Kasus Jilbabisasi NonMuslim dan Jilbabisasi di Sekolah, Apa Bedanya?

Kasus Jilbabisasi NonMuslim dan Jilbabisasi di Sekolah, Apa Bedanya?

Jilbabisasi nonmuslim membuat kita terhenyak, apakah ini soal budaya belaka? atau memang ada sesuatu yang sistemik terjadi di sekolah-sekolah kita?

Kasus Jilbabisasi NonMuslim dan Jilbabisasi di Sekolah, Apa Bedanya?

Saya mendapatkan informasi bahwa kasus jilbabisasi atau pemaksaan berjilbab sudah lama terjadi di banyak sekolah. Tidak aneh jika kemudian warganet mempertanyakan: kenapa Mendikbud baru menegur sekarang? Ya inilah yang namanya momen. Segala sesuatu harus menemukan momennya. Termasuk menguji kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar.

Sekali lagi saya menolak sekali, jilbabisasi siswi non Muslim. Bahkan masuk dalam kategori keterlaluan. Bahkan sebetulnya jilbabisasi para siswi Muslimah juga kurang pas. Ketika SD dan SMP, saya masih menemukan teman-teman perempuan yang tidak berjilbab. Karena aturannya tidak mengikat.

Saya dan saya pikir kita semua harus adil, karena saya juga mendapat informasi bahwa banyak juga terjadi pemaksaan pencopotan jilbab. Dan ini seharusnya tidak terjadi. Sebagai contoh, ada beberapa siswi yang sekolah di sekolah lingkungan beragama Hindu, lalu beberapa siswi itu sudah terbiasa berjilbab. Atas nama peraturan atau apapun kemudian beberapa siswi tersebut ditekan agar melepas jilbabnya kalau mau sekolah di situ.

Nah ini juga kasus yang tidak bijak. Kalau saya lebih dari itu, Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, Kemenag dan Kemendagri harus gerak cepat menelusuri praktik-praktik semacam ini. Beri teguran dan bahkan sanksi.

Saya setuju bahwa para siswa di sekolah manapun harus terus dipupuk akhlaknya. Namun tentu saja bukan dengan pemaksaan berjilbab. Ada banyak cara. Dengan inovasi pembelajaran, dengan terjun dan mengenal masyarakat sekitar, menggiatkan bakti sosial, studi banding ke berbagai komunitas, pentas seni dan budaya, giat literasi dan masih banyak lagi. Dan memang terbukti ketika saya sekolah di salah satu Madrasah Aliyah, sekolah setaraf SMA yang mewajibkan siswinya berjilbab, juga pemupukan akhlak tidak semudah yang dibayangkan. Tetap banyak terjadi kasus-kasus kurang terpuji.

Maka dari itu saya meyakini bahwa pemakaian jilbab kepada perempuan itu sesuatu yang baik. Bahkan kalau saya ditanya, sebaiknya perempuan itu pakai jilbab atau tidak, saya akan menjawabnya secara pribadi pakailah jilbab dan kenakan pakaian yang tidak rentan mengundang “reaksi” dari sekitar. Memakai jilbab dan pakaian secara sederhana dan proporsional. Sambil disempurnakan dengan perilaku sehari-hari yang baik terhadap sesama. Terlebih untuk para siswi harus diberi banyak teladan oleh gurunya di sekolah, oleh orang tuanya di rumah dan oleh siapapun manakala sedang di lingkungan masyarakat umum.

Saya berharap sekarang dan ke depan tidak akan terjadi lagi kasus serupa. Termasuk para cendekiawan, influencer dan warganet yang begitu tendensius, emosional dan arogan soal pro dan kontra tentang jilbab. Ada yang lebih penting dari sekadar pro-kontra soal jilbab yakni edukasi dan dakwah terhadap publik. Bahwa dalam segala sesuatu yang kita lakukan harus selalu mempertimbangkan sisi edukasi dan dakwah yang harus kita lakukan dengan perlahan dan sabar.