Kembalinya Basuki Tjahaja Purnama dan Kewarasan Politik Kita

Kembalinya Basuki Tjahaja Purnama dan Kewarasan Politik Kita

Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) bebas setelah menjalani hukuman, ia dipenjara karena dianggap menista islam sesuatu yang sampai sekarang saya pertanyakan

Kembalinya Basuki Tjahaja Purnama dan Kewarasan Politik Kita

Basuki Tjahaja Purnama (BTP) saja hari ini bebas setelah menjalani masa kurungan 1 tahun, 8 bulan dan 15 hari. Dalam surat yang ditulisnya beberapa hari lalu, Ahok berharap untuk dipanggil sebagai Basuki Tjahaja Purnama (BTP) saja, tidak Ahok. Baiklah, dengan demikian kita panggil BTP saja dalam tulisan ini.

BTP dipenjara atas dakwaan kasus Penistaan Agama. Kasus tersebut dituduhkan kepadanya atas sebuah penggalan video pidato BTP saat di Kepulauan Seribu yang sebetulnya adalah masih kabur. Karena memang pasal karet, batasan-batasan sejauh mana hal itu menista agama masihlah sangat tidak jelas dan sangat kabur pendefinisiannya. Pasal tersebut masih sangat multi tafsir dan penuh subjektivitas batasan-batasan apakah suatu kasus itu bisa dianggap suatu penistaan.

Selain menjadi korban pasal karet penodaan agama. Dibuinya BTP lebih merupakan desakan politik rasis dari kubu oposisi politik yang melakukan demostrasi berjilid-jilid dengan melibatkan ormas. Sekaligus, desakan politik tersebut ditambah bergabungnya politisi yang merasa kurang senang dengan gaya politik BTP yang dianggapnya tidak bisa diajak kompromi dan terlalu dicintai oleh banyak orang.

Pada saat menjabat, baik sebagai DPR RI maupun ketika menjadi Wakil Gubernur dan Gubernur DKI Jakarta. BTP adalah sosok harapan untuk perubahan wajah pejabat publik yang bisa bekerja keras, BTP selalu penuh membara dalam menyampaikan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh pemerintahannya dan secara tegas berani berdebat dihadapan publik dengan berbagai pihak atas pekerjaan yang mendetail.

Di DKI Jakarta kepemimpinan BTP saat itu sangat terasa perubahan-perubahannya. Ia tak segan-segan mendamprat pejabat publik disekitaran Pemprov DKI yang tak dapat bekerja dengan becus. Di setiap kelurahan dan kecamatan di DKI sangat berasa reformasi dan kinerja birokrasi dibawah kepemerintahan BTP. Setiap pejabat publik oleh BTP diminta untuk bekerja secara efisien dan transparan.

BTP saat itu tak segan menggunakan urat syarafnya untuk mendamprat pejabat publik yang kinerjanya lamban dan bertele-tele. Reformasi birokrasinya bekerja dengan baik diterapkan BTP di DKI. Bahkan, warga DKI merasakan sendiri perubahan-perubahan yang memudahkan mereka dalam mengurus keperluan administratif di kelurahan hingga Pemprov.

BTP juga adalah sosok politisi dan pejabat publik yang mempunyai visi politik yang jelas. Ia mampu membaca permasalahan yang dihadapi oleh pemerintahan dalam naungannya. Hal ini tidaklah lumrah sebagaimana pejabat publik lainnya yang selalu bertele-tele dan penuh klise dalam mendiagnosis permasalahan. Penjelasan BTP sangat jelas, tegas dan tepat sasaran.

Namun, kebiasaan iklim politik kita, kalau ada orang yang bekerja dengan baik dan dicintai oleh banyak orang. Para politisi lain merasa terancam. BTP bukannya dijatuhkan dengan kasus yang memang kasus blunder kebijakan publik seperti berbagai penggusuran yang tidak sesuai mekanisme hukum, seperti kasus Bukit Duri. BTP dijatukan lawan politik dengan kasus yang sama sekali tak etis, ia dituduh menista agama.

BTP memiliki dobel minoritas. Pertama, ia seorang keturunan Cina. Kedua, ia seorang non muslim. Menyandang dua minoritas tersebut sangat mudah untuk kalangan oposisinya dalam menjatuhkan BTP. Sentimen anti Cina dan anti pemimpin non muslim dimainkan lawan politiknya dan berhasil membakar suasana Pilkada DKI Jakarta 2017 dan berhasil menghancurkan suara politik BTP.

BTP dianggap sebagai musuh bersama umat. Kampanye tersebut dimainkan oleh oposisi politik  yang tak suka dengan kinerja baik BTP. Para oposan ini menggunakan politik identitas untuk menjatuhkan BTP. Mereka tak pernah melakukan kritik yang benar-benar terkait dengan kemampuan dan kinerja BTP sebagai pejabat publik. Para oposan tak pernah mengkritik BTP yang sering melakukan penggusuran dengan menerabas aturan hukum semisal. Tidak, ia dijatuhkan karena ia Cina dan sekaligus non muslim.

BTP akhirnya bisa dijatuhkan. Karir politiknya dihabisi oleh para oposannya. Dan kini, ia keluar dari Rutan Mako Brimob. Ia telah melaksanakan dan menerima hukuman atas pasal karet penodaan agama.  Si sosok pejabat publik yang paling waras itu kini kembali. Selamat datang kembali BTP.