Suatu hari, di sebuah kota di wilayah Syria bernama Nawa, seorang anak berusia sekitar sepuluh tahun terlihat gembira. Layaknya anak kecil pada umumnya, sosok yang kelak dikenal sebagai Imam an-Nawawi itu senang ketika waktu bermainnya tiba. Ia antusias karena akan bertemu dengan teman-teman bermainnya.
Singkat cerita, an-Nawawi menemukan lokasi teman-temannya berkumpul. Ia segera menghampiri mereka untuk bergabung dalam permainan. Namun, keadaan berjalan tidak sesuai seperti yang diharapkan. Alih-alih mendapat sambutan hangat, an-Nawawi justru mendapat sambutan yang tidak enak dari teman-temannya.
Imam an-Nawawi kaget, ia tidak tau kesalahan apa yang telah diperbuatnya sehingga mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari teman-temannya. Belum sempat menanyakan hal itu, mereka justru pergi meninggalkan dirinya seorang diri. Ia pun menangis menghadapi kenyataan pahit bahwa teman-temannya tidak menyukainya.
Setibanya di rumah, dalam kondisi masih menangis, Imam an-Nawawi melakukan hal yang mungkin sangat jarang dilakukan oleh anak yang seusia dengannya ketika menangis. Ia berwudhu, mengambil mushaf Al-Qur`an, lalu membaca ayat demi ayat yang ada di dalamnya. Kejadian itu dilihat oleh seorang syekh, beliau pun takjub melihat sosok kecil an-Nawawi yang ketika bersedih memilih untuk membaca Al-Qur`an untuk menenangkan diri.
Kisah di atas tertulis pada bagian biografi Imam an-Nawawi dalam kitabĀ Bustanul ‘Arifin. Kisah masa kecil Imam an-Nawawi yang lainnya juga menceritakan keintiman hubungan beliau dengan Al-Qur`an. Misalnya, pernah suatu ketika ayahnya meminta tolong kepadanya untuk menjaga toko. Ternyata, kesibukan menjaga dagangan toko tidak membuatnya lalai dari membaca Al-Qur`an. Sampai suatu ketika seorang syekh berkata sekaligus mendoakannya:
“Anak ini kelak diharapkan menjadi orang yang paling ‘alim dan paling zuhud pada zamannya. Serta bermanfaat bagi banyak manusia.”
Imam an-Nawawi bernama lengkap Muhyiddin Abu Zakaria Yahya ibn Syarif an-Nawawi. Lahir di Nawa, pada bulan Muharram tahun 631 Hijriah dan wafat di kota yang sama pada tanggal 24 Rajab tahun 676 Hijriah. Meski usianya tidak terlalu panjang, beliau mampu menulis banyak karya, khususnya di bidang hadis.
Di antara karya-karya beliau yang cukup populer dan banyak dikaji di Indonesia adalah kitab Riyadhus Sholihin dan kitabĀ al-Arba’in an-Nawawiyyah di bidang hadis. Sedangkan, di bidang Ulumul Qur`an, terdapat kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur`an.