KH. Asad Syamsul Arifin, Menundukkan Para Preman untuk Berjuang Merebut Kemerdekaan

KH. Asad Syamsul Arifin, Menundukkan Para Preman untuk Berjuang Merebut Kemerdekaan

Kalangan bajingan yang berhasil ditundukkan Kiai Asad Syamsul Arifin, ditempa agar mampu berjuang merebut kemerdekaan.

KH. Asad Syamsul Arifin, Menundukkan Para Preman untuk Berjuang Merebut Kemerdekaan

Sekitar dua tahun yang lalu, nama  KHR. As’ad Syamsul Arifin (1897-1990) ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 90/TK/Tahun 2016 Tanggal 3 November 2016 (Kompas, 9/11/16; Tempo, 9/11/16; Detik, 9/11/16; Republika, 9/11/16).

Pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani (kbbi.web.id) dan Pahlawan Indonesia adalah orang berkorban dan berjasa merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, kepahlawanan Kiai As’ad bisa dibagi menjadi 3 fase: Pertama fase pra kemerdekaan Indonesia, kedua mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan ketiga pasca kemerdekaan Indonesia.

Pertama, fase pra kemerdekaan. Pada masa ini, Kiai As’ad menanamkan cinta tanah air dan semangat jihad melalui pesantren dan barisan kerakyatan. Kiai As’ad menanamkan nilai-nilai cinta tanah air melalui pesantren bersama sang abah, Kiai Syamsul Arifin pada tahun 1914. Kiai As’ad juga menanamkan semangat berdakwah dan perjuangan melalui barisan “Pelopor”, sekitar tahun 1920-an.

Pelopor ini mayoritas berasal dari kalangan bajingan yang berhasil ditundukkan Kiai As’ad. Pelopor ini berarti barisan terdepan dalam memimpin di jalan Allah (dakwah) dan pemimpin bersama-sama masyarakat dalam meraih kemaslahatan. Pada fase ini, Kiai As’ad juga bersama ulama NU membentuk Sabilillah dan Hizbullah. Bahkan Kiai As’ad menjadi pemimpin Sabilillah di Jawa Bagian Timur.

Kedua, fase mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini Kiai As’ad menempatkan Pesantren Sukorejo sebagai pusat perjuangan. Pada tahun 1945, Kiai As’ad menjadikan Pesantren Sukorejo sebagai tempat berlatih baris-berbaris dan perjuangan. Kiai As’ad bergerak memimpin pelucutan tentara Jepang di Garahan Jember (sekitar September-Oktober 1945). Kiai As’ad dan pasukannya ikut berjuang melawan Sekutu pada Nopember 1945 di Surabaya. Kiai As’ad bergerilya di Karesidenan Besuki.

Ketiga, fase pasca kemerdekaan. Pada masa ini, Kiai As’ad berperan dalam politik praktis, politik kebangsaan dan kenegaraan serta politik kerakyatan. Dalam politik praktis, Kiai As’ad sebagai anggota konstituante (1957-1959). Dalam politik kebangsaan dan berperan sebagai tokoh di balik layar, misalnya, beliau menjadi penasihat pribadi wakil perdana menteri KH. Idham Chalid (1956-1957). Dan jasanya yang terbesar, beliau tokoh sepuh kharismatik yang berhasil menyakinkan ulama NU untuk menerima asas tunggal Pancasila pada Munas 1983 dan Muktamar NU 1984 di Pesantren Sukorejo.

Mengutip dawuh Gus Najib AR (Ketua LTN NU Jawa Timur), KH. As’ad Syamsul Arifin selalu hadir dan menjadi pahlawan pada saat kondisi genting. Mulai kegentingan merebaknya Wahabi yang kemudian melahirkan NU, beliau menjadi mediator berdirinya NU, Kiai As’ad diutus oleh Syaichona Chalil untuk menyampaikan sebuah tasbih dan ucapan surat Thaha (17-23), yang menceritakan mukjizat Nabi Musa dan tongkatnya—kepada Kiai Hasyim Asy’ari.

Kemudian, peristiwa ini terulang kembali, ketika Syaichona Chalil mengirim Kiai As’ad ke Tebu Ireng, untuk menyampaikan pesan berupa wirid “Ya Jabbar Ya Qahhar”. Pesan simbolik berupa tasbih, surah Thaha dan wirid-wirid tersebut, mengandung maksud bahwa Syaichona Chalil merestui pendirian Nahdlatul Ulama dan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari menjadi pemimpin spritual ulama Nusantara. Peran penting Kiai As’ad, menjadikan beliau sering disebut sebagai mediator berdirinya Nahdlatul Ulama (Munawir Aziz, 2016).

Abdulloh Hamid, M.Pd, santri @ayomondok; Divisi Media dan Data RMI PBNU⁠⁠⁠⁠