Ketika Para Istri Pasukan Muslim Mengadu kepada Umar bin Khattab

Ketika Para Istri Pasukan Muslim Mengadu kepada Umar bin Khattab

Walaupun kerap digambarkan dengan ketegasan cenderung ke sifat yang keras, namun Umar adalah seorang pemimpin yang welas asih, pemimpin yang sadar akan kewajiban-kewajibannya.

Ketika Para Istri Pasukan Muslim Mengadu kepada Umar bin Khattab
Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat nabi yang paling disegani. Poto ini bukanlah Umar, melainkan seorang aktor yang memerangkan sosok beliau

Umar adalah sosok pemimpin yang pemberani, tegas, jenius, namun juga sangat concern dalam urusan kemanusiaan. Suatu saat dalam perjalanannya, Umar memukul seorang lelaki dan membentaknya. Karena lelaki itu telah membebani unta miliknya dengan beban teramat berat.

Umar lalu mengobati luka unta itu dan berkata, “Sesungguhnya aku takut akan dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu.” Kejadian ini diriwayatkan oleh Musayyab bin Darim.

Umar juga pernah berkata, “Andai seekor kambing mati di tepian sungai Eufrat, sungguh aku takut kelak Allah akan menuntut pertanggungjawabanku kelak sebagai Amirul Mukminin di akhirat.”

Selain tegas, Umar juga terkenal adil. Ibnu Abbas meriwayatkan, “Selepas menunaikan ibadah haji beliau berkunjung ke rumah kami. Sedangkan Shafwan bin Umayyah menyiapkan hidangan untuk makan-makan. Para pembantu Shafwan dengan sibuknya mempersiapkan makanan bagi para tamu. Mereka datang dengan membawa nampan-nampan besar. Selesai menyuguhkan makanan, para pelayan itu hanya berdiri saja.”

Melihat itu, Umar berkata, “Aku melihat pembantumu tidak ikut makan. Apakah kalian tidak menyukai mereka?”

“Demi Allah tidak wahai Amirul Mukminin. Namun kami tak memiliki kuasa atas mereka,” jawab Shufyan bin Abdullah.

Seketika Umar pun marah. “Tidaklah patut bagi seorang muslim memperlakukan pembantu mereka dengan sewenang-wenang.” Umar lantas meminta para pelayan itu untuk duduk dan makan bersama, sementara Umar tak ikut makan.

Walaupun kerap digambarkan dengan ketegasan cenderung ke sifat yang keras, namun Umar adalah seorang pemimpin yang welas asih, pemimpin yang sadar akan kewajiban-kewajibannya. Dan atas kesadarannya itu pula, Umar pernah membuat sebuah keputusan penting terkait hajat biologis tentara perangnya.

Suatu ketika ada seorang perempuan menemui Umar dan berkata, “Suamiku selalu bangun malam dan berpuasa ketika siang.”

“Engkau sungguh begitu pandai memuji suamimu,”jawab Umar.

Maka Ka’ab bin Suur berkata kepada Umar, “Sesungguhnya dia sedang mengadu. Apakah engkau kira istrinya tidak berhak atas dirinya?”

Umar pun berkata, “Sekarang aku faham, maka kita akan memberi keputusan.”

“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah menghalalkan baginya empat istri. Sedangkan bagi setiap istri hak sehari dari empat hari. Begitupun hak setiap semalam setiap empat malam.”

Kejadian lain yang merupakan bentuk perhatian lain dari Umar bin Khattab atas pasukan muslim  dan keluarga mereka adalah, ketika suatu saat Umar bin Khattab melakukan thawaf dan mendengar seorang perempuan melantunkan sebuah syair kerinduan pada sang suami. Maka Umar menghampirinya dan bertanya, “Apa yang terjadi padamu?.” “Sesungguhnya suamiku telah lama bertugas dan aku merindukannya.”

Umar segera menemui Ummul Mukminin Hafshah yang merupakan putrinya yang dipersunting Rasulullah. “Wahai Hafshah aku ingin bertanya tentang sesuatu yang membebani pikiranku. Berapa lama seorang perempuan merindukan belaian suaminya (ketika ditinggal pergi)?”

Hafshah lantas menutupi kepalanya karena malu. Maka Umar berkata, “Sesungguhnya Allah tak pernah malu atas sebuah kebenaran.” Maka Hafshah memberi isyarat tiga atau empat bulan. Maka Umar kemudian mewajibkan kepada setiap pasukan untuk tidak ditugaskan lebih dari empat bulan.

Atas kejadian itu kemudian diberlakukan kebijakan rotasi pasukan muslim di tempat tugas. Mereka secara bergantian diistirahatkan dan tidak diperbolehkan terlalu lama di tempat tugas. Ini adalah bentuk perhatian Umar selaku khalifah kepada pasukannya. Agar mereka tetap dapat berlaku adil kepada keluarga mereka termasuk dalam hal kewajiban dan hak biologis mereka.

Wallahul A’lam

 

Disarikan dari kitab Tarikhul Khulafa’ karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al Suyuthi dan Umar bin Khattab karya Dr. Musthafa Murad.