Ada seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Abu Dzar Al-Ghifari. Dia termasuk sahabat besar yang berjuang bersama beliau. Di salah satu peperangan, dia terlambat dari rombongan Rasulullah sehingga dia harus berjalan sendirian.
Awalnya dia menaiki seekor unta tua yang kurus. Namun ditengan perjalanan, dia harus meninggalkan unta itu karena sudah tak mampu lagi berjalan. Akhirnya dia berjalan kaki untuk menyusul rombongan. Jaraknya terlalu jauh semetara bekal sudah mulai habis. Di tengah padang pasir, sendirian, dia pun mulai kehausan. Tapi tak ada sedikit pun air. Dia terus berusaha berjalan dalam dahaga selama beberapa hari. Sampai akhirnya dia menemukan air sisa dari kafilah yang telah pergi. Langsung dia ambil air itu dan ketika hendak meminumnya, terlintas dalam benaknya “Sudahkah kekasihku Rasulullah saw minum?”.
Dia pun memasukkan air itu kedalam ghirbah tanpa meminumnya sedikitpun. Dia melanjutkan perjalanan dengan lunglai karena haus. Sementara Rasulullah saw telah berkemah dan orang-orang mulai mencurigai Abu Dzar tidak ikut perang. Tapi Rasulullah tetap mengatakan bahwa dia akan datang.
Hingga dari kejauhan terlihat bayangan seorang menuju perkemahan Rasulullah saw. Melihat itu, Rasulullah berharap semoga itu adalah Abu Dzar. Dan ternyata, dia memang Abu Dzar yang tiba-tiba jatuh pingsan di dekat kemah. Rasul langsung menyuruh yang lain mengambilkan air. Mendengar suara Rasul, dia pun siuman dari pingsannya, lalu dia berkata “Salam atasmu Wahai Rasulullah”. Rasul menyuruh sahabat yang lain memberikan air padanya. Lalu Abu Dzar berkata, “Aku memiliki air Ya Rasulullah.” Rasul bertanya, “Lalu kenapa tidak kau minum.” Ia menjawab, “Aku takut engkau tidak mendapatkan air dipadang sahara ini, aku tidak akan meminumnya sebelum aku yakin bahwa engkau telah mendapatkan air.”
Pada bagian sebelumnya kita telah banyak membahas tentang keyakinan. Kita telah sepakat bahwa perbuatan manusia itu didorong oleh keyakinan. Mendengar cerita Abu Dzar, kita akan tau betapa sahabat ini memiliki keyakian yang penuh kepada Rasulullah saw. Hingga harus bertahan dalam dahaga sebelum melihat beliau mendapatkan air. Namun lihatlah, para malaikat langit pernah berkata kepada Rasulullah bahwa ada doa yang digemari penduduk langit. Dan doa itu adalah doa dari Abu Dzar. Bagaimanakah doa itu?
“Ya Allah aku meminta keimanan (mutlak) kepadamu, percaya (mutlak) kepada nabimu. Dan dijauhkan dari seluruh bencana serta bersyukur atas keselamatan itu. Dan dijauhkan dari orang-orang yang buruk.”
Abu Dzar yang memiliki kecintaan yang besar kepada Rasulullah ini masih selalu meminta keyakinan dan kepercayaan mutlak kepada Rasulullah. Mengapa? Karena kunci dari semua perbuatan yang akan dilakukan adalah kepercayaan mutlak kepada Rasulullah saw. Tanpa kepercayaan ini, mustahil sseorang mau melakukan apa yang diperintahkan Allah swt.
Apa Saja Tingkat Keyakinan itu?
Di dalam Al-Qur’an disebutkan 3 tingkat keyakinan. Allah berfirman,
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ -٥-
“Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti”
(At-Takatsur 5)
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ -٧-
“Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri”
(At-Takatsur 7)
إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ -٩٥-
“Sungguh inilah keyakinan yang benar.”
(Al-Waqi’ah 95)
Keyakinan itu terbagi menjadi 3 tingkatan, Ilmul Yaqin, Ainul Yaqin dan Haqqul Yaqin. Untuk membedakannya kita gunakan analogi api dan asap.
Saat melihat asap, ilmu kita mengatakan bahwa pasti ada api disana. Ilmul Yaqin adalah pengetahuan kita pada asap tersebut.
Saat kita langsung melihat apinya, maka tingkat keyakinan kita telah sampai pada Ainul Yaqin. Karena kita telah melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Saat kita mendekat dan merasakan panasnya api tersebut. Maka keyakinan kita telah mencapai puncak yaitu Haqqul Yaqin karena kita merasakannya langsung.
Kita juga dapat memahami tingkatan keyakinan ini dengan menyimak kisah dalam Al-Qur’an tentang Nabi Ibrahim as. Allah sedang memberi contoh bagaimana sebenarnya Ilmul Yaqin, Ainul Yaqin dan Haqqul Yakin itu.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَآجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رِبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِـي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِـي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ -٢٥٨-
“Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhan-nya, karena Allah telah Memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata,“Tuhan-ku ialah Yang Menghidupkan dan Mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah Menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.”
(Al-Baqarah 258)
Kisah ini menceritakan bagaimana Ibrahim as memiliki Ilmul Yaqin. Bagaimana dengan Ainul Yaqin? Allah berfirman,
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ -٢٥٩-
Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, “Bagaimana Allah Menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?” Lalu Allah Mematikannya (orang itu) selama seratus tahun, kemudian Membangkitkannya (Menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) Bertanya, “Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia (orang itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.” Allah Berfirman, ”Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami Jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami Menyusunnya kembali, kemudian Kami Membalutnya dengan daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Saya mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Al-Baqarah 259)
Kemudian ayat selanjutnya, Allah menceritakan tentang Haqqul Yaqin.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِـي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن قَالَ بَلَى وَلَـكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءاً ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْياً وَاعْلَمْ أَنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ -٢٦٠-
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhan-ku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau Menghidupkan orang mati.” Allah Berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) Berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
(Al-Baqarah 260)
Begitulah Allah memberitahu hakikat kepada Ibrahim hingga dia memperoleh puncak keyakinan.
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ -٧٥-
“Dan demikianlah Kami Memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.”
(Al-An’am 75)
Semuanya kembali pada keyakinan. Cukuplah keyakinan sebagai kekayaan, sabda Rasulullah saw.
Teringat pula kisah Ibrahim ketika akan dibakar oleh Api Namrud. Para malaikat berdatangan menawarkan diri. Malaikat angin menawarkan angin untuk mematikan api. Malaikat hujan menawarkan hujan. Semua tawaran itu ditolak oleh Nabi Ibrahim. Dan beliau berkata pada malikat itu, “Cukuplah Ilmu Allah yang mengetahui keadaanku.”
Keyakinan Ibrahim pada Allah membuahkan hasil. Api itu tetap berkobar namun menjadi dingin dan aman bagi Ibrahim. Allah menjawab keyakinan itu dengan firman-Nya,
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلَى إِبْرَاهِيمَ -٦٩-
Kami (Allah) Berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim,”
(Al-Anbiya’ 69)
Apakah Tanda-Tanda Orang yang Yakin?
Rasulullah saw bersabda,
“Tanda orang yang yakin itu ada 6:
- Yakin kepada Allah dengan sebenarnya maka dia beriman kepada-Nya.
- Yakin bahwa kematian itu benar maka dia takut (mempersiapkan diri)
- Yakin bahwa Hari Kebangkitan itu benar maka dia takut dipermalukan (karena di hari itu semua perbuatan akan tampak).
- Yakin bahwa surga itu benar maka dia rindu kepadanya.
- Yakin bahwa neraka itu benar maka dia berusaha untuk selamat darinya.
- Yakin bahwa Hisab itu benar maka dia menghisab dirinya sendiri.”
Dalam sabda lain beliau memberi cara untuk meraih keyakinan, beliau bersabda,
“Hal-hal yang dpat mengantarkan kepada keyakinan adalah dengan pendeknya angan-angan, keikhlasan dalam amal dan zuhud pada dunia”
Orang yang meraih keyakinan akan mendapat perubahan yang drastis dalam hidupnya. Ingatkah anda ketika para penyihir Fir’aun melemparkan tali-tali yang menipu mata manusia. Tali-tali itu seakan berubah menjadi ular-ular kecil untuk melawan Musa. Namun ketika Musa as melemparkan tongkatnya, tongkat itu berubah menjadi ular yang sebenarnya. Ular itu memakan habis semua ular tipuan para penyihir. Melihat Mukjizat ini, seketika itu para penyihir menjadi yakin akan kebenaran Musa dan mereka beriman. Walaupun Fir’aun mengancam akan membunuh, tapi mereka tetap beriman karena telah benar-benar yakin kepada Musa.
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ -٤٦- قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ -٤٧- رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ -٤٨-
Maka menyungkurlah para pesihir itu, bersujud, mereka berkata, “Kami beriman kepada Tuhan seluruh alam, mereka berkata, “Kami beriman kepada Tuhan seluruh alam, (yaitu) Tuhan-nya Musa dan Harun.”
(Asy-Syuara 46-48)
قَالَ آمَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَسَوْفَ تَعْلَمُونَ لَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ -٤٩- قَالُوا لَا ضَيْرَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنقَلِبُونَ -٥٠- إِنَّا نَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا خَطَايَانَا أَن كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ -٥١-
Dia (Fir‘aun) berkata, “Mengapa kamu beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Nanti kamu pasti akan tahu (akibat perbuatanmu). Pasti akan kupotong tangan dan kakimu bersilang dan sungguh, akan kusalib kamu semuanya.” Mereka berkata, “Tidak ada yang kami takutkan, karena kami akan kembali kepada Tuhan kami. Sesungguhnya kami sangat menginginkan sekiranya Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami menjadi orang yang pertama-tama beriman.”
(Asy-Syuara’ 51)
Karena itu jangan heran jika orang-orang yang memiliki keyakinan kepada Allah tidak akan pernah takut pada siapapun selain-Nya.
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ -٦٢-
“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”
(Yunus 62)