Kecerdikan Al-Ashmu’i Berkelit dari Pertanyaan Harun al-Rasyid

Kecerdikan Al-Ashmu’i Berkelit dari Pertanyaan Harun al-Rasyid

Kisah al-Ashmu’i dan Khalifah Harun al-Rasyid. Kepandaiannya dalam bidang tata bahasa membuatnya selamat dari pertanyaan sang khalifah.

Kecerdikan Al-Ashmu’i Berkelit dari Pertanyaan Harun al-Rasyid

Pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid, terdapat satu ahli bahasa bernama al-Ashmu’i. Nama lengkapnya adalah Abdul Malik bin Quraib al-Asma’i, atau dikenal juga dengan nama al-Ashmu’i. Beliau adalah ahli bahasa andalan kerajaan saat itu, dan konon menjadi guru dari sang khalifah sendiri.

Suatu ketika, khalifah Harun al-Rasyid sedang menerima banyak tamu di istananya. Sebagaimana lazimnya, sang khalifah mengundang pula para cendekiawan dan ilmuwan andalan kerajaan, untuk sekadar melayani pembicaraan para tamu atau unjuk kebolehan beretorika dengan sang khalifah. Al-Ashmu’i tidak ketinggalan diundang.

Setelah jamuan makan dan ngobrol kesana kemari, giliran al-Ashmu’i ditanya oleh sang khalifah Harun al-Rasyid. “Wahai al-Ashmu’i, bagaimana perasaanmu jika aku meninggal nanti?”

Al-Ashmu’i diam sejenak. Pertanyaan ini sepertinya sepele, tapi rawan jebakan. Salah-salah bisa kena hukuman.

Kemudian dengan mantap beliau menjawab “Entahlah, mungkin nanti tidak ada lagi tanah tempat saya berpijak.”

Sang khalifah tersenyum mendengar jawaban itu, meski sebenarnya masih bingung apa maksud sebenarnya dari jawaban al-Ashmu’i. Setelah tamu-tamu pulang, khalifah menghampiri al-Ashmu’i dan mengkonfirmasi:

“Apa maksud jawabanmu tadi?” tanya sang khalifah.

Maksud saya, jika yang mulia nanti meninggal dunia, aku tak sanggup lagi hidup di atas bumi. Ingin rasanya aku segera menyusul yang mulia.” Jawab beliau.

“Ah, bagus sekali.” Kata khalifah. “Tapi lain kali kalau sedang di tengah orang banyak, bicaralah yang jelas supaya aku bisa paham. Jangan seperti tadi, maka aku sekarang minta penjelasan kepadamu. Tidak elok kalau raja sampai jadi tontonan para tamu karena tidak paham maksud pembicaraan lawan bicaranya.”

Al-Ashmu’i lalu mohon pamit dan segera keluar dari istana. Sesampai di luar gerbang istana, satu temannya yang telah menunggu menghampirinya dan bertanya; “Apa yang khalifah katakan kepadamu? Apakah engkau salah bicara lalu membuatnya murka?”

“Tidak apa-apa,” Beliau menjawab. “Tapi memang tidak seperti biasanya, kali ini sang khalifah memberi aku pelajaran padaku lebih banyak dari yang aku ajarkan padanya.” Lalu beliau menceritakan seluruh pembicaraannya dengan sang khalifah barusan.

“Padahal maksud jawabanku tadi adalah, kalau nanti khalifah meninggal dunia, kuperkirakan penggantinya akan jauh lebih rakus darinya. Sehingga makin banyak tanah rakyat yang digusur sampai kita tidak bisa berpijak lagi.”