Keutamaan Menulis Shalawat

Keutamaan Menulis Shalawat

Keutamaan Menulis Shalawat
shalawat

Yang menulis keutamaan shalawat sangatlah banyak. Namun, yang menulis keutamaan menulis shalawat masih jarang. Padahal shalawat kepada Nabi Muhammad dengan cara menuliskannya, tidak mengucapkannya, juga memiliki keutamaan yang sangat besar.

Imam an-Numairiy menulis dalam salah satu bab dari kitab al-I’lam bi Fadlis Shalati ‘alan Nabi was Salam, bab wajibnya surga bagi yang menulis shalawat kepada Nabi, Dalam bab ini beliau meriwayatkan sebuah hadis:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يَجِيْئُ أَصْحَابُ الْحَدِيْثِ وَمَعَهُمْ المَحَابِرُ فَيَقُوْلُ اللهُ تعالى : أَنْتُمْ أَصْحَابُ الحَدْيْثِ طَالَمَا كُنْتُمْ تَكْتُبُوْنَ الصَّلّاةَ عَلَى نَبِيِّي صلى الله عليه و سلم انْطَلِقُوا إِلٰى الْجَنَّةِ

Di hari kiamat, para ahli hadis datang dengan gembira. Kemudian Allah ta’ala berkata, ‘Kalian ahli hadis sebuah anugerah. Kalian menulis shalawat pada Nabi,  pergilah kalian ke surga

Dalam bab selanjutnya, an-Numairiy menuliskan pengalaman ulama dalam menulis shalawat. Salah satunya adalah yang diceritakan oleh Sufyan ibn Uyainah. Beliau mempunyai seorang kawan. Suatu hari kawan tersebut meninggal dan Sufyan bertemu dengannya dalam mimpi

“Apa yang diperbuat Allah padamu?” tanya Sufyan.

“Ia mengampunniku”

“Sebab apa?”

“Aku menulis hadis. Dan setiap tiba menulis lafal Nabi, aku menulis sallalahhu alahi wassalam. Aku berharap pahala dengannya. Lalu Allah mengampuniku dengannya.”

Dalam kisah lain, disebutkan bahwa Abu Ishak Ibrahim ad-Darimiy dalam menulis hadis selalu menuliskan sallallhu alaihi wassalam usai nama Nabi. Lalu beliau bermimpi bertemu Nabi. Dalam mimpi itu Nabi seperti melihat tulisan Abu Ishak dan berkatar: “Ini bagus”

Ibn Qayyim al-Jauziyah  dalam kitab Jala’ul Afham mengkisahkan bahwa pernah suatu kali ‘Abdullah ibn ‘Abdul Hakam bercerita bahwa ia bermimpi bertemu Imam Syafii. Lalu ia bertanya padanya

“Apa yang diperbuat Allah padamu?” tanya Abdullah.

“Ia mengkasihi dan mengampuniku. Ia membawaku ke surga seperti halnya dibawanya pengantin. Dan berbicara padaku seperti layaknya berbicara pada seorang pengantin” jawab as-Syafi’i.

“Sebab apa engkau mendapatkan kemuliaan ini?” lalu ada sebuah suara menjawab pertanyaan ‘Abdullah itu

“Allah berkata padamu, sebab shalawat kepada Nabi yang ada dalam kitab al-Risalah.

“Bagaimana bentuk shalawat itu?”

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُونَ وَعَدَدَ مَا غَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُونَ

Usai mimpi itu ‘Abdullah memeriksa kitab ar-Risalah karya as-Syafi’i dan menemukannya.

Di kitab lain, Imam Ibnu Hibban berkomentar seusai meriwayatkan hadis berbunyi:

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً

Sesungguhnya manusia yang paling dekat pada-Ku di hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat pada-Ku

Bahwa yang manusia yang paling dekat seperti yang disinggung dalam hadis ini adalah para ahli hadis. Ibnu Hibban beralasan bahwa tidak ada satu golongan pun yang paling banyak bershalawat melebihi ahli hadis. Shalawat ahli hadis sangat banyak baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk ucapan. Pendapat ini menunjukkan bahwa shalawat yang dimaksud dalam hadis tidaklah melalui ucapan semata, tapi juga lewat tulisan.