Ketika Setan Menjelaskan Tiga Trik Menyesatkan Manusia

Ketika Setan Menjelaskan Tiga Trik Menyesatkan Manusia

Waspada!! Jarang kita sadari memang, tapi dengan cara-cara tertentu ternyata setan dapat menyesatkan manusia. Ini sebagaimana dilukiskan oleh kisah berikut.

Ketika Setan Menjelaskan Tiga Trik Menyesatkan Manusia

Konon, di suatu zaman, hiduplah seorang ahli ibadah dari Bani Israel. Ia dikenal sebagai sosok yang taat beribadah dan selalu berzikir kepada Allah Swt. Hal itu lalu membuat setan tak pernah berhasil menyesatkannya. Padahal setan sudah sejak lama ingin membuat manusia ahli ibadah ini berbelok arah dari jalan kebaikan menuju ke jalan kesesatan.

Hingga suatu hari, ketika ia sedang keluar rumah, setan mengikutinya. Tujuannya masih tetap sama seperti semula: berusaha sekuat tenaga untuk membuat ahli ibadah ini tersesat. Dipikir oleh setan, ia akan menemukan momen dan kesempatan yang lebih baik agar misinya itu sukses.

Banyak cara telah dicobanya, tapi gagal semuanya. Beberapa cara itu adalah, (1) ia mencoba menyesatkan dengan menggunakan jalur syahwat dan kemarahan; (2) ia mencoba menakut-nakuti perasaan ahli ibadah itu seakan-akan ada batu batu besar dari sebuah gunung yang akan menimpanya. Namun ia berhasil menghindar karena ketika batu itu hampir melukainya, ia berzikir kepada Allah; (3) Setan mencoba menakuti-nakuti (dalam perasaan) dengan datangnya seekor macan dan binatang buas lainnya, namun sang ahli ibadah tak menghiraukannya;

Dan (4) ketika sang ahli ibadah itu shalat, setan mencoba membayang-bayanginya dengan adanya sebuah ular. Ular itu, dalam bayangnnya, sedang melilit kaki, badan, dan kepalanya. Dan ketika sang ahli ibadah hendak meletakkan kepalanya untuk sujud, ular ini seakan hampir memakannya. Namun sang ahli ibadah berhasil menghindar sehingga ia berhasil melakukan sujud.

Karena merasa gagal terus atas usaha penyesatan yang ia lakukan, kepada sang ahli ibadah, setan pun mendatanginya dan berkata, “Aku telah berusaha sekuat tenaga dengan melakukan ini dan itu untuk menyesatkanmu, namun tak pernah berhasil. Sekarang, aku ingin berteman denganmu saja dan aku tak akan lagi menyesatkanmu”.

“Tidak,” jawab sang ahli ibadah dengan tegas.

Ia melanjutkan, “Hari ini, engkau telah menakut-nakuti aku dan alhamdulillah, berkat pertolongan Allah, aku selamat dari rasa takut itu. Maka, hari ini pula, aku juga tak tertarik dengan ajakanmu untuk menjalin pertemanan”.

Mengetahui ajakannya ditolak mentah-mentah, setan mencoba menakut-nakuti ahli ibadah itu lagi dengan sebuah ancaman, “Apakah engkau tak bertanya kepadaku, apa yang akan menimpa keluargamu setelah engkau meninggal dunia?”

“Aku mati sebelum mereka (jadi, aku tak tahu dan itu sudah bukan urusanku lagi, pen.)” jawab sang ahli ibadah penuh keyakinan.

Setan melanjutkan pertanyaannya, “Apakah engkau tidak mau bertanya kepadaku, hal apa saja yang akan membuat seluruh manusia tersesat?”

“Iya, apa saja hal itu?” jawab sang ahli ibadah mengiyakan.

Setan kemudian menjelaskan, “Hal-hal yang akan dapat membuat manusia tersesat ada tiga hal, yakni pelit, marah, dan mabuk”.

Tak hanya sampai di situ, setan kemudian menjelaskan dan memerinci alasan mengapa tiga hal itu bisa menyesatkan manusia, “Pertama, ketika manusia pelit, maka aku akan membuatnya selalu memandang apa saja yang ia miliki sebagai suatu yang sedikit; ia juga akan tidak mau mengeluarkan hartanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya; dan ia akan selalu ingin memiliki apa yang dimiliki orang lain”.

“Yang kedua, jika manusia marah, maka aku (setan) akan mempermainkannya sebagaimana anak-anak kecil bermain bola. Meskipun, misalnya, ia adalah seorang yang hebat, yang dengan doanya ia bisa menghidupkan orang yang telah mati, aku tak akan pernah putus asa. Ibaratnya, ia membangun dengan susah payah dan aku berhasil merobohkannya dengan hanya satu kalimat saja,” setan melanjutkan keterangannya.

Setelah itu, setan meneruskan penjelasannya yang terakhir, “Jika manusia mabuk, maka aku akan dengan leluasa menggiringnya ke semua keburukan yang aku kehendaki, seperti kambing yang dengan mudah digiring kemana saja sesuka hati penggembalanya”.

*Disarikan dari Kitab Tanbih al-Ghafilin karya Abu Laits al-Samarqandi (Beirut: Dar al-Fikr, 2012)