Menikah merupakan tuntunan dan sunnah Rasulullah Saw. Bahkan bisa dikatakan bahwa menikah merupakan kebutuhan manusia. Sebagian ulama’ fikih berpendapat bahwa menikah merupakan bagian dari ibadah, sehingga akan mendapatkan pahala jika melaksanakannya. Karena selain menumbuhkan ketenangan dalam kehidupan, menikah juga merupakan sarana menambah dan melanjutkan keturunan.
Dengan berbagai kelebihan tersebut, nyatanya ada beberapa ulama’ yang tidak menikah sampai meninggal. Kesungguhan mereka dalam mendalami dan mengembangkan keilmuan menanggalkan hasrat mereka untuk membina rumah tangga. Hal ini tentu berbeda dengan ustadz-ustadz zaman sekarang yang sedang trend berpoligami. Karya belum tentu ada, namun istri lebih dari satu.
Alasan mereka melajang bukan karena tidak mau atau tidak suka menikah. Akan tetapi kesibukannya dengan keilmuan dan keislaman, menjadikan mereka lupa untuk menikah. Abdul Fattah Abu Ghuddah menulis sebuah buku khusus yang menarasikan beberapa ulama’ lajang berjudul al-Ulama’ al-Uzzab alladzina atsarul Ilmi alaz Zawaj.
Salah satu Ulama yang disebutkan Abu Ghuddah dalam bukunya adalah Karimah al-Marwaziyah atau biasa disebut Sayyidah Karimah. Di antara para ulama’ yang melajang seumur hidup, beliau merupakan salah satu yang dari kaum perempuan. Beliau adalah salah satu ulama perempuan yang mendedikasikan hidupnya untuk ilmu.
Namanya, Karimah binti Ahmad bin Muhammad bin Hatim al-Marwazi. Beliau dijuluki dengan Ummi Kiram atau Sit Kiram. Beliau lahir di Marwa pada 365 H dan wafat di Makkah pada tahun 463 H. Sayyidah Karimah adalah salah satu ulama perempuan yang ahli hadis.
Sayyidah Karimah merupakan guru dari beberapa ulama besar, seperti: Imam Abu Bakar Ahmad al-Khathib al-Baghdadi (w. 1070 M) penulis buku Tarikh Baghdad, Abu al-Muzhaffar al-Sam’ani (w. 1095), Abu al-Ghanaim Muhammad bin Ali bin Maimun al-Nursi (w. 1116 M).
Abu al-Ghanim al-Nursi pernah menyebutkan bahwa Sayyidah Karimah pernah mengajaknya diskusi tentang lembaran kertas Sahih Bukhari yang ia keluarkan. Saat itu, Abu al-Ghanim mengaku menulis 9 lembar dan membacakannya di hadapan Sayyidah Karimah.
Kepada Sayyidah Karimah Abu Ghanim mengaku bahwa awalnya ia tidak ingin berdiskusi tentang lembaran Sahih Bukhari tersebut dengan Sayyidah Karimah, namun ia dipaksa agar tetap mau diskusi dengan Sayyidah Karimah.
“Jangan. Kamu harus mendiskusikannya denganku,” pinta Sayyidah Karimah kepada Abu al-Ghanim. Akhirnya, mau tidak mau akhirnya Abu al-Ghanim mendiskusikan lembaran Sahih Bukhari tersebut dengan Sayyidah Karimah.
Sayyidah Karimah sendiri meriwayatkan Sahih Bukhari dari gurunya yang bernama al-Kusmihani dan Zahir as-Syarahsyi dan belum pernah menikah hingga beliau meninggal dunia.
Dalam kitab Abdul Fattah Abu Ghuddah disebutkan bahwa semua ulama mengonfirmasi perihal Sayyidah Karimah yang tidak menikah hingga akhir hayatnya (1070 M).
“Hiya Maatat Bikran Lam Tatazawwaj Abadan (Sayyidah Karimah wafat dalam keadaan masih perawan dan belum menikah sama sekali),” tulisa Abdul Fattah Abu Ghuddah.
Wallahu a’lam.