Anak-anak terkadang lebih sensitif dibandingkan orang dewasa. Buktinya ketika televisi nasional pada puasa tahun ini tidak lagi menayangkan doa buka puasa “allahumma laka shumtu”, justru anak-anaklah yang mempertanyakannya. Kenapa doa buka puasa sekarang diganti dengan “dzahabad-dhamau wabtallatil uruqu wa tsbatal ajru”?
Umumnya doa buka puasa yang diterima anak-anak di bangku sekolah ialah doa “Allahumma laka shumtu”. Termasuk orang dewasa dalam kelompok mayoritas muslim Indonesia juga terbiasa membaca doa itu pada saat berbuka puasa. Oleh sebab itu wajar mereka mempertanyakan kenapa doa yang biasa mereka baca itu tidak lagi ditayangkan dalam siaran televisi? Adakah yang salah dengan doa itu? Bukankah spirit doa berbuka puasa adalah maklumat Nabi Saw tentang doa yang tak akan ditolak Allah Swt?
Dari Abu Hurairah ra. disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Ada tiga doa orang yang tak akan ditolak Allah Swt: yaitu doa orang berbuka puasa, doa pemimpin yang adil, dan doa orang yang teraniaya”. (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah). Dengan kata lain bukankah segala bentuk doa boleh dipanjatkan orang yang sedang berbuka puasa?
Konon, televisi nasional tak lagi menayangkan doa “Allahumma laka shumtu” karena kritik muballigh kondang yang mempertanyakan validitas hadits seputar doa “Allahumma laka shumtu”. Hadits yang diriwayatkan dari Muad bin Zahroh itu oleh para ahli hadits dianggap hadits mursal.
Sementara doa buka puasa “Zdahabad-dhamau wabtallatil uruqu wa tsbatal ajru” yang sekarang ditayangkan televisi nasional sumber haditsnya tergolong hadits hasan. Oleh sebab itulah sang muballigh berhujah agar doa buka puasa yang ditayangkan menggunakan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar. Pertimbangannya hadits hasan lebih valid dibandingkan hadits mursal.
Sebetulnya diskusi tentang validitas hadits tentang doa puasa sudah berlangsung lama terjadi. Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar halaman 171-172 sudah merespon masalah itu. Dengan pendekatan tarjih, beliau jelaskan secara proporsional tentang berbagai hadits yang menjelaskan bacaan doa buka puasa. Mau memakai “Dzahabad-dhomau” atau “Allahumma laka shumtu” maupun “Allahumma inni asalula bi rohmatika” semuanya tak menjadi soal.
Alasan Imam Nawawi adalah spirit doa itu meminta yang merupakan bagian utama fadhoilul a’mal (keutamaan amal). Lagi pula menurut Imam Nawawi, sekalipun hadits “Allahumma laka shumtu” mursal-dhoif tapi didukung dengan keterangan hadits serupa yang berasal dari sumber berbeda (Muadz b Zahroh, Ibnu Abbas, Abdullah b. Amru). Apalagi ada keterangan lain yang menjelaskan doa orang berpuasa itu tak akan ditolak Allah Swt.
Dalam penjelasan akhir imam Nawawi disebutkan satu hadits yang diriwayatkan dari Abdullah b. Amru b. Ibnul Ash. Beliau mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya menjadi hak bagi orang yang berbuka puasa bahwasanya doanya tak akan ditolak” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Sunni).
Oleh sebab itulah sebaiknya tak perlu memilih-milih doa buka puasa. Bukankah yang sudah-sudah televisi nasional menayangkan lengkap doa buka puasa dimulai dengan “Allahumma laka shumtu” dan diakhiri dengan “Zdahabad-Dhomau”? Semestinya pengelola program tv nasional memahami psikologi massa bahwa mayoritas muslim Indonesia biasa membaca doa buka puasa yang sudah diwariskan turun menurun dan tidak menyalahi ajaran agama yang dianutnya.