Ketika Kubuka Jendela dan Melihat Halaman Rumah Kita

Ketika Kubuka Jendela dan Melihat Halaman Rumah Kita

Ketika Kubuka Jendela dan Melihat Halaman Rumah Kita

Orang-orang berisik,

Orang-orang berteriak

“Mungkin dia lelah,” komentar temanku.

Dan aku berpikir, apa yang harus aku lakukan?

Di sana sini gaduh,

Entah ke mana aku harus menemukan

kedamaian

Mungkin kata damai hanya ada dalam cerita dongeng

Hidupku lunglai, kakiku sakit, otakku mampat, aku tak sanggup lagi

Mungkin aku terlalu lama melangkah,

Terlalu lama berpikir,

Begitu lama mencari kedamaian

Tapi aku ingat seseorang berkata padaku

“Setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru.”

Dan Indonesiaku memang kaya, tapi rakyat masih tak berdaya

Aku rindu keadilan,

rindu rumah yang aman

Indonesia satu, satu Indonesia.

Lihatlah… Lihatlah…. Lihatlah….

Atau Indonesia hanyalah masalah tanpa ada cita-cita

Ketika aku buka jendela

Pohon-pohon mulai berbuah.

Burung-burung bernyanyi.

Orang-orang bercakap tentang kita. Tentang Indonesia

Tapi, Masihkah rumahku ada?

Hilangkah kenyamanan di rumahku ini?

Atau, rumahku bukanlah lagi milikku lagi?

Ketika kubuka jendela, aku melihat halaman yang penuh bunga-bunga.

Begitu cantik, sangat memesona.

Aku masih percaya pada jendela milik kita

Aku melihat ada harapan dan cinta yang ingin dirayakan

Berjuta senyum terpancar di tiap paras yang kutemui

Tak ada lagi kerakusan dan perebutan kuasa

Tak ada lagi senjata

Tak ada lagi jual beli agama

Tak ada lagi rumah-rumah kumuh

Tak ada lagi kaki telanjang di jalan

Tak ada lagi kesenjangan antara si papa dan kaya

Yang ada hanyalah kasih

Yang ada hanyalah cinta

Yang ada hanyalah kita

Yang ada hanyalah Indonesia

Lalu,masihkah kau meragukan masa depan Indonesia?

Bogor, 8 April 2016

Puisi ditulis bersama oleh para pemuda yang tergabung dalam Gusdurian Jakarta dan dibacakan dalam ‘Temu Kebangsaan Orang Muda’ di Bogor 9-10 April 2016.