Pernah gak sih terbesit pertanyaan “kenapa ya kok Masjid Istiqlal dibangun tepat berdampingan dengan Gereja Katedral? Emangnya gak mengganggu ibadah satu sama lain ya? Pertanyaan itu sempat mampir di pikiran saya dan membuat saya mencari jawabannya. Sebenarnya, pembangunan Gereja Katedral dilakukan sebanyak dua kali. Pada kali pertama terjadi di tahun 1808. Dirintis oleh Pastor Nelissen dan Pastor Prinsen.
Awalnya, Gereja Katedral hanya berupa dinding rakitan bambu yang dihibahkan dari pemerintah Belanda. Karena dana yang kurang mencukupi, renovasi besar-besaran gereja ditunda. Gereja seluas 8×32 tersebut sayangnya terbakar bersamaan rumah pedagang Tionghoa pada tanggal 27 Juni 1826. Peristiwa tersebut mendorong untuk pembangunan Gereja Katedral kali kedua di tahun 1891 dengan luas 60×20 yang awalnya bernama Gereja St Maria Diangkat ke Surga dan berubah nama menjadi Gereja Katedral. Kemudian, diresmikan pada tahun 1901.
Sedangkan Masjid Istiqlal, diawali dengan sayembara arsitek pembangunan. Frederick Silaban, seorang Protestan yang memenangkan sayembara. Kemudian, terjadi kontrovesi tata letak masjid. Bung Karno dan Bung Hatta sempat berbeda pendapat. Akhirnya, singkat cerita peletakan batu pun dilakukan pada tahun 1951. Bung Hatta mengikuti pendapat Bung Karno yang mengarahkan untuk membangun Masjid Itiqlal tepat berhadapan dengan Gereja Katedral. Nah, Kembali ke persoalan awal, kira-kira apa sih yang melatarbelakangi peletakan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral berhadapan?
Pertama, Bung Karno menghendaki bahwa tata letak pembangunan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang berhadapan tersebut menjadi simbol toleransi antar agama di Indonesia. Ternyata, sikap toleransi yang tinggi dari seorang pemimpin Negara berpengaruh besar dan menentukan regulasi Negara. Apresiasi terhormat untuk pemimpin pertama Negara kita yaitu Bapak Ir. Soekarno yang memberikan teladan baik kepada kita untuk mengimplementasikan sikap toleransi di masyarakat.
Kedua, sikap toleransi dari umat muslim dan katolik telah menyumbang banyak suara perdamaian antar agama. Tanpa sikap toleransi yang berasal dari umat masing-masing agama tersebut maka dapat menimbulkan demo besar-besaran atau bahkan ledakan bom hingga detik ini. Namun faktanya tidak terjadi. Artinya sikap toleransi yang dijunjung tinggi dan diterapkan dapat menghapus segala pergeseran sebab agama maupun politik. Walaupun, dulu pada tahun 2000 sempat terjadi ledakan bom saat Misa Malam Natal di pagar Katedral. Selain itu, sikap toleransi yang ditunjukkan oleh umat dari masing-masing agama adalah penggunaan halaman masjid Katedral saat diadakannya beberapa acara besar dalam Islam.
Ketiga, setelah Bung Karno menghendaki bahwa peletakan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang berhadapan tersebut menjadi simbol toleransi umat bergama, maka diharapkan tidak hanya agama saja yang toleransi, akan tetapi juga antar umatnya sehingga mampu menjaga kerukunan dan perdamain. Didukung dengan watak dan karakteristik warga Indonesia yang cenderung ramah dan saling menghargai.
Nah, apakah sejarah peletakan pembangunan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral tersebut masih membuat kita untuk tidak saling menghargai dan menjaga kerukunan? Marilah saat ini hilangkan perasaan fanatik akan kebenaran diri sendiri atau kelompok sendiri dengan mengesampingkan orang lain maupaun komunitas lain. Karena memang sejarah juga sudah memberikan contoh dan teladan toleransi yang baik.