dan berkeyakinan, (hifdhu at-tadayyun wa al-Aqidah), hak hidup dan kebebasan untuk mengembangkannya (hifdhu an-nafs wa al-hayat), hak dan kebebasan berpikir, berpendapat dan dan menyurakannya (hifdhu al-aql wa al-qaul wa at-ta’bir), hak dan kebebasan utuk bereproduksi (hifdh an-nasl wa at-tanasul), hak atas kemulyaan kemanusiaan (hifdh al-‘Ird wa al-karamah al-Insaniyyah), dan hak dan kebebasan atas milik dan kepemilikan (hifdhu al-milku wa at-atamalluk). Enam kebutuhan dasar iniah yang dalam kajian maqhasidhu asy-Syari’ah dikenal dengan ad-dhruriyatu as-Sittah (enam kebutuhan dasar masnusia).
Seluruh ajaran syari’ah yang tersurat maupun tersirat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah hadir untuk menjamin, mewujudkan dan sekaligus melindungi enam kebutuhan dasar itu. Tidak ada satupun ajaan Syari’ah yang dicanangkan bukan untuk menjamin, memenuhi dan meindungi enam kebutuhan dasar itu. Jika ada ajaran syari’ah yang justru mengajarka sebaiknya, maka perlu direnungkan ulang, jangan-jangan ia bukanlah syari’ah namun ajaran yang diatasnamakan syari’ah melalui interpretasi yang terbatas dan tidak tepat.
Melihat spirit dan ruh syari’ah di atas terlihat jelas, bahwa secara sustantif tidak ada perbedaaan antara syari’ah dan hak-hak asasi manusia. Apakah seluruh Hukum Islam sama-selaras dengan Hak Asasi Manusia? ataukah keduanya dua hal yang berbeda yang tidak mungkin dipertemukan? ataukah di dalam kedua sistem hukum itu terdapat nilai-nilai universal, prinsip-prinsip umum dan tujuan yang sama, yaitu terwujudnya kemaslahatan dan kesejahteraan manusia yang dapat dijadikan titik temu harmonisasi kontruktif antara hukum Islam dan hak asasi manusia?
Maasyiral Muslimin Hafizakumullah
Perdebatan perdebatan itu seringkali melahirkan kesan bahwa hukum Islam tidak mendukung pelaksanaan dan bahkan anti hak asasi manusia. Wacana kesetaraan, keadilan, hak-hak perempuan, hak-hak minoritas, penerapan hukum pidana islam, kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah beberapa fakta hukum Islam yang di anggap anti hak asasi manusia.
Sebagian muslim secara tegas menolak sistem hukum internasional hak asasi manusia, sebab disamping diyakini bertentangan -baik dari segi sumber, pendekatan dan contens- dengan hukum Islam, umat Islam juga telah memiliki sumber hukum yang diyakini mampu memberikan solusi seluruh persoalan manusia dimanapun dan kapanpun, termasuk di dalamnya persoalan-persoalan hak asasi manusia.
Sebagian umat Islam yang lain berpandangan sebaliknya, yaitu bahwa seluruh hukum Islam selaras dengan isu-isu yang diperjuangkan hak asasi manusia. Argumentasi mereka adalah sejak sekitar XIV abad tahun yang lalu, Rasulullah SAW telah memproklamirkan kesetaran manusia, anti diskriminasi, anti kekerasan, perlindungan hak hidup, hak reproduksi, kebebsan berkeyakinan, hak kepemilikan dan lain-lain. Jadi, menurut pandangan ini, tidak ada satu Hukum Islam pun yang bertentengan dengan hukum internasional hak asasi manusia.
Jika pun diandaikan telah terjadi kontradiktif kemungkinan disebabkan karena penafsiran yang kaku, tidak tuntas dan statis terhadap teks yang menjadi sumber hukum Islam. Bukan karena ajaran Islam itu sendiri. Solusi yang ditawarkan kelompok ini adalah mewujudkan Hak Asasi Manusia islami yang murni bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
Di pihak lain, lahir pandangan dari sebaian umat islam, yang menyatakan bahwa memang benar telah terjadi persinggungan dan kontradiktif antara Hak Asasi Manusia dengan Hukum Islam. Akan tetapi bukan dalam tataran nilai-nilai universal-kuliyyat, prinsip-prinsip dasar dan tujuanya, melainkan dalam tataran produk-produk hukum partikular-juz’iyyat. Singkatnya, kontradiktif antara kedua sistem hukum itu terjadi dalam wilayah “al-wasa’il” bukan dalam wilayah “al-maqhashid”.
Kelompok ini berupaya mendialogkan terus menerus antara kedua sistem hukum yang telah mempengaruhi perjalanan hidup manusia untuk mencapai harmonisasi kontruktif antara HAM dangan Syari’ah, yaitu dengan menemukan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan unsur-unsur terbaik dari dua sistem itu untuk kemudian dijadikan ruh, spirit penggerak peninggian dan penghormatan terhadap martabat manusia. Dari siinilah, maqhashidu asy-syari’ah sebagai nilai, prinsip dan sekaligus tujuan syari’ah dapat dijadikan pintu masuk untuk mendialogkan kedua sistem hukum ini.
Maasyiral Muslimin Hafizakumullah
Bagaimana dengan hak asai Perempuan? Hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia. Dari aspek kemanusiannya (al-Insaniyyah) dan kemulyaannya dihadapan Tuhan yang maha esa (al-akraamiyyah), laki-laki dan perempuan adalah setara. Jika pun berbeda bukan dalam tataran kemanusiaan dan kemulyaannya dihadapan Tuhan, melainkan dari aspek peran-peran budaya dan sosialnya. Pembagian Warist misalnya, yang “terkadang” berbeda antara perempuan dan laki-laki, bukan didsarkan pada kemanusiaan dan kemulyaannya dihadapan Tuhan, melainkan didsarkan pada peran-peran budaya dan sosialnya. Demikian pula soal kepemimpinan perempuan baik diruang domestik maupun diruang publik, perwalian, dan isu lainnya, lebih didasarkan pada peran sosialnya, bukan pada kemanusiaannya. Sebab itu jika peran budaya dan sosialnya berubah, maka hukum-hukum yang mengatur teknis-partikular itu mesti berubah, semata-mata untuk menuju ruh dan spirit syari’ah, yaitu keadilan, kebijaksanaan, kasih dan kemaslahatan.
Semoga Allah swt, selalu memampukan kita untuk terus berjuang menegakkan ruh dan spirit syari’ah, yaitu untuk menebarkan keadilan, kerahmatan, kebijaksnaan dan kemaslahatan. Amin. (AN)