Kapan Saja Disunnahkan Sujud Sahwi?

Kapan Saja Disunnahkan Sujud Sahwi?

Kapan Saja Disunnahkan Sujud Sahwi?

Pada saat mengerjakan shalat, kita seringkali mengalami keragu-raguan atau bahkan lupa mengerjakan salah satu dari rangkaian shalat tersebut, entah karena banyak pikiran, sibuk, menganggap enteng shalat atau memang karena setan yang terus memberikan bisikan-bisakan yang bisa membuat sibuk pikiran ketika shalat.

Lalu, apa yang harus kita lakukan ketika mengalami hal tersebut? Ajaran Islam memberikan jalan keluar bagi umatnya yang mengalami hal semacam ini dengan adanya syariat sujud sahwi sebagai penambal kekurangan-kekurangan yang terjadi ketika shalat.

Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abu Hurairah bahwa shalat zuhur atau ashar bersama kami kemudian beliau salam (setelah rakaat kedua), lalu Zul Yadain bertanya, “Wahai Rasulullah, seperti inikah shalat zuhur atau dikurangi?” Rasulullah bertanya kepada sahabat yang lain “Apakah benar yang dikatakan Zul Yadain?” Para sahabat menjawab “Benar ya Rasulullah”, lalu beliau shalat dua rakaat lagi kemudin sujud dua kali dan salam (HR: Bukhari).

Selanjutnya, muncul pertanyaan apa saja sebab disunahkan melakukan sujud sahwi sebagai penambal kekurangan-kekuarangan yang terjadi dalam shalat? Sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai penambal kekurangan yang terdapat dalam shalat maka sujud sahwi hanya bisa menambal hal-hal yang bisa ia tutupi dan tidak bisa menutupi seluruh kekurangan yang terdapat dalam shalat seperti meninggalkan salah satu rukun shalat.

Muhammad Zuhaili dalam kitab alMu’tamad fi al Fiqh al Syafi’I menjelaskan ada empat sebab disunahkan melaksanakan sujud sahwi;

Pertama, karena meninggalkan hal yang diperintahkan dalam shalat. Hal-hal yang diperintahkan dalam rangkaian ibadah shalat terdiri dari rukun, sunah ab’ad dan sunah haiat. Dari tiga kategori di atas, sujud sahwi disunahkan ketika meninggalkan salah satu sunah ab’ad saja yaitu qunut pada shalat subuh dan witir pada 15 akhir Ramadhan, tasyahud awal, shalawat nabi ketika tasyahud awal dan shalawat untuk ahl bait pada tasyahud akhir, maka disunahkan menambal kekurangan tersebut dengan sujud sahwi.

Adapun bila yang ditinggalkan adalah salah satu rukun shalat maka harus melaksanakan kembali rukun tersebut dan tidak cukup menggantinya hanya dengan sujud sahwi, sedangkan jika yang tertinggal adalah sunah haiah yaitu seperti membaca takbir pada setiap perpindahan gerakan shalat, membaca tasbih saat ruku’ dan sujud dan lain-lain, maka tidak harus melakukan sujud sahwi karena hal tersebut bukan sesuatu yang dituju (ghair maqsudah) dalam gerakan tersebut sehingga ketika tertinggal tidak harus ditambal.

Kedua, melakukan gerakan yang dilarang dalam shalat. Yaitu melakukan gerakan tanbahan selain gerakan shalat karena lupa seperti menambah bilangan rakaat, ruku’, sujud atau duduk maka shalatnya tetap dihukumi sah dan disunahkan sujud sahwi, adapun jika melakukannya dengan sengaja maka shalatnya batal.

Ketiga, munculnya keraguan dalam shalat, seperti ragu mengenai jumlah rakaat, ragu apakah telah melakukan perbuatan yang dilarang dalam shalat seperti banyak gerak atau tidak, atau ragu setelah salam telah meninggalkan salah satu rukun shalat selain niat dan takbiratul ihram maka disunahkan sujud sahwi, adapun jika rukun yang dikeragui tersebut niat dan takbiratul ihram maka harus mengulang shalat kembali.

Keempat, mengerjakan rangkaian shalat tidak pada tempatnya karena lupa. Kita tahu bahwa tertib merupakan salah satu rukun shalat, oleh karenanya ketika mengerjakan salah satu rukun tidak pada tempatnya seperti membaca al-Fatihah pada ruku’ atau tasyahud akhir, atau mengerjakan sunah bukan pada tempatnya seperti membaca qunut bukan pada saat I’tidal, membaca surat tidak setelah al-Fatihah, dan lain-lain, maka hal ini tidak membatalkan shalat dan disunahkan melakukan sujud sahwi.