Bagi seorang muslim, malam hari tidak hanya merupakan waktu istirahat, melainkan juga waktu yang dianjurkan untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah, seperti sholat hajat, witir, tahajud, hingga membaca Al-Qur`an.
Meski dilakukan pada malam hari, ibadah-ibadah tersebut tidak sampai mengganggu waktu istirahat, karena hanya perlu menyisihkan sebagian kecil dari total waktu istirahatnya.
Misalnya, ia dapat mempercepat waktu bangun tidurnya beberapa jam sebelum subuh, lalu menunaikan shalat tahajud. Selain shalat tahajud, seseorang yang bangun pada waktu menjelang subuh atau sepertiga terakhir malam juga dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an.
Jumlah bacaan yang dibaca pun tidak perlu terlalu banyak dan cukup semampunya. Hal ini karena terkadang setelah bangun tidur, masih ada sisa rasa kantuk. Jika memaksakan diri membaca Al-Qur’an dengan kondisi mengantuk, dikhawatirkan terjadi banyak kesalahan dalam bacaannya, dan sebagian ulama menghukumi makruh membaca Al-Qur’an saat mengantuk.
Imam an-Nawawi dalam at-Tibyan fi Adabi Hamalat al-Qur`an (w. 676 H) mengutip sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash (An-Nawawi, at-Tibyan, h. 65) bahwa Rasulullah SAW bersabda:
من قام بعشر آيات لم يكتب من الغافلين, ومن قام بمائة آية كتب من القانتين, ومن قام بألف آية كتب من المقسطين (رواه أبو داود وغيره)
Siapa yang bangun malam (dan membaca) sepuluh ayat, ia tidak dicatat sebagai orang yang lalai. Dan siapa yang membaca seratus ayat, ia dicatat sebagai orang yang taat. Dan siapa yang membaca seribu ayat, ia dicatat sebagai orang yang adil.
Hadis tersebut menyiratkan bahwa seorang yang bangun pada malam hari dan menyempatkan diri untuk membaca Al-Qur’an walau hanya beberapa ayat, Allah tetap mengapresiasinya. Karena, pahala membaca Al-Qur’an, sebagaimana yang diketahui, adalah dicatat sepuluh kebaikan pada setiap huruf yang dibaca.Yang jelas, semakin banyak ayat yang dibaca, semakin banyak pula keutamaan yang didapat.
Namun, perlu diingat kembali bahwa jangan sampai memaksakan diri untuk membaca banyak ayat, yang justru dapat membawa dampak buruk. Misalnya, karena terlalu banyak menggunakan waktunya untuk membaca Al-Qur’an pada malam hari, lalu kesehatannya menjadi terganggu, dan semacamnya.
Hal ini sebagaimana pernyataan Imam an-Nawawi bahwa menghabiskan seluruh malam untuk qiyamul lail dihukumi makruh, karena hal tersebut bisa saja membawa dampak buruk bagi dirinya sendiri. (An-Nawawi, at-Tibyan, h. 65) Bahkan, Rasulullah pun masih menyempatkan diri untuk beristirahat sebelum bangun malam untuk beribadah. (AN)
Wallahu a’lam.