Islami.co (Haji 2024) — Dalam pelaksanaan rangkaian ibadah haji terdapat beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar. Di antara pelanggaran tersebut akan diganjar denda atau dam agar ibadah haji tetap sah dan tidak sia-sia.
Kategori Denda Haji berdasarkan Jenis Denda dan Cara menunaikannya
Imam An-Nawawi menyebutkan ada empat kategori dam haji bagi jamaah yang melanggar larangan ihram. Hal ini sebagaimana jumlah ringkasan dam yang disebutkan An-Nawawi dalam kitabnya dengan mengutip pendapat Imam Rafi’i.
Empat kategori ini adalah tartib dan taqdir; tartib dan ta’dil; takhyir dan ta’dil; serta takhyir dan ta’dil.
Dengan pembagian seperti di atas, Imam Rafi‘i ingin memberikan kemudahan bagi kita untuk mengetahui mana yang tartib dan mana yang takhyir. Serta mana yang taqdir dan mana yang ta’dil.
“Makna tartib adalah bahwa diharuskan bagi jamaah haji (yang melanggar larangan) untuk membayar denda dan tidak diperbolehkan menggantinya dengan denda lain yang setara kecuali orang tersebut tidak mampu membayarnya. Sedangkan makna takhyir adalah boleh mengganti dengan denda lain yang setara.”
“Makna taqdir adalah sesungguhnya syariat telah menetapkan denda pengganti yang setara, baik secara berurutan maupun dengan memilih, yakni taqdir bisa juga berarti telah ditetapkan dendanya tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Sedangkan makna ta’dil adalah bahwasanya syariat memerintahkan untuk mencari denda lain dengan takaran yang setara berdasarkan nilai (harga).”
Kategori Denda atau Dam Haji Berdasarkan Pelanggaran yang Dilakukan
Berikut penjelasan lengkap denda dan dam haji berdasarkan jenis larangan haji gmyang dilakukan serta ketentuan-ketentuan haji yang dilewatkan:
Dam bagi Haji Tamatthu dan Qiran
Jemaah haji yang melakukan tamatthu dan qiran, maka baginya dam dengan menyembelih seekor kambing. Jika tidak mampu atau tidak menemukan kambing untuk disembelih, bisa digantikan dengan berpuasa 10 hari, dengan ketentuan 3 hari dilaksanakan selama pelaksanaan ibadah haji dan 7 hari sisanya dilaksanakan di kampung halaman. Jika tidak sanggup untuk berpuasa, baik dengan alasan sakit atau alasan syar’i yang lain, maka bisa digantikan dengan membayar 1 mud/hari (1 mud= 675 gr/0.7 liter) seharga makanan pokok.
Dam karena meninggalkan wajib haji
Jika seorang jemaah meninggalkan wajib haji, seperti tidak berniat (ihram) dari miqat makani, tidak mabit di Muzdalifah tanpa alasan syar’i, tidak mabit di Mina tanpa alasan syar’i, tidak melontar jumrah dan tidak melaksanakan thawaf wada, maka ia wajib membayar dam sebagaimana dam haji tamatthu dan qiran, yaitu dengan menyembelih satu ekor kambing dan seterusnya sebagaimana dijelaskan pada pembahasan dam tamatthu dan qiran.
Dam karena melakukan hubungan suami istri sebelum tahallul awal (haji) atau sebelum seluruh rangkaian umrah selesai (umrah).
Adapun dendanya adalah menyembelih seekor unta. Jikalau tidak mampu, maka boleh diganti dengan menyembelih seekor sapi atau lembu. Dan jika tidak mampu, diganti dengan menyembelih 7 ekor kambing. Jika masih tidak mampu, maka diganti dengan memberi makan fakir miskin senilai seekor unta. Bila masih juga tidak mampu, maka diganti dengan berpuasa sebanyak hitungan mud (1 mud/75 gr/0.7 liter per hari) dari makanan yang dibeli seharga seekor unta.
Denda ini harus ditunaikan sejak pelanggaran terjadi dengan ketentuan semua amalan haji/umrahnya tetap harus diselesaikan. Tetapi diwajibkan mengulang haji/umrahnya karena haji/umrahnya tidak sah.
Seorang muhrim yang tertahan (gagal) melaksanakan haji karena suatu halangan yang merintangi di tengah jalan setelah ia berihram juga termasuk kategori palanggaran ini.
Sedangkan dendanya adalah menyembelih seekor kambing dan langsung menggunting rambut sebagai tahallul atas ihramnya. Jika tidak mampu, bisa diganti dengan memberi makan kepada fakir miskin senilai harga kambing. Jika itu juga tidak mampu, maka bisa juga diganti dengan berpuasa sebanyak hitungan jumlah mud (1 mud/675 gr/0.7 liter per hari) yang dibeli dengan harga seekor kambing. Denda ini dilaksanakan di tempat ia tertahan atau setelah kembali ke kampung halaman.
Denda untuk jemaah yang berburu/membunuh binatang buruan setelah ihram
Denda ini boleh dengan memilih salah satu dari denda berikut: menyembelih binatang yang sebanding dengan binatang yang diburu; memberi makan dengan nilai harga binatang yang sebanding dan dibagikan kepada fakir miskin Mekah; atau berpuasa sejumlah bilangan mud yang senilai dengan binatang sebanding (1 mud/675 gr/0.7 liter = 1 hari).
Denda atau Dam bagi jemaah yang menebang atau mencabut pepohonan di Tanah Haram Mekah (kecuali pepohonan yang sudah kering).
Dendanya sama seperti Dam berburu hewan, yaitu menyembelih binatang yang sebanding dengan binatang yang diburu; atau memberi makan dengan nilai harga binatang yang sebanding dan dibagikan kepada fakir miskin Mekah; atau berpuasa sejumlah bilangan mud yang senilai dengan binatang sebanding (1 mud/675 gr/0.7 liter = 1 hari).
Dam bagi jemaah yang membuang/ mencabut/ menggunting rambut atau bulu dari
Bagi jemaah yang melanggar aturan tersebut, maka diperbolehkan memilih salah satu dari denda berikut: menyembelih seekor kambing; atau bersedekah kepada 6 orang fakir miskin (tiap orang 2 mud); atau berpuasa 3 hari.
Denda bagi jemaah yang melanggar larangan pakaian dalam ihram, seperti menggunakan pakaian yang berjahit, topi dan beberapa pakaian dilarang lain.
Damnya adalah dengan memilih salah satu dari denda berikut: menyembelih seekor kambing; atau bersedekah kepada 6 orang fakir miskin (tiap orang 2 mud); atau berpuasa 3 hari.
Denda atau Dam bagi jemaah yang mengecat/memotong kuku dan memakai wangi-wangian.
Adapun denda keempat ini juga sama dengan dua pelanggaran sebelumnya, yaitu memilih salah satu dari denda berikut: menyembelih seekor kambing; atau bersedekah kepada 6 orang fakir miskin (tiap orang 2 mud); atau berpuasa 3 hari.
Dam bagi jamaah yang melakukan perkosaan, percumbuan atau melakukan hubungan suami istri selepas tahallul awal
Dendanya bisa dengan menyembelih seekor unta; atau bersedekah seharga seekor unta; atau berpuasa sebanyak hitungan setiap mud makanan yang dibeli seharga satu ekor unta.
Wallahu a’lam.