Dalam dunia sufi, pertemuan dengan Rasulullah yang diiringi dengan pengajaran bukanlah sama sekali asing. Pengakuan bagaimana Syaikhul Akbar Muhyiddin Ibnu ‘Arabi yang langsung saling bertatap dan bercakap dengan Rasulullah dalam proses penulisan kitab monumental dalam khazanah kesufian, Futuhat al Makkiyyah, sudah melegenda.
Kisah tersebut tentu merupakan kisah yang kontroversial. Bagi pendukung Tasawuf secara umum dan Syaikhul Akbar secara khusus, kisah tersebut menjadi semacam pengukuhan maqam beliau sebagai Waliyullah. Namun, bagi para kritikus Tasawuf secara umum dan Syaikhul Akbar secara khusus, kisah tersebut dijadikan argumentasi sebagai bukti betapa takhayul dan khurafat sudah tidak bisa terpisahkan lagi dari dunia Tasawuf dan Syaikhul Akbar. Bahkan, tidak sedikit yang menyesatkan Imam Ibnu ‘Arabi karena klaimnya ini.
Namun begitu, siapa sangka bahwa epistemologi ilmu yang demikian rupanya pernah juga menghampiri tokoh nasional Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, tokoh nasional yang kita bicarakan adalah Sang Guru Bangsa, Jang Oetama, Raja Jawa Tanpa Mahkota ; H.O.S. Tjokroaminoto. Kisah dan pengakuan yang unik dan luar biasa ini diawali dengan keputusan Kongres PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia), yang memutuskan agar “Program Azas dan Program Tandhim PSII” untuk diberikan penjelasan yang jelas beserta penafsiran. Yang diserahi tugas tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah H.O.S. Tjokroaminoto sendiri, dengan Abdul Muthalib Sangadji (Ketua Lajnah Tanfidziyah PSII) yang ditunjuk sebagai pembantu dalam proses penyusunan. Maka dimulailah proses yang menurut pengakuan H.O.S. Tjokroaminoto sendiri sebagai tugas yang demikian berat.
Pada suatu malam, Tjokro yang ketika itu sedang menyibukkan dirinya membaca-baca tafsir Al-Qur’an untuk beliau jadikan rujukan, tiba-tiba jatuh tidur karena saking lelahnya. Namun, seisi rumah ketika itu dibuat terkejut (termasuk ketika itu ada Sangadji bersamanya) karena mendengar Tjokro dengan lugas dan lancar berbicara dengan Bahasa Arab yang demikian fasihnya.
Selama beberapa saat, mereka mengira bahwa Tjokro sedang mengigau saking lelahnya, namun karena hal tersebut terjadi cukup lama, maka kekhawatiran menusuk hati sang istri. Beliau pun dengan pelan dan penuh kelembutan membangunkan Tjokro. Tidak butuh waktu lama bagi Tjokro untuk terbangun. Namun, tanpa tedeng aling-aling, beliau berkata “Diam saja. Saya lagi ketamuan Nabi Muhammad dan saya sedang diajari beberapa ayat Qur’an.” Kemudian, Tjokro pun langsung kembali jatuh tertidur dan terus bercakap-cakap dalam bahasa Arab.
Kemudian tiba-tiba hening. Dan tak lama kemudian beliau terbangun, dan langsung mengambil penanya. Dia berkata bahwa dia baru saja didatangi Rasulullah. Rasul mengajari beberapa ayat Al-Qur’an beserta dengan penjelasannya dengan penjelasan yang begitu tegas dan jelas sehingga beliau memahami seluruh yang dimaksudkan dan diajarkan oleh Rasulullah kepada beliau dalam mimpinya. “Saya merasa puas bertemu dengan Rasulullah sendiri! Syukur Alhamdulillah!” ucapnya pada Sangadji.
Tulisan dari pengajaran Rasulullah itulah yang nantinya menjadi bagian besar dalam “Tafsir Asas Partai Syarikat Islam”. Yang menarik dari dokumen penting tersebut adalah bahwa Tjokro tidak menjelaskan di bagian mana pun mengenai pertemuan beliau dengan Rasulullah yang mengajari beliau berbagai penjelasan mengenai ayat-ayat Al-Qur’an. Kita tidak menemukan beliau menuliskan “Rasulullah berkata kepadaku”, atau “Rasulullah menjelaskan padaku” dalam dokumen tersebut. Ajaran dan tafsiran yang beliau dapat dari pertemuan dan interaksi tersebut nampaknya beliau biarkan melebur dengan pikiran-pikiran dan gagasan beliau. Hal ini, salah satunya bisa kita lihat dari sepenggal penjelasan dan penafsiran beliau mengenai Surah Asy Syura ayat 38. Setelah beliau menuliskan sistem paham kapitalistik, beliau menulis :
“Tidak begitulah halnya di dalam Islam. Junjungan Kita Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi Wassallam, ialah yang pertama-tama mendirikan dan memerintahkan suatu kerajaan (staat) yang berdasarkan sosialisme yang sejati, di dalam mana orang-orang penduduknya (kaum yang terperintah) dan orang-orang pemerintahnya terbebaslah dari pada tiap-tiap penyakit kecemaran budi pekerti – “ ialah orang-orang penduduk yang tidak perlu memakai kekuasaan dan polisi sebagai yang pada zaman modern ini, untuk memegang mereka di dalam ketertiban, – ialah orang-orang penduduk yang tidak mengandung kebencian atau sikapnya bermusuh antara satu sama lain karena perbedaan golongan (Kelas atau Kasta), perbedaan bangsa atau warna kulit, – ialah orang-orang penduduk yang diantaranya tidak ada perbedaan (pertentangan – kebutuhan dan keperluan) antara yang diperintah dengan yang memerintah. Kerajaan (staat) ada didalam genggaman sekalian orang rakyat (ummat), yang semuanya bertakluk dan menurut Satu Hukum, bukan bikinan manusia, tetapi Hukum yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Luhur dan Maha ‘Adil, yaitu Qur’an Suci, yang hingga kini dan sampai akhir zaman masih tetap dan akan tinggal tetap di dalam kesuciannya yang semula!”
Isi dari dokumen tersebut penuh dengan komentar-komentar kekinian H.O.S Tjokroaminoto terhadap pandangan-pandangan politik pemerintahan beserta dengan pendalilan yang di satu sisi terkesan sangat “fundamental”, dalam artian positif yakni merujuk langsung kepada Al-Qur’an dan Sunnah, namun di satu sisi beliau juga menyertakan dan menyandingkannya dengan pemikiran-pemikiran kiwari di zamannya. Misalnya, setelah mengutip Surah Al Baqarah ayat 275, 278 dan 279, untuk menyerang kapitalisme dan menggalang perlawanan atasnya, beliau mengutip Rosa Luxemburg, seorang pemikir Marxist dari Jerman :
“Berhubung dengan rupa-rupa daya upaya yang dilakukan oleh partai kita sebagai yang tersebut pada angka 5 di atas ini, baiklah kami peringatkan akan benarnya pendapatan Rosa Luxemburg (bangsa Jerman” di dalam karangannya, “De Akkumulation des Kapitals” yang diterbitkan pada tahun 1913, daripada mana kami ambilkan kutipan-kutipan seperlunya seperti yang berikut ….”
Itulah pengalaman yang luar biasa dari tokoh nasional kita, H.O.S. Tjokroaminoto. Kisah pertemuannya dengan Rasulullah dalam mimpinya, yang mengarah pada pengajaran langsung mengenai ayat-ayat Qur’an, menggambarkan kesan yang mendalam dalam pembentukan tafsir asas partainya. Mungkin, dokumen tersebut adalah satu-satunya dokumen partai di dunia, dimana Rasulullah “ikut andil” dalam penyusunannya. Meskipun kontroversial, pengalaman ini menyoroti kompleksitas hubungan antara spiritualitas, pemikiran politik, dan pandangan dunia seseorang. Bagi Tjokroaminoto, pengalaman tersebut tidak hanya menjadi landasan bagi penafsiran agamanya, tetapi juga memengaruhi pandangannya terhadap politik dan kehidupan sosial kontemporer, sekaligus mencerminkan perpaduan antara tradisi dan konteks zaman. (AN)