Ketika Ali bin Abi Thalib Ditanya Tentang Cinta

Ketika Ali bin Abi Thalib Ditanya Tentang Cinta

Suatu hari Sayyid Husein kecil bertanya kepada ayahnya, Ali Karramallahu Wajhah, lalu bagaimana kisahnya?

Ketika Ali bin Abi Thalib Ditanya Tentang Cinta

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, suatu hari Sayyid Husein kecil bertanya kepada ayahnya, Ali Karramallahu Wajhah, “Ayahku, apakah engkau mencintai Allah?”

“Ya,” jawab Ali karramallahuwajhah.

“Apakah engkau mencintai kakekku dari jalur ibu (yakni Nabi Muhammad Saw.)?”

“Ya.”

“Apakah engkau juga mencintai ibuku (yakni Sayyidah Fatimah)?”

“Ya.”

“Dan apakah engkau juga mencintai aku?”

“Tentu saja aku mencintaimu.”

“Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu (yang satu)?”

Ali karramallah wajhah tersenyum, memandang putranya, kemudian berkata, “Anakku, pertanyaanmu sangat hebat.” ia menarik nafas, “Cintaku kepada kakekmu dari ibu, ibumu, dan kepadamu adalah karena Allah Swt. telah memerintahkan semua cinta ini. Karena itu, semua cinta ini sesungguhnya adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Swt.”

Husein kecil yang cerdas pun tersenyum puas mendengar penjelasan Sang Babul Ilmi, ayahnya sendiri.

Kisah ini memberikan pelajaran penting bagi kita, bahwa mencintai Allah adalah sumber atas semua cinta. Dengan mencintai semua makhluk di bumi, tak lantas mengurangi kecintaan kita kepada Allah, justru merupakan buah mencintai Allah.

Hanya saja Al-Quran mewanti-wanti agar kita senantiasa waspada, jangan sampai yang selain Allah melalaikan kita. Dalam Surah al-Munafiqun ayat 9 Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”

Lantas, siapa yang layak dijadikan teladan? Tentu saja Rasulullah Saw. Allah berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.”

Setelah Rasul tiada, kita bisa meneladani para pewarisnya, para ulama. Ulama yang bukan sekadar ulama, tetapi yang memiliki ilmu mendalam dan akhlak mulia seperti Rasul.

Jika Allah telah mencintai kita, maka itu sudah cukup bagi kita. Firman Allah dalam Hadis Qudsi, “Jika Aku (Allah) telah mencintai seorang hamba, maka (Aku) menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya, (Aku) menjadi penglihatan yang dia melihat dengannya, menjadi tangan yang dia memukul dengannya, menjadi kaki yang dia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni, dan jika dia minta perlindungan kepada-Ku, niscaya akan Aku lindungi.” 

Wallahu a’lam.