Haji termasuk dari rukun Islam seperti halnya shalat dan zakat. Akan tetapi, haji hanya diwajibkan bagi orang yang mampu. Mampu di sini maksudnya adalah orang yang ingin menunaikan ibadah tersebut memiliki kemampuan finansial, perjalanan ibadah haji aman, dan kondisi kesehatannya memungkinkan.
Namun perlu diketahui, kewajiban haji hanya berlaku satu kali seumur hidup. Meskipun orang tersebut kaya dan banyak harta bukan berati tiap tahun wajib haji. Hal ini sebagaimana dijelaskan Syeikh Musthafa Bugha dalam Fiqhul Manhaji bahwa seluruh ulama sepakat bahwa haji diwajibkan bagi orang mampu hanya satu kali, kecuali kalau setelah itu dia melakukan nadzar, dia harus menunaikan nadzarnya.
Dalil dari pendapat ini adalah hadis riwayat Muslim dan Nasa’I di mana Rasulullah berkata, “Wahai manusia, diwajibkan atas kalian haji, maka naik hajilah”. Tiba-tiba ada seorang laki-laki bertanya, “Apakah kewajiban haji itu tiap tahun Rasulullah?” Rasul diam dan tidak menjawab sampai dia mengulangi pertanyaan itu tiga kali. Rasul berkata, “Biarkan apa yang aku tinggalkan, karena kalau aku katakana wajib, kalian tidak akan mampu……”.
Dari hadis ini, ulama memahami bahwa kewajiban haji itu hanya satu kali. Apalagi Rasulullah sendiri semasa hidup beliau hanya satu kali haji. Bahkan, menurut Kiai Ali Mustafa Yaqub, bagi orang yang sudah pernah naik haji, daripada haji kedua, ketiga, dan seterusnya, lebih baik harta yang akan digunakan sebagai ongkos haji tersebut dimanfaatkan untuk membantu pendidikan orang miskin, membantu orang tidak mampu, dan lain-lain.
Karena dalam fikih disebutkan ibadah sosial lebih utama daripada ibadah individual. Melakukan ibadah yang bermanfaat untuk orang banyak, lebih utama ketimbang ibadah yang manfaatnya hanya untuk diri sendiri.