Sontak hasil pertandingan Ultimate Fighting Championship (UFC) 229 yang digelar di T-Mobile Arena Paradise, Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat pada 06 Oktober kemarin membikin geger juga di publik Indonesia. UCF 229 tersebut menggelar pertarungan antara Conor Mc Gregor versus Khabib Nurmagomedov. Bahkan, keriuhan pembicaraan soal Mc Gregeor dan Khalid tersebut bisa menjeda sebentar segala pembicaraan netizen kita soal bencana alam dan hoaks Ratna Sarumpaet.
Publik tanah air membicarakan pertandingan besar tersebut disebabkan oleh berbagai latar belakang. Barisan pertama adalah mereka penggemar setia pertandingan bela diri campuran ini. Bagi kelompok pertama ini menonton pertarungan, pukul-memukul, menjatuhkan antar pemain adalah sebuah kenikmatan yang tiada tara. Mereka rela menonton siaran tunda di Tv One hingga larut malam demi untuk menonton laga itu. Sebagaimana mereka rela mulai jam 10 malam menonton MMA di Tv One hingga larut.
Bagi mereka yang masuk dalam kelompok pertama di atas tentunya tidaklah menjadi hal yang aneh jika mereka ikut ramai memperbincangkan pengalaman mereka menonton pertarungan Khabib dengan Mc Gregor kemarin. Bagaimana tidak seru pertandingan itu? Seorang Mc Gregor yang biasanya sulit sekali dikalahkan lawan-lawannya, pada pertandingan itu berhasil dipukul bertubi-tubi hingga sempoyongan. Bahkan berulang kali juga dijatuhkan oleh Khabib dalam pertarungan tersebut. Dan laga itu diakhiri dengan cekikan Khabib dan akhirnya Mc Gregor menyerah.
Selain itu, pertandingan tersebut berakhir ricuh. Setelah kemenangan Khabib, ia keluar dari ring dan menyerang para pendukung Mc Gregor di kursi penonton. Yang dilakukan Khabib itu adalah sebuah pelanggaran. Akan tetapi, perlakuan Khabib itu bukan tanpa adanya sebab. Saat pertandingan berlangsung, memang suara olok-olok yang SARA dari pendukung Mc Gregor itu yang menjadi penyebab. Olok-olok itu menyinggung identitas si Khabib, petarung Rusia yang beragama Islam.
Saat sebelum dimulainya pertandingan, pertarungan besar UFC 229 itu dibumbui oleh ketegangan antara Mc Gregor dengan Khabib. Ketegangan itu dimulai dari statemen-statemen Mc Gregor yang sara terhadap Khabib. Statemen sara Mc Gregor tersebut selain dilatari oleh tabiat Gregor sendiri yang pongah dan arogan. Juga memang kemungkinan munculnya penilaian negatif terhadap seorang muslim di Amerika, sebagaimana Khabib tersebut memang ada. Dan isu Islamophobia yang menjangkiti sebagian warga Amerika itulah yang kemudian dieksploitasi Gregor untuk menyulut emosi Khabib.
Nah, dari persoalan Islamophobia dalam pertarungan Mc Gregor dengan Khabib itulah yang kemudian melahirkan tipe kedua kelompok publik Indonesia yang ikut-ikut geger membicarakan pertarungan besar UFC 229 tersebut. Ada yang berkomentar “Nah kan, orang Amerika terbukti memusuhi Islam, lihat itu Mc Gregor”. Ada pula yang berkomentar dengan membangga-banggakan Khabib sebagai super hero Islam. Khabib sebagai simbol kemenangan seorang muslim di tengah negeri barat. Dan mereka kemudian tergesa-gesa menganjurkan para muslim untuk mengikuti jejak perjuangan Khabib.
Bagi kelompok kedua ini, segala persoalan di mana pun berada, termasuk pertandingan olahraga bela diri campuran Mc Gregor dengan Khabib ini ditarik dan dipolitisir sebagai isu identitas agama. Memang, tidak bisa ditampik bahwa dalam pertarungan tersebut ada provokasi dari Mc Gregor yang sara. Akan tetapi, menjadi tidak menyelesaikan persoalan jika hal itu diekspolitisasi menjadi isu identitas agama.
Kita juga tidak bisa menyangkal juga bahwa di barat, termasuk Amerika, ada sebagian dari warga di sana terjangkiti Islamophobia. Kecenderungan itu mempunyai sejarah yang panjang, mulai anti semitisme dan diperkuat dengan peristiwa terorisme digedung Wolrd Trade Center (WTC) 2001 yang menelan 3000 nyawa mereka itu.
Akan tetapi, jika semua persoalan ditarik menjadi isu identitas agama, justru semakin memperkeruh persoalan. Kita malah sepatutnya untuk mengakhiri petentangan identitas yang sara itu kepada semangat fair play dalam olah raga. Kita harus mengembalikan sepatutnya sebagaimana pertandingan olah raga yang mempunyai semangat sportifitas.
Bahkan, di dalam olah raga juga ada kampanye menolak rasisme. Kampanye itu bernama “Respect”. Setiap atlet olah raga harus menjunjung nilai-nilai itu, yaitu nilai menghormati orang lain. Dalam setiap pertandingan tidak boleh membeda-bedakan atlet lain hanya karena warna kulit ataupun agama yang dianut.
Dalam ring pertandingan, yang dipersoalkan adalah siapa yang berhasil mengalahkan lawannya melaui prosedur dan aturan yang ada dalam pertandingan tersebut. Tidak ada peraturan dalam olahraga yang menyatakan bahwa pemenang laga adalah orang yang beragama atau beretnis tertentu. Itu tidak ada, dalam olah raga, agama maupun etnis tidak menjadi persoalan. Yang menentukan adalah kemampuan si atlet tersebut.
Jadi, untuk persoalan Mc Gregor dengan Khabib ini kita tak usah menariknya menjadi isu identitas. Kita juga mafhum bahwa provokasi sara Mc Gregor perlu kita peringatkan. Akan tetapi, permasalahan ini akan menjadi rumit jika itu dipolitisasi menjadi isu antar agama. Malah sepatutnya kita kembali kepada nilai yang diusung dalam olah raga, yaitu respect. Menghargai siapa pun dan apapun agama dan etnisnya. Wallahua’lam
M. Fakhru Riza, Penulis aktif di Islami Institute Jogja.