Baru-baru ini banyak beredar perkawinan anak di kalangan masyarakat. Bukan hanya dari kalangan biasa, kalangan influencer yang banyak dijadikan sebagai patokan kehidupan pun melakukannya. Pertanyaannya adalah, sudah sampai mana kesiapan kita atas pernikahan? Emangnya udah siap untuk nikah dini atau bahkan kawin anak di bawah usia yang seharusnya, 19 tahun ke atas?
Jangan sampai menuju ke sana kita tidak punya bekal apa-apa. Jangan sampai kita hanya memandang pernikahan sebagai ajang baper-baperan, ikutan tren yang ada karena sosial media dipenuhi oleh banyaknya orang yang menikah, karena jangan sampai pernikahan yang kita lakukan hanya akan menambah masalah baru bagi kehidupan kita. Karena sebenarnya banyak hal yang harus dipersiapkan dan dipertimbangkan
Takutnya, generasi kita terbentuk menjadi generasi yang mudah bucin, mudah baper, kebelet nikah muda, karena melihat pernikahan itu hanya sebuah romantisme yang bisa ditampilkan di sosial media.
Padahal, lebih dari itu.
Sebagai perempuan, banyak sekali yang harus dipersiapkan. Karena dunia semakin dinamis, maka kebutuhan individu juga akhirnya berubah. Termasuk kebutuhan perempuan. Kebutuhan perempuan di hari ini adalah ilmu pengetahuan. Bagaima individu bisa menciptakan keluarga yang baik, bila perempuan sebagai awal dari masa pertumbuhan anak saja dia tidak berpendidikan.
Dalam ilmu Psikologi, untuk menuju gerbang suci itu, banyak hal yang harus dipersiapkan oleh individu ketika akan menikah, terkhusus perempuan. Di antaranya:
Pertama,Kesiapan emosial
Sebagai orang yang akan menikah, pengelolaan emosional sangat penting, terutama dalam menghadapi konflik yang akan terjadi di dalam rumah tangga.
Perlu diingat, pernikahan bukan hanya ada rasa bahagia. Banyak konflik yang membutuhkan pengelolaan emosi yang baik. Selain untuk menghadapi konflik, pengelolaan emosi juga membantu kita untuk menurunkan ekspektasi kita terhadap pasangan. Apa yang ada di kepala kita tentang pasangan kita, belum tentu itu sesuai. Jadi, pintar-pintarlah mengelola ekspektasi.
Kedua, Kesiapan mental
Ketika memutuskan menikah berarti memutuskan untuk hidup bersama, kesiapan mental sangat diperlukan, salah satunya adalah kepercayaan diri.
Jangan sampai ketika menikah, justru malah kita kehilangan jati diri kita sendiri. Pernikahan seharusnya menjadikan kita lebih tumbuh dan tetap menjadi diri kita.
Ketiga, Kemampuan komunikasi
Perbedaan antar pasangan itu adalah manusiawi, itu yang harus kita pahami. Sehingga ketika adanya perbedaan, peran komunikasi harus kita jalankan agar terciptanya kompromi.
Selain pertimbangan aspek psikologi, ternyata dalam islam juga memberikan pandangan yang harus kita pertimbangkan saat akan menikah. Di antaranya:
- Keimanan dan ketakwaan; islam menekankan pentingnya kesiapan spiritual yang mencakup perbaikan hubungan kita dengan Allah, serta memiliki niat yang benar ketika akan menikah. Salah satu problem banyak orang ketika menikah dia hanya mempertimbangkan perasaan cinta, padahal niat yang benar justru menjadi dasar utama menikah.
- Pemilihan pasangan yang tepat; islam mengajarkan agar kita memilih pasangan berdasarkan agamanya. Tepat yang dimaksud adalah memilih pasangan dengan tidak mengesampingkan pelibatan Allah. Yaitu dengan cara musyawarah dan istikharah.
- Sabar dan ikhlas; pernikahan adalah jalan yang diridhoi Allah, namun tentu memiliki ujiannya. Oleh karena itu kita harus meluaskan sabar dan ikhlas saat menapaki jalan-jalan berumah tangga.
Itulah beberapa yang harus dijadikan pertimbangan dan pembelajaran saat kita akan menuju ke jenjang pernikahan. Karena bila tidak kita siapkan diri kita dengan bekal-bekal ilmu, pernikahan justru menjadi malapetaka, pernikahan menjadi penyebab lahirnya masalah baru dalam kehidupan, seperti krisis mental, trauma, stres dan kecemasan, serta depresi.
Bila masalah-masalah itu hadir, tentu sebagai individu kita tidak lagi punya kesempatan untuk berkembang, yang ada menyesali keputusan pernikahan, bahkan yang sudah punya anak, tidak akan bisa lagi mengasuh anaknya. Belum lagi dampak yang akhirnya ditimbulkan berpengaruh pada masa pertumbuhan anak.
Untuk itu, sebagai manusia yang berdaya, mari kita terus belajar untuk menciptkan pernikahan yang baik.