Kenang Mbah Moen, Alissa Wahid: Tetap Berdiri Walau Berkursiroda Demi “Indonesia Raya”

Kenang Mbah Moen, Alissa Wahid: Tetap Berdiri Walau Berkursiroda Demi “Indonesia Raya”

Mbah Moen sering menguatkan nasionalisme dengan kaedah-kaedah fikih yang sangat beliau kuasai.

Kenang Mbah Moen, Alissa Wahid: Tetap Berdiri Walau Berkursiroda Demi “Indonesia Raya”

Saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seorang laki-laki berkursiroda tiba-tiba berdiri walaupun ia harus dipapah dan dijaga beberapa orang di sampingnya. Itulah K.H Maimoen Zubair, seorang ulama yang sangat alim, ahli fikih, punya pesantren besar dengan ribuan santri, namun sangat mencintai negerinya.

Cerita berdirinya Mbah Moen saat menyanyikan lagu Indonesia Raya ini pernah dituturkan putri Gus Dur, Alissa Wahid melalui akun Twitternya. Alissa bahkan ingin nangis saat melihat Mbah Moen memaksakan dirinya yang berkursiroda untuk berdiri hanya karena lagu kebangsaan Indonesia Raya sedang dinyanyikan pada acara Muktamar NU ke 33 di Jombang pada tahun 2015 lalu.

“Mau nangis melihat Kyai Maimoen Zubair yang berkursiroda memaksa berdiri untuk menyanyikan Indonesia Raya,” tutur Alissa Wahid.

Wafatnya K.H Maimoen Zubair, Selasa, 6 Agustus 2019, memang meninggalkan kenangan bagi banyak orang, termasuk bagi Alissa Wahid sendiri. Menurut Alissa, Mbah Moen adalah sosok ulama yang mampu meredam menguatnya faham anti nasionalisme yang semakin marak berkembang di masyarakat.

“Di tengah menguatnya sentimen keagamaan yang menolak konsep negara bangsa RI, pesan-pesan beliau menjadi panduan bagi banyak warga muslim dalam memaknai hidup bersama di Nusantara,” tutur Alissa kepada Islamidotco.

Alissa juga menuturkan bahwa ia mendapatkan banyak sekali wawasan tentang sejarah Indonesia dari Mbah Moen, tepatnya saat menemani beliau wukuf di Arafah.

Sebagai seorang ulama yang ahli fikih, Mbah Moen memang tidak pernah mempertentangkan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dan syariat Islam. Malah saat memberikan tausiyah dalam acara-acara besar, Mbah Moen sering menyampaikan kecintaan beliau kepada Indonesia tanpa membenturkannya dengan Islam. Beliau malah sering menguatkan nasionalisme dengan kaedah-kaedah fikih yang sangat beliau kuasai.