Seorang muslim dengan status keislamannya tidak bisa membuatnya menjadi kebal terhadap hukum. Rasul sendiri dengan tegas mengemukakan sebuah diktum “ Jikalau seandainya anakku Fatimah yang kedapatan mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.”
Bahkan nasab mulia Fatimah yang didapat dari Rasulullah, tidak mampu menyelamatkannya dari hukuman potong tangan, seandainya jika perbuatan kriminal itu benar-benar Fatimah lakukan.
Tidak hanya Rasul, bahkan Allah sendiri dalam Al Qur’an pernah membela seorang Yahudi yang dituduh mencuri padahal tidak begitu faktanya. Dalam Tafsir Imam as Suyuthi Ad-Durrul Mansur fit Tafsir bil Matsur mengutip sebuah kisah tentang Thu’mah bin Ubairiq sahabat Nabi dari kalangan Anshar dan Zaid as Saimin dari kalangan Yahudi Madinah.
Suatu ketika Thu’mah mencuri baju perang milik Qatadah bin an Nu’man. Mendapati dirinya hampir ketahuan oleh si pemilik, maka bergegaslah Thu’mah berlari ke rumah tetangganya yang kebetulan orang yahudi bernama Zaid as Saimin. Dengan alasan hendak menitipkan baju perang kepadanya, Zaid pun tanpa curiga menerima baju perang titipan Thu’mah.
Masalah pun meledak, Qatadah sebagai si empunya baju perang, mendatangi Rasul dan mengadukan bahwa baju perangnya telah dicuri dan meminta agar si pelaku diberikan hukuman yang berat. Setelah ditelisik, ditemukanlah baju perang milik Qatadah di rumah Zaid.
Zaid pun panik dan menolak tuduhan itu dan menjelaskan kronologis secara runtut bagaimana kisah baju perang itu sampai kerumahnya. Thu’mah yang merasa tersudut dengan penjelasannya pun tidak terima, dan malah berbalik menuduh Zaid sebagai pencurinya.
Mendengar masalah yang menimpa Thu’mah, maka kabilah Thu’mah yakni Bani Dhafar bin al Harits pun ikut datang menemani dan membelanya. Mereka menceritakan dengan bangga dukungan, solidaritas dan pengorbanan kabilah mereka selama ini dalam membela Islam.
Apalagi mereka menyandang gelar Anshar, kaum yang menolong dan menjadi pembela utama Nabi saat dulu diusir dari kampung halamannya, Mekkah. Kontribusi perjuangan mereka tentu tidak perlu diragukan sama sekali.
Mereka menuntut kepada Nabi untuk segera menetapkan Zaid sebagai pencuri dan menjatuhkan hukuman potong tangan kepadanya. Sementara Zaid yang sendirian dan lemah, hanya bisa tertunduk pasrah menerima nasib buruk yang akan menimpanya.
Hampir saja Nabi condong pada tuntutan kabilah Thu’mah, dan menzalimi Zaid, hingga Allah yang Maha Mengetahui pun menurunkan ayat-ayatNya untuk membela Zaid yang tercantum dalam surah An Nisa ayat 105-112. Salah satu pembelaan eksplisit Allah tercantum di ayat 112 “ Dan barangsiapa berbuat kesalahan atau dosa, kemudian dia tuduhkan kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh dia telah memikul suatu kebohongan yang nyata”
Islam adalah agama keadilan yang menjunjung tinggi prinsip kebenaran berbasis fakta-fakta yang sahih. Allah dan Rasul-Nya pun akan membela orang-orang yang benar terlepas apapun jubah yang dia kenakan, bahkan kepada orang kafir sekalipun.
Maka sungguh tidak elok, jika ada seorang yang mengaku sebagai seorang yang faqih dalam agama, namun justru berkata serta bertindak tanpa dasar fakta, dan hanya menuruti nafsu kepentingannya sendiri. Jika dia berkata, bahwa tindakannya itu semata-mata untuk membela Allah, tidakkah dia lupa bahwa Allah sendiri adalah Dzat yang hanya membela orang-orang yang Benar?
Wallahu A’lam.