Ketika Dua Malaikat Bertemu, Apa yang Mereka Bicarakan?

Ketika Dua Malaikat Bertemu, Apa yang Mereka Bicarakan?

Ketika Dua Malaikat Bertemu, Apa yang Mereka Bicarakan?

Suatu ketika, dua malaikat bertemu di langit ke empat. Masing-masing dari mereka akan menunaikan dan menjalankan misi dari Allah SWT namun mereka tak saling mengetahui apa misi kawannya itu. Dalam pertemuan itu, malaikat (A) bertanya kepada malaikat satunya (B), “Mau kemana kamu?”.

“Aku mau pergi untuk melaksanan perintah Tuhan, sebuah misi yang sangat bagus,” jawab malaikat B. Ia lantas melanjutnya dengan penjelasan yang cukup panjang.

Malaikat B menceritakan, ketika berada di suatu Negara ada seorang pemeluk agama Yahudi yang beberapa saat lagi akan menghembuskan nafas terakhir. Di akhir hidupnya, masih ada satu keinginannya yang belum tercapai, yakni ia ingin bisa menyantap suatu ikan tertentu. Namun di tempat ia tinggal, ikan itu tak ada dan tak bisa ditemukan di lautan.

Semasa hidupnya, si Yahudi ini selalu berbuat jahat. Meski begitu, ia pernah melakukan satu kebaikan. Dan Allah sudah berjanji bahwa siapa yang berbuat baik maka Dia akan membalasnya. Maka, Allah mengutus malaikat B itu untuk membawakan ikan ke lautan agar bisa ditemukan oleh keluarga si Yahudi.

Dengan begitu, Allah tak memiliki “hutang” lagi untuk membalas kebaikannya, karena kebaikannya sudah terbalaskan dengan pemberian itu. Itu artinya, ia menghadap Allah, sudah tidak lagi membawa satu kebaikan pun.

Malaikat B juga bertanya kepada malaikat A tentang tujuan kemana ia akan pergi. Ia juga menjawab dengan jawaban yang sama seperti yang dilontarkan oleh si malaikat B, “Aku akan pergi ke suatu tempat untuk melaksanakan satu misi yang sangat bagus.

Ia juga melanjutkan jawaban dengan memberikan suatu penjelasan yang hampir sama dengan penjelasan si malaikat B. Ia mengisahkan, di suatu negara ada seorang muslim yang hendak meninggal dunia. Di akhir hayatnya itu, ia ternyata menginginkan suatu minyak tertentu (minyak wangi/parfum, pen.). Di sisi lain, ia memiliki suatu kesalahan yang belum mendapat balasan dari Allah.

Oleh karenanya, malaikat A tersebut diutus untuk memberikan balasan atas kesalahan yang pernah seorang muslim perbuat itu. Bentuk balasannya adalah si malaikat A diperintahkan untuk menumpahkan minyak itu, sehingga seorang muslim itu tidak bisa mengambil dan menikmatinya (ia sedih). Dengan demikian, ketika ia meninggal dunia dan menghadap Allah, ia sama sekali tidak membawa satu kesalahan pun.

Kisah ini termaktub dalam kitab al-Nawadir karya Ahmad Shihabuddin al-Qalyubi. Oleh Muhammad bin Ka’ab, sebagaimana ditulis al-Qalyubi, kisah ini disebutkan sebagai makna dari ayat:

فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ

“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya”. (Az-Zalzalah/99:7-8)

Namun agaknya kisah ini juga bisa menjadi bukti bahwa segala keburukan atau musibah yang menimpa seorang muslim bisa jadi itu adalah pelebur dari kesalahan yang pernah ia kerjakan. Dengan demikian, di akhirat kelak ia tidak lagi mendapatkan siksa. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah berupa rasa sakit (yang tidak kunjung sembuh), rasa capek, rasa sakit, rasa sedih, dan kekhawatiran yang menerpa melainkan dosa-dosanya akan diampuni” (HR. Muslim).

Walhasil, apapun musibah yang menimpa setiap muslim, hendaknya ia disikapi dengan penuh kesabaran dan selalu khusnudzan (berbaik sangka) kepada Allah. Karena bisa jadi itu adalah cara Allah menghapus dosa-dosanya. Wallahu a’lam.

 

Sumber:

Ahmad Shihabuddin al-Qalyubi, al-Nawadir (Jeddah: al-Haramain, t.th.), hal. 106

Abu al-Hasan Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut: Dar al-Jail dan Dar al-Afaq al-Jadiddah, t.th), v. 8, hal. 16.