Jika keilmuan yang berkembang di Irak adalah filsafat dan melahirkan para tokoh yang beraliran rasionalis seperti Abu Hanifah, beda halnya dengan Makkah, tempat Imam as-Syafii tumbuh remaja. Di Makkah justru sedang berkembang ilmu kesusasteraan. Bahkan Makkah menjadi salah satu tujuan favorit bagi para penuntut ilmu sastra Arab.
Tinggal di lingkungan yang dihuni para ulama sastra, tidak disia-siakan oleh Imam as-Syafii. Ia sangat menggandrungi prosa dan syair-syair Arab klasik. Masa mudanya di Makkah ia habiskan untuk mencari naskah-naskah sastra, berkeliling ke kabilah-kabilah badui padang pasir, seperti kabilah Hudzail (salah satu kabilah yang terkenal sebagai ahli sastra) untuk belajar sastra. Bahkan ia rela menetap beberapa hari di kabilah-kabilah tersebut demi mempelajari sastra Arab.
Hobinya belajar sastra Arab ini secara tidak langsung memudahkan ia memahami Alquran dan hadis. Kedua hal ini penting sekali dalam proses berijtihad dan menggali hukum syariat. Karena memahami Alquran maupun hadis dibutuhkan kepiawaian dalam memahami Alquran yang diturunkan dalam bahasa Arab yang fasih dan murni.
Kepiawaian as-Syafii dalam bidang sastra ini akhirnya menjadikannya mahir dalam menggubah syair-syair Arab. Syair-syair karya Imam as-Syafii tersebut kemudian dikumpulkan oleh Syekh Yusuf Muhammad al-Biqa’i dan jadilah buku kecil berjudul Diwan al-syafi’i yang memuat sekitar 150an syair karya as-Syafii yang terserak dalam karya-karyanya.
Menurut al-Hamawi dalam Irsyad al-Arib fi Ma’rifah al-Adib, ketertarikan Imam as-Syafii terhadap sastra Arab nyatanya hanya menjadikannya bersyair dan berdendang sehari-harinya. Hingga pada suatu hari ia bertemu dengan Mus’ab bin Abdullah bin Zubair dan menganjurkannya untuk belajar fikih dan hadis.
Tidak hanya Mus’ab, Imam Muslim bin Khalid, guru Imam as-Syafi’i yang lain juga menganjurkannya untuk belajar fikih.
“Alangkah baiknya jika kecerdasanmu itu digunakan untuk mempelajari ilmu fikih, hal ini lebih baik bagimu,” nasihat Imam Muslim bin Khalid kepada Imam as-Syafi’i.
Ucapan tersebut diakui sendiri oleh as-Syafii sebagai pelecut semangatnya untuk belajar ilmu fikih dan hadis. Ia pun belajar kepada dua ulama besar Makkah saat itu: Imam Sufyan bin Uyainah, pakar hadis dan Muslim bin Khalid al-Zanji, pakar fikih Mekkah.
Wallahu a’lam