Penguasaan akan ilmu pengetahuan di zaman sekarang tidaklah menjadi prioritas utama, cukup hanya dengan penguasaan retorika, sesorang sudah bisa dianggap sebagai ustad atau bahkan kiai.
Padahal dulu di zaman Salafus Solih seseorang akan dipanggil ulama ketika dia sudah melewati berbagai macam tahapan seleksi dari ulama-ulama yang kompatibel pada zamanya. Masih ingat kisahnya Imam Bukhori ketika diuji kemampuan hapalan haditsnya oleh para ahli hadits. Ketika Imam Bukhori berhasil melewatinya barulah imam Bukhori diakui keilmuanya.
Kesalahan kita zaman sekarang adalah karena kita tidak yakin dengan Ilmu yang kita pelajari, kita masih tergoyahkan dengan harta, tahta bahkan wanita, padahal Sayyidina Ali pernah berkat ketika didatangi oleh para khowarij yang dengki akan kealimanya “bahwa Ilmu lebih penting dari sealanya”
Ketika Rasulallah meriwatkan hadits
أنا مدينة العلم وعلي بابها.
Saya -Muhammad- adalah pusat ilmu dan Ali adalah pintunya.
Rasulallah pun menginstruksikan kepada para sohabat, jika kalian ingin mempelajari Ilmu disumbernya langsung maka lewatlah sayidina Ali sebagai pintunya.
Ketika mendengar hadits ini orang-orang Khowarij yang selamanya akan membencinya langsung tidak mempercayai apa yang disampaikan Rasul dan berinisiatif untuk mengujinya. Akhirnya mereka mengumpulkan 10 orang pemuda untuk mengajukan pertanyaan yang sama dan kalau sayidina Ali menjawab dengan jawaban yang sama maka tidak pantas beliau menjadi pintunya sumber Ilmu.
Pertanyaan pertama yang diajukan kepada sayyidina Ali
العلم أفضل أم المال ؟؟
Sayidina Ali menjawab
.العلم أفضل، لأن العلم ميرث الأنبياء والمال ميراث القرون والفرعون
” Lebih mulya ilmu dari pada harta, karena ilmu adalah warisan para nabi sedangkan harta warisan qorun dan firaun”
Datang lagi orang kedua dengan pertanyaan yang sama, sayidina Ali pun menjawabnya dengan jawaban yang berbeda.
العلم أفضل من المال لأن العلم يحرسك والمال تحرسه
” lebih penting ilmu, Karena ilmu menjagamu sedangkan harta engkaulah yang menjaganya”
Sampai utusan yang ke 10 sayidina Ali menjawabnya dengan jawaban yang berbeda. Kata sayidina Ali, selagi saya masih hidup saya akan terus menjawab dengan jawaban yang berbeda ketika mereka bertanya tentang ‘lebih penting mana ilmu dan harta’.
Berikut saya kutipkan jawaban sayidina Ali dari orang ketiga sampai ke sepuluh.
٢. العلم أفضل من المال لأن لصاحب المال عدو كثير ولصاحب العلم صديق كثير.
” Ilmu lebih penting dari harta karena pemilik harta akan memiliki musuh yang sangat banyak dan sebaliknya orang yang berilmu akan memiliki teman yang banyak”
٤. العلم أفضل من المال لأن إذا صرفت من المال فإنه ينقص، وإذا صرفت من العلم فإنه يزيد
” Ilmu lebih penting dari harta karena harta akan habis ketika dibelanjakan dan ilmu justru akan terus bertambah ketika diamalkan”
٥. العلم أفضل من المال لأن صاحب المال يدعى باسم البخل واللؤم وصاحب العلم يدعي باسم الكرام والعظام
” Ilmu lebih penting dari harta karena pemilik harta akan dikenal dengan kekikiranya dan celaanya dan orang yang berilmu dengan keagungan dan kemuliaannya”
٦. العلم أفضل من المال لأن المال يحفظ من السارق والعلم لا يحفظ
” Ilmu lebih penting dari harta karena harta akan selalu dijaga dari pencuri dan ilmu tidak”
٧. العلم أفضل من المال لأن صاحب المال يحاسب يوم القيامة وصاحب العلم يشفع يوم القيامة
” Ilmu lebih penting dari harta karena pemilik harta akan dihisab di akherat, sedangkan orang yang berilmu justru akan mendapatkan syafaat”
٨. العلم أفضل من المال لأن المال لا يندرس بطول المكث ومرور الزمان والعلم لايندرس
” Ilmu lebih penting dari harta karena harta dengan berjalanya waktu akan habis dengan sendirinya sedangkan ilmu tidak, ilmu akan habis dengan meninggalnya orang yang berilmu”
٩. العلم أفضل من المال لأن المال يقسي القلب والعلم ينور القلب
” Ilmu lebih penting dari harta karena harta akan menjadikan hati kita keras sedangkan ilmu justru akan menerangi”
١٠. العلم أفضل من المال لأن صاحب المال يدعي الربوبية بسبب المال وصاحب العلم يدعي العبودية
” Ilmu lebih penting dari harta karena pemilik harta akan menggangap dirinya seperti tuhan dengan uangnya, tapi orang yang memiliki Ilmu akan merendahkan dirinya sebagai hamba dengan ilmunya”