Ketika jemaah haji sedang mabit di Mina (11, 12, 13 Dzul Hijjah) banyak di antara mereka yang melakukan salat jamak dan qasar untuk salat Dzuhur-Ashar dan Maghrib-Isya’. Bahkan umumnya mereka sudah melakukan salat jamak-qasar semenjak wukuf di Arafah pada 9 Dzul Hijjah.
Salah satu alasan yang mendasarinya ialah karena mereka sedang melakukan perjalanan panjang (al-safar al-thawil), di mana atas dasar itu pula dibolehkan menjamak-qasar salat Dzuhur-Ashar pada saat wukuf di Arafah. Apa alasan ini dibenarkan?
Sebetulnya alasan menjamak-qasar salat Duhur-Asar sewaktu wukuf di Arafah tidak hanya karena alasan melakukan perjalanan panjang (al-safar al-thawil). Itu hanya pendapat mazhab Syafii dan Abu Hanifah yang berbeda dengan mazhab Maliki dan Hanbali. Pasalnya kalau pertimbangannya hanya melakukan perjalanan panjang (al-safar al-thawil) berarti jemaah haji asli penduduk Mekkah tidak boleh melakukannya(?) Oleh sebab itu menurut Maliki dan Hanbali praktik salat jamak-qasar saat di Arafah alasannya adalah mengikuti praktik Nabi (lin-nusuki) sehingga jemaah haji asli penduduk Mekkah boleh melakukannya.
Alasan ini pula yang dijadikan dasar menjamak-qasar salat Maghrib-Isya’ pada malam 10 Dzul Hijjah di Muzdalifah –utamanya–. Dimana menurut mazhab Maliki, Hanbali, dan termasuk Abu Hanifah (untuk pelaksanaan menjamak-qasar salat Maghrib-Isya di Muzdalifah Abu Hanifah memiliki alasan berbeda dengan kasus di Arafah) alasannya ialah mengikuti praktik Nabi (lin-nusuki). Sementara hanya mazhab Syafii yang memilih alasan melakukan perjalanan panjang (al-safar al-thawil). lihat. Kitab Al-Idhah fi Manasik al-Hajj wa al-Umrah, hlm. 296-297
Perubahan sikap dan pandangan mazhab Abu Hanifah dalam persoalan menjamak-qasar salat Maghrib-Isya’ di Muzdalifah harap dimaklumi sebab menurutnya kesempatan melakukan jamak-qasar bagi musafir hanya 3 hari. Asumsinya orang yang paling akhir pergi haji dari awal datang di Mekkah (diasumsikan tanggal 6 Dzul Hijjah) hingga mabit di Muzdalifah sudah lewat 3 hari.
Dari keempat mazhab, hanya alasan hukum melakukan perjalanan panjang (al-safar al-thawil) yang dipakai Mazhab Syafii yang bisa digunakan untuk melakukan salat jamak-qasar selama mabit di Mina. Sebab jika menggunakan alasan mengikuti praktik manasik yang dilakukan Rasulullah (lin-nusuki) yang dipakai mazhab Maliki dan Hanbali maka Rasulullah Saw tidak menjamak-qasar ketika beliau mabit di Mina. Begitu pula jika mengikuti mazhab Abu Hanifah maka batas waktu menjamak-qasar salat sudah habis karena asumsinya jemaah sudah lewat 3 hari menggunakan “rukhshah” salat safar.
Jadi, jemaah haji yang melakukan salat jamak-qasar selama mabit di Mina dapat dibenarkan karena alasan melakukan perjalanan panjang (al-safar al-thawil) yang dipakai Mazhab Syafii. Begitupun sekiranya jemaah haji yang memilih nafar tsani (sampai 13 Dzul Hijjah) pada hari Jumat besok tidak hadir dalam pelaksanaan salat Jumuat juga tidak masalah karena ingin menjamak-qasar salat Duhur-Ashar. Sekalipun demikian, agar mendapatkan keutamaan di Mina (masyairil haram) alangkah baiknya jika jemaah haji menjalankan salat lima waktu seperti biasa. Tidak dijamak dan tidak diqasar dan tetap salat Jumuat. Wallahu a’lam