Kanjeng Nabi

Kanjeng Nabi

Kanjeng Nabi

Sudah banyak status yang mengisahkan tentang kelebihan Kanjeng Nabi. Saya setuju dengan semua cerita yang baik itu karena memang hanya Kanjeng Nabi yang Ma’sum, terjaga dari kesalahan dan dosa manusia pada umumnya.

Ya, Kanjeng Nabi atau Kanjeng Rasul, atau sering hanya disebut “Njeng Nabi”. Begitulah kyai-kyai dan masyarakat kampung di Jawa memanggil Nabi Muhammad SAW. Sebutan Kanjeng umumnya dipakai oleh masyarakat Jawa untuk menyebut orang-orang yang dihormati dan mempunyai kedudukan.

Di Jawa, kalau ada orang menyebut Kanjeng Nabi atau “Njeng Nabi” berarti yang dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW. Sebutan Kanjeng Nabi konon dipakai semenjak Islam mulai diterima dan menyebar di pulau Jawa sekitar abat ke 14 Masehi.

Para ulama atau kyai desa jaman dulu, bahkan sampai sekarang masih menyematkan gelar Kanjeng di depan kata Nabi. Kalau mengikuti pengajian yang kyainya memakai sebutan Kanjeng Nabi atau Kanjeng Rasul ini terasa adem di hati. Bisa jadi ini karena subjektivitas saya sebagai orang Jawa. Atau karena saya mempunyai pengalaman empiris terlibat langsung dalam kehidupan orang-orang yang memakai sebutan Kanjeng Nabi.

Tapi tidak, bukan karena faktor orang Jawa atau jejak historis, melainkan para ulama atau kyai yang memakai sebutan Kanjeng Nabi itu umumnya adalah orang-orang yang santun dan suka menebar kedamaian dalam dakwah-dakwahnya. Seperti kyai-kyai di kampung dulu.

Untuk sekarang, yang saya tahu, kyai-kyai atau ulama yang masih sering memakai sebutan Kanjeng Nabi, Kanjeng Rasul, Njeng Nabi adalah Almarhum Gus Dur, Gus Mus, Habib Syech, Maulana Habib Luthfi, dll. Dan nyatanya, pengajian atau tausyiah-tausiyah beliau-beliau itu selalu menyejukkan ummat.

Allhamma Sholli Alaa Sayyidina Muhammad.